• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Metropolis

Membahas Aturan Mahram Dalam Fiqih Syafi’iyah Bersama Kiai Syifa' Mun'im

Membahas Aturan Mahram Dalam Fiqih Syafi’iyah Bersama Kiai Syifa' Mun'im
Ilustrasi. (Foto: NOJ/NU Online)
Ilustrasi. (Foto: NOJ/NU Online)

Surabaya, NU Online Jatim

Dalam ajaran fiqih syaf'iyah, Kiai Syifa selaku pengasuh Pesantren Al-Falah mengatakan bahwa terdapat pembatasan pernikahan terhadap wanita-wanita tertentu yang disebut sebagai mahram. Mahram adalah wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi. Terdapat tiga jenis mahram yang diatur dalam fiqih syafi'iyah.

 

Pertama, mahram karena hubungan nasab. Ini mencakup wanita-wanita seperti ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari saudara laki-laki, dan saudara-saudara dari pihak ibu. Pernikahan dengan wanita-wanita ini diharamkan secara tegas dalam fiqih syafi'iyah.

 

“Yang berhubungan dengan mahram nasab yaitu kalau ibu kita diharamkan, itu bukan berarti ibu yang melahirkan kita saja tetapi ibu yang melahirkan kita sekaligus sampai ke atasnya. Jadi nenek kita itu juga haram kita nikahi, anak kita sampai ke cucu-cucunya pun juga haram kita nikahi,” ujar Kiai Syifa.

 

Kedua, mahram karena hubungan persusuan. Dalam salah satu hadits, disebutkan bahwa setiap perempuan yang diharamkan karena hubungan nasab juga diharamkan karena hubungan persusuan. “Artinya, beberapa wanita yang diharamkan karena hubungan nasab juga diharamkan karena hubungan persusuan. Namun, ada beberapa pengecualian, seperti ibu susuan saudara kita, atau wanita yang menyusui anak kita,” ujarnya.

 

Ketiga, mahram karena hubungan sambungan atau hubungan mertua. Dalam kategori ini, terlarang untuk menikahi mertua kita dan saudara-saudaranya, anak tiri dari bawaan istri, dan saudara ipar.

 

“Dalam kasus hubungan mertua tadi, terdapat dua tipe wanita yang diharamkan untuk dinikahi berdasarkan fiqih syaf'iyah. Pertama, wanita yang diharamkan secara abadi, dan kedua, wanita yang diharamkan secara temporal, artinya diharamkan untuk sementara waktu, misalnya selama pernikahan berlangsung,” terangnya.

 

Meskipun mahram memiliki pembatasan dalam pernikahan, tidak semua mahram berpengaruh terhadap status wudhu. Beberapa mahram tetap membatalkan wudhu seorang lelaki. Namun, ada juga mahram yang tidak membatalkan wudhu dan dianggap sebagai mahram yang abadi.

 

“Aturan tentang mahram dalam fiqih syaf'iyah menjadi panduan bagi umat Muslim dalam memahami batasan-batasan pernikahan dan menjaga hubungan yang sesuai dengan ajaran agama,” pungkasnya.

 

Penulis: Larasati


Metropolis Terbaru