Metropolis

Refleksi Setahun Pasca Pembubaran JI, FKPT Jatim Ajak Mantan Anggota Bangun Komitmen Kebangsaan

Selasa, 1 Juli 2025 | 09:00 WIB

Refleksi Setahun Pasca Pembubaran JI, FKPT Jatim Ajak Mantan Anggota Bangun Komitmen Kebangsaan

Ustadz Arifin (tiga dari kiri). (Foto: NOJ/ist)

Surabaya, NU Online Jatim
Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri kembali menunjukkan pendekatan humanis dalam deradikalisasi dengan menyelenggarakan kegiatan nasional bertema Refleksi 1 Tahun Pasca Pembubaran Jamaah Islamiyah, yang digelar di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Senin (30/06/2025).

 

Acara ini dihadiri langsung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) beserta jajarannya, serta sejumlah pejabat dari instansi pemerintah yang berkaitan dengan program pencegahan terorisme dan pembinaan ideologi kebangsaan. Kehadiran para tokoh agama dalam forum ini juga memperkuat pesan moral dalam upaya pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan. 

 

Peserta inti dalam kegiatan ini adalah para perwakilan eks Jamaah Islamiyah dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, yang hadir sebagai bagian dari upaya pemulihan dan penguatan komitmen kebangsaan.

 

Menariknya, suasana forum menjadi hidup ketika Muchamad Arifin, Kabid Penelitian Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim tampil menyampaikan pidato penuh semangat dan inspirasi. Ia mengawali sambutannya dengan yel-yel lantang yang menggema di seluruh ruangan.

 

“Indonesia Jaya! NKRI harga mati! Pancasila dasar negara!,” katanya.

 

Dalam pidatonya, Ustadz Arifin mengingatkan pentingnya menjaga toleransi dalam bingkai keberagaman Indonesia. Dengan mengutip QS. Al-Hujurat ayat 13, ia menegaskan bahwa perbedaan adalah bagian dari sunnatullah yang harus dijaga agar tidak menjadi sumber perpecahan.

 

“Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal,” ujarnya, membacakan ayat tersebut.

 

“Perbedaan adalah keniscayaan. Tapi intoleransi adalah awal dari perpecahan. Bila tidak diputus sejak dini, ia bisa berkembang menjadi radikalisme, bahkan terorisme,” tegasnya di hadapan para tokoh dan peserta.

 

Ustadz Arifin menegaskan bahwa menjaga toleransi adalah fondasi utama kehidupan berbangsa. 

 

“Indonesia dibangun di atas pondasi keberagaman. Tanpa toleransi, bangsa ini akan mudah goyah,” tuturnya.

 

Acara ini menjadi salah satu momentum penting dalam membangun jembatan rekonsiliasi dan penguatan nilai-nilai kebangsaan, khususnya bagi mereka yang pernah tersesat dalam ideologi menyimpang. 

 

“Pendekatan yang dilakukan Densus 88 ini menunjukkan bahwa perjuangan melawan terorisme tidak hanya dilakukan dengan senjata, tetapi juga melalui pendekatan kemanusiaan, dialog, dan pendidikan kebangsaan,” pungkasnya.

 

Ustaz Arifin yang juga dikenal aktif sebagai dai komunitas di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) itu menyelipkan pantun yang membuat suasana menjadi cair dan akrab.

 

Mentari pagi sinarnya cerah,
Angin sejuk menyapu semesta.
Densus 88 tegakkan amanah,
Untuk Indonesia yang damai sentosa.

 

Burung merpati terbang di awan,
Melambai indah tanda harapan.
Intoleransi kita lawan,
Radikalisme tak diberi ruang kehidupan.