Refleksi Hardiknas, Wakil Ketua Pergunu Sidoarjo Paparkan Banyaknya Kasus Kekerasan Anak
Kamis, 2 Mei 2024 | 18:00 WIB
Sidoarjo, NU Online Jatim
Wakil Ketua Pimpinan Cabang (PC) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Sidoarjo, M Fajar Sidik memberikan refleksi Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024. Tema besar Hardiknas 2024 adalah "Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar".
“Tidak menutup mata, kinerja Kemendikbudristek berdasarkan hasil survei kepuasan pemangku kepentingan atau Stakeholders Satisfication Survey (SSS) tahun 2022 indeks mencapai 85,9 persen masyarakat menyatakan puas,” katanya kepada NU Online Jatim, Kamis (02/04/2024).
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Akan tetapi ketika dibandingkan dengan dampak terhadap pendidikan karakter masih sangat minim. Terbukti, menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), pada tahun 2022 ada total 21.241 anak menjadi korban kekerasan di Indonesia. Kemudian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sekitar 3.800 kasus perundungan di Indonesia sepanjang tahun 2023.
Survei Asesmen Nasional tahun 2023 menunjukkan 34,51 persen peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26,9 persen peserta didik berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen berpotensi mengalami perundungan.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
“Kompas merilis hasil temuan Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) pada tanggal 1 Januari 2024 bahwa angka-angka yang disajikan KPPA ini cenderung naik dan bertambah dari tahun-tahun sebelumnya. Lalu pertanyaannya apa dampak dari kurikulum merdeka?,” terangnya.
Pria yang juga Kepala Sekolah SMPN 3 Krian itu belum melihat bukti yang selama ini digelorakan oleh Kemendikbudrsitek bahwa kurikulum merdeka mampu mewujudkan profil pelajar Pancasila. Oleh karena itu, Pergunu memandang ada bagian pada kurikulum yang belum menyentuh pada aspek fundamental.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
“Masih banyak pikiran-pikiran sesaat birokrat yang terlalu dipaksakan untuk diimplementasikan. Kurangnya analisis perencanaan, monitoring, evaluasi dan tindak lanjut yang seringkali tidak tuntas,” ujarnya.
Ki Hajar Dewantara sebagai Tokoh Pendidikan memang diangkat sebagai nilai yang digunakan pada implementasi kurikulum merdeka. Akan tetapi pada prakteknya di lapangan belum cukup menyentuh pada aspek kesadaran. Konten kebijakan tersebut tidak sebanding dengan istilahnya yang digunakan.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
“Masih sangat normatif dan administratif. Belum menyentuh pada jiwa guru. Kurikulum itu ada 2 macam yang harus dimaksimalkan, yang pertama adalah kurikulum untuk akal atau otak. Sedangkan yang kedua yakni kurikulum untuk ruh, batin, atau jiwa,” tandasnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND