Hari Santri bagi Generasi Z: Menempa Mental dan Karakter Diri
Ahad, 3 November 2024 | 15:00 WIB
Oleh: Muhammad Lazuardi Islami Yusuf *)
Tanpa terasa sudah sembilan tahun Joko Widodo sebagai Presiden RI kala itu meresmikan peringatan Hari Santri. Hal demikian merupakan suatu apresiasi pada segenap santri agar mereka dapat meneruskan semangat perjuangan para ulama-santri di masa lampau. Santri zaman ini hendaknya bisa meniru uswah dan semangat santri masa lalu untuk menatap masa depan lebih baik.
Dalam dunia pesantren, santri diharuskan menyesuaikan kesadaran mental dan emosional mereka dalam ruang lingkup pendidikan Islam yang bermukim di asrama selama 24 jam. Hal ini karena pesantren merupakan gambaran dari hidup bermasyarakat dalam ruang lingkup yang lebih kecil, yaitu interaksi antar teman di dalam area pondok.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Seorang pepatah pernah mengatakan: “Kalau engkau ingin tahu siapa dirimu, lihatlah siapa temanmu”. Jadi seperti itulah nantinya para santri akan membentuk mental dan karakternya. Dari interaksi antar teman dalam pondok, santri akan mengenal kehidupan bermasyarakat secara tidak langsung, dan akan belajar bagaimana menghadapi segala permasalahan yang diakibatkan dari interaksi mereka.
Namun dalam sudut pandang remaja saat ini, terutama generasi Z, mereka sering kali menggabungkan tradisi dengan inovasi modern. Mereka sering kali mengekspresikan sudut pandang mereka dengan media sosial. Biasanya, mereka berkolaborasi sesama santri untuk menghasilkan konten-konten kreatif berisi ajakan menuju sesuatu yang lebih baik.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Tentu, hal berbeda akan dialami santri yang tidak memanfaatkan kelebihan semacam ini. Seorang santri yang lebih sering berkumpul dengan temannya yang tidak mau untuk berkarya atau berinovasi dan hanya bermain-main, di kemudian hari mereka akan kebingungan dan tidak bisa menyesuaikan dengan lingkungan mereka.
Padahal, keterampilan santri berkaitan dengan hal teknis yang didasari pondasi ilmu agama yang kuat sangat diperlukan. Karena itu persoalan santri dewasa ini akan dihadapkan pada yaitu integrasi antara ilmu agama dengan sains dan teknologi.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Permasalahan klasik yang sering dihadapi dan paling umum adalah bagaimana cara santri merespons permasalahan pribadi terutama mereka yang masih menginjak usia remaja. Hal inilah yang ingin saya tekankan pada tulisan ini, yaitu terkait dengan emosi mengingat usia santri notabene masa remaja. Dengan demikian sangat jelas bahwa permasalahan remaja adalah titik labil pengendalian diri yang diharapkan para santri tidak sampai terjerumus pada arus yang kontra produktif.
Baca Juga
Memaknai Kata Santri
Dalam hal upaya pencegahan agar para remaja tidak terjerumus ke dalam permasalahan ini, hendaknya selalu diawasi dan diarahkan sesuai dengan kemampuan mereka. Meski hal demikian tidak terlampau cukup, setidaknya dapat menciptakan santri yang mampu bersaing dengan ide dan inovasi sewajarnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Di sisi lain, mereka perlu diberi kesempatan untuk bereaksi terhadap komunitas yang lebih beragam atau dengan cara praktik kehidupan di masyarakat yang sesungguhnya. Ini pula yang mendorong sejumlah pesantren ada program pengabdian, setelah para santri lulus dari pondok pesantren. Sehingga santri akan mengelaborasi segenap potensi yang dimiliki.
Peran pemerintah serta masyarakat juga perlu mendukung ekosistem santri dan pondok pesantren agar mereka menjadi pribadi yang tangguh. Dukungan itu seperti memfasilitasi para santri untuk program pengabdian. Di samping itu masyarakat juga perlu mengetahui bahwa pesantren adalah wadah untuk mendidik anak, dan apapun hasilnya tetap pasrahkan kepada pesantren karena bagaimanapun juga seorang pengasuh dan guru di pesantren pasti mendukung kegiatan para santri dan terus memantau hal-hal yang dilakukan santri di pesantren.
*) Muhammad Lazuardi Islami, siswa kelas XII MA Bilingual, Ponpes Al Amanah, Junwangi – Krian, Sidoarjo.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
ADVERTISEMENT BY ANYMIND