Surabaya, NU Online Jatim
Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1445 H/2024 M sebesar Rp93.410.286, dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sebesar Rp56.046.172 yang harus dibayar jamaah. Keputusan tersebut berdasarkan rapat Panitia Kerja (Panja) bersama Komisi VIII DPR.
"Biaya perjalanan ibadah haji atau biaya yang dibayar langsung oleh jamaah haji rata-rata per jamaah sebesar Rp 56.046.172 atau sebesar 60 persen," kata Ketua Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid dilansir dari kompas.com, Selasa (27/11/2023).
Dilansir dari Instagram Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) @bpkhri, Rabu (29/11/2023), biaya haji sebesar Rp56.046.172 atau sebesar 60 persen yang dibebankan kepada jamaah meliputi sejumlah hal. Yakni, biaya penerbangan, akomodasi di Mekkah, sebagian akomodasi Madinah, biaya hidup (living cost), dan biaya visa.
“Dikurangi setoran awal dan besaran saldo rekening virtual masing-masing jamaah,” tulis BPKH dalam akun Instagram diunggah pada Selasa (28/11/2023) itu.
Sementara biaya yang bersumber dari Nilai Manfaat keuangan haji yang dibayarkan BPKH rata-rata per jamaah sebesar Rp37.364.111 atau sebesar 40 persen. Dana itu meliputi komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi dan komponen biaya penyelenggaraan ibadah haji di dalam negeri.
Disebutkan, penetapan tersebut melalui tiga pertimbangan. Pertama, agar sesuai dengan istithoah, biaya haji yang dibayarkan jamaah lebih besar dibanding penggunaan nilai manfaat. Kedua, untuk menjaga sustainabilitas keuangan haji dan keadilan bagi jamaah tunggu.
“Ketiga, layanan ibadah haji tahun ini disepakati selama 41 hari, dengan fasilitas 27 kali makan di Madinah dan di Makkah sebanyak 84 kali (termasuk pada hari menjelang dan sesudah Armusna),” tulisnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah menyampaikan usulan rata-rata BPIH per jamaah pada tahun 1445 H/ 2024 M sebesar Rp105.095.032,34. Dalam menyusun usulan BPIH, pemerintah menggunakan asumsi nilai tukar kurs dollar terhadap rupiah sebesar Rp16.000.
Perbandingan Bipih Per Tahun
Biaya haji baik yang berbentuk BPIH ataupun Bipih cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal itu karena biaya transportasi, akomodasi, dan lainnya mengalami kenaikan, seperti biaya penerbangan dari Indonesia ke Tanah Suci.
Data Kemenag berdasarkan rata-rata setiap embarkasi menyebutkan, pada tahun 2016 Bipih yang dibebankan kepada jamaah haji Indonesia sebesar Rp34.641.304. Kemudian naik pada tahun 2017 menjadi Rp34.890.312.
Di tahun 2018, Bipih yang harus dibayar jamaah sebesar Rp35.235.602. Besaran biaya dengan jumlah tersebut juga berlaku pada tahun 2019, atau tidak mengalami kenaikan maupun penurunan. Pada 2020 dan 2021, saat pandemi Covid-19 tidak ada kenaikan biaya perjalanan haji yang harus dilunasi jamaah, mengingat di masa pandemi kondisi ekonomi melesu.
Kenaikan yang lumayan signifikan terjadi pada tahun 2022, yaitu sebesar Rp39.886.009. Biaya haji atau Bipih di tahun 2022 tersebut meliputi biaya penerbangan, biaya hidup (living cost), biaya VISA, dan Sebagian biaya akomodasi di Makkah dan Madinah.
Sedangkan pada tahun 2023, dilansir kompas.com, Bipih mengalami kenaikan yang cukup signifikan hingga mencapai Rp49.812.700 atau 55,3 persen dari total BPIH. Sedangkan nilai manfaat yang dibebankan kepada BPKH sebesar Rp40.237.937 atau 44,7 persen. Adapun keseluruhan BPIH berjumlah Rp90.050.637.
Jadi, peningkatan BPIH dari tahun 2023 ke 2024 berjumlah sebesar Rp3.359.649. Sedangkan Bipih yang harus dibayar jamaah naik sebesar Rp6.233.472 dari tahun sebelumnya.
Akad Wakalah Dana Haji BPKH
Akad wakalah yang dibuat oleh calon jamaah saat mendaftar haji merupakan bentuk legalitas, baik syar’i maupun hukum positif, bagi BPKH untuk melakukan pengelolaan dana haji. Akad wakalah tersebut diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 34 tahun 2014.
Dalam syariat, pendayagunaan dana haji hakikatnya milik setiap calon jamaah. Karenanya harus ada kontrak (akad wakalah) dari jamaah haji kepada pengelola yang dalam hal ini BPKH. Akad wakalah penting agar BPKH punya kewenangan dan legalitas secara syar’i, serta secara hukum positif di Indonesia ketika akan mendayagunakan dan menempatkannya pada sejumlah instrumen yang sangat beragam.
Abdussalam dalam tulisannya berjudul ‘Telaah Kritis terhadap Implementasi Akad Pengelolaan Dana Haji Indonesia Oleh BPKH Pada Fatwa DSN MUI No. 122/DSN-MUI/II/2018 tentang Pengelolaan Dana BPIH’, menyebutkan akad wakalah cukup jelas dalam praktik saat calon jamaah haji menyetorkan dana hajinya ke perbankan syariah.
“Di sana terdapat lembar formulir setoran BPIH yang mengatur tentang akad pemberian kuasa (akad wakalah) antara jamaah haji dengan kementerian agama. Semua ketentuan ini telah diatur dan disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, dengan Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH,” terangnya.
Dalam formulir akad wakalah setoran awal BPIH, tambah Abdussalam, calon jamaah haji selaku Muwakkil memberikan kuasa kepada Kementerian Agama selaku Wakil, untuk menerima dan mengelola dana setoran awal BPIH yang telah disetorkan melalui Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah sebagai Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH yang ditunjuk oleh BPKH.
“Dari sini menjadi jelas, bahwa akad yang mendasari antara calon jamaah haji dengan BPKH adalah akad wakalah,” kata Manajer Keuangan BMT UGT Nusantara itu.
Ia menambahkan, bahwa ketentuan akad muamalah terhadap pengelolaan dana haji oleh pemerintah menjadi lebih jelas lagi setelah keluar fatwa DSN MUI NO. 122/DSN-MUI/II/2018 tentang Pengelolaan Dana BPIH Dan BPIH Khusus Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam fatwa tersebut, akad muamalah yang mendasari pengelolaan dana BPIH dan BPIH Khusus adalah Akad Wakalah bil Ujrah. Sehingga BPKH melalui akad wakalah yang sudah ditandatangani oleh setiap CJH ini, memiliki wewenang untuk menempatkan keuangan haji di berbagai investasi.
“Dimana nilai manfaat (imbal hasil) atas hasil pengelolaan keuangan haji ini dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kepentingan jamaah haji. Hal ini mengacu pada aturan perundangan terkait pengelolaan dana haji,” pungkasnya.