Tendang Sesajen Jadi Viral, Berikut Pandangan Ahli Biologi
Kamis, 13 Januari 2022 | 18:00 WIB

H Abdul Basith pakar biologi tanggapi pria tendang sesajen di Gunung Semeru. (Foto: NOJ/ Yuli Riyanto)
Yuli Riyanto
Kontributor
Sidoarjo, NU Online Jatim
Aksi seorang pria viral karena menendang sesajen dan membuangnya di lokasi bencana erupsi Gunung Semeru. Hal tersebut menjadi perbincangan banyak kalangan. Sejumlah pakar turut buka suara soal aksi yang dilakukan pria ini. Salah satunya H Abdul Basith seorang ahli biologi sekaligus kandidat doktor di Universitas Indonesia (UI).
H Abdul Basith mengatakan, telah banyak disadari bahwa perkembangan keilmuan dan teknologi di Indonesia harus tetap memperhatikan aspek budaya dan kemanusiaan. Sehingga ilmu etnobiologi, etnosains, dan etnopedagogi berkembang dengan sangat baik di negeri ini.
“Etnobiologi sendiri mempelajari pemanfaatan ragam makhluk hidup dalam konteks peri kehidupan sehari-hari yang merupakan bagian dari budaya,” kata pengurus Yayasan Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang tersebut kepada NU Online Jatim, Rabu (12/01/2022).
Ketua Umum Pusat Generasi Muda Nahdlatul Ulama (Gemunu) ini menyebutkan, bahwa sesajen dalam sudut pandang Biologi, dipastikan memberikan dampak positif guna memicu keragaman spesies dalam ekosistem tempat sesajen tersebut ditaruh. Keragaman spesies dalam ekosistem akan membantu mempercepat proses alamiah perbaikan lingkungan.
“Jika dimakan sendiri, maka masuknya dalam kategori selametan. Sesajen dapat memberikan dampak positif terhadap psikologis karena disertai dengan doa dan tawakkal kepada Sang Pencipta,” tutur cicit KH Bisri Syansuri, salah seorang pendiri Nahdlatul Ulama (NU) ini.
Lebih lanjut, Wakil Bendahara Pimpinan Wilayah (PW) Majelis Dzikir dan Shalawat (MDS) Rijalul Ansor Jatim tersebut menegaskan, bahwa apapun bentuk narasi yang dibangun dalam kasus tersebut, siapapun tidak diperkenankan menghakimi keyakinan orang lain.
“Dakwah yang baik harus disertai dengan perilaku-perilaku yang baik (akhlaqul karimah). Perilaku intoleransi di Indonesia jelas tidak baik. Karena bagaimana pun, keragaman budaya, bahasa, dan kepercayaan juga merupakan sunnatullah di negeri ini,” tegas Gus Basith.
Untuk itu, dirinya mengajak kaum milenial, khususnya generasi muda NU agar tidak menjadi intoleran, bahkan radikal. Ia berharap, ke depan tidak ada lagi perilaku-perilaku intoleran dan radikalisme.
“Cara berpikir dan perilaku yang baik kepada sesama di Indonesia yang sangat beragam ini, juga menjadi niatan kita dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Salah satu ikhtiarnya adalah dengan merendahkan hati dan menyadari bahwa upaya-upaya kita dalam menjaga toleransi dan ketenteraman masyarakat di negeri ini juga merupakan bagian dari ibadah,” pungkasnya.
Terpopuler
1
Seleksi Ansor Magang Jepang 2025 Dibuka, Simak Ketentuannya
2
Diresmikan Bupati, Gedung MWCNU di Bangkalan Diharap Jadi Penggerak Organisasi
3
PMII Rayon Ibnu Aqil Gelar PKD ke-31 di Singosari, Cetak Kader Intelektual Progresif dan Militan
4
Ratusan Santri Pagar Nusa Malang Meriahkan Kejurcab III
5
Pesantren Miftahul Huda Doho Madiun Ulang Tahun Ke-10, Kini Dirikan SMP
6
Tingkatkan Kompetensi Guru, LP Ma’arif NU Blitar Gelar Workshop Deep Learning
Terkini
Lihat Semua