Gus Ulil Sebut Masjid Ramah Lingkungan Mesti Selaras dengan Ekosistem Sekitar
Ahad, 15 Juni 2025 | 13:00 WIB
Bogor, NU OnlineĀ Jatim
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar AbdallaĀ atau Gus Ulil menyatakan bahwa konsep masjid ramah lingkungan bukan hanya soal penghematan energi atau penanaman pohon, tapi harus selaras dengan kondisi ekosistem sosial di sekitar masjid.
āMisalkan di Daerah Jakarta, itu lahannya sempit, tetapi di setiap gang dibangun masjid yang mewah. Itu kan tidak seimbang. Harus memperhatikan kondisi masyarakatnya, bangun masjid sesuai dengan kondisi setempat. Jangan apa-apa mewah; sederhana saja cukup, asal digunakan dengan optimal,ā ujar Gus Ulil padaĀ Focus Group Discussion (FGD) Pembinaan Dakwah Ekologis Masjid di Hotel Permata Bogor pada Sabtu (14/6/2025).
Ia menegaskan bahwa setiap desa atau kelurahan cukup memiliki satu masjid sebagai tempat berkumpulnya umat Muslim, seperti kegiatan Shalat Jumat.
āKalau setiap gang punya masjid, ini ekosistem masyarakatnya terganggu, disana bunyi suara, disini bunyi suara, baru 300 meter ada masjid; cukup satu saja, kalau mushalla bolehlah; kalau masjid satu saja cukup,ā tegasnya.
Gus Ulil menyoroti pembangunan masjid di daerah perkotaan dan pedesaan. Menurutnya, masjid di kota cenderung memiliki manajemen yang lebih baik dibandingkan di desa. Hal ini terlihat dari pengelolaan sampah dan air wudhu dengan bantuan teknologi.
āMengelola ekologi itu ya menggunakan teknologi, menggunakan sains. Mengatasi masalah dengan cara yang taktis, ini loh teknologinya, ini berdasarkan sainsnya,ā katanya.
Ia menyampaikan bahwa penggunaan air wudhu di pedesaan sering kali mengabaikan pengelolaan air yang berdampak pada ketersediaan air tanah di sekitarnya.
āPenggunaan air dari tanah, kalau di desa terkadang lupa mengelolanya jadi air sumur itu terus dikeduk, semestinya pemerintah harus meregulasi pengelolaan air tanah di desa-desa sehingga takmir masjid tahu langkah apa yang harus dilakukan,ā katanya.
Sedangkan di daerah perkotaan, sambungnya, harusnya pemerintah semua yang kelola karena lingkupnya lebih kecil.
āSeperti di Jakarta itu kan baru dikit yang menerapkan pengelolaan air. Kalau langsung pemerintah yang mengelola, saya yakin tidak ada krisis air di negeri ini,ā tambahnya.
Sementara itu, dosen antropologi dari Australian National University Eva F. Nisa menyampaikan bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat menjadi penyebab utama krisis iklim.
āBumi mendapatkan tekanan kebutuhan sumber daya seperti air bersih, energi, pangan, dan gaya hidup negara-negara kaya lebih merusak lingkungan,ā katanya.
Ā
Terpopuler
1
Sinergi LPBINU Jatim dan MMB SPS Unair, Bersatu Hadapi Bencana
2
Gerakan Koin sebagai Pilar Kemandirian dan Konsolidasi NU
3
Menata Ulang Relasi Kiai dan Santri Ndalem
4
20 Dai Muda Jatim Resmi Jadi Kader Kemenag RI, Siap Berdakwah di Era Digital
5
Mengenal Kudapan Jalabiya, Jajanan Tradisional Kue Manis Khas Dungkek Madura
6
LF PBNU Tetapkan 1 Rabiul Awal 1447 H Jatuh pada Senin, 25 Agustus 2025
Terkini
Lihat Semua