Dunia maya belakangan ini diramaikan oleh tren tarian yang dikenal dengan sebutan ‘Joget THR’. Tarian ini viral di berbagai platform media sosial dan banyak diikuti masyarakat dari berbagai kalangan/usia.
Gerakan yang enerjik dan lucu ini identik dengan suasana bahagia saat Hari Raya Idul Fitri, sehingga banyak yang menjadikannya bagian dari konten lebaran. Namun, dibalik popularitasnya, muncul berbagai spekulasi, termasuk tuduhan bahwa gerakan tersebut menyerupai ritual ibadah dari agama tertentu, bahkan dikaitkan dengan Yahudi.
Yang menarik, setelah ditelusuri, ternyata Joget THR berasal dari Finlandia, sebuah negara yang dulunya merupakan bagian dari Uni Soviet. Finlandia di huni oleh etnik Finnik, kelompok Baltik Siberia Barat Laut atau Rusia Barat yang memiliki tradisi budaya tersendiri. Salah satunya adalah ekspresi gerakan tubuh dalam bentuk tarian rakyat.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Joget THR, Bukan Ritual Yahudi
Joget ini bukan berasal dari budaya Arab atau Timur Tengah, apalagi ritual Yahudi seperti yang disangka sebagian warganet.
Video aslinya menampilkan warga Finlandia menari dalam suasana musim dingin, diiringi musik etnik khas wilayah tersebut yang kemudian di remix menjadi versi THR oleh kreator lokal. Dalam tradisi budaya mereka, gerakan seperti itu adalah bentuk ekspresi gembira dan tidak memiliki kaitan dengan doktrin keagamaan. Maka penting bagi umat Islam untuk bersikap bijak dalam menyikapi tren ini. Jangan terburu-buru mengharamkan, tetapi juga jangan ikut-ikutan secara membabi buta.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Islam mengajarkan sikap tabayyun atau klarifikasi terhadap segala informasi yang beredar. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti... (QS. Al-Hujurat: 6)
Perspektif Islam terhadap Joget THR
Dalam perspektif Islam, segala sesuatu yang bukan ibadah khusus (mahdhah) pada dasarnya dihukumi mubah (boleh), kecuali jika ada dalil yang melarangnya. Kaidah fikih menyatakan:
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يدل دليل على التحريم
Artinya: Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, selama tidak ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
Maka gerakan tarian tersebut tidak otomatis haram selama tidak mengandung unsur maksiat, membuka aurat, atau dilakukan di ruang publik secara tidak sopan. Namun Islam juga mengajarkan untuk menjaga adab, malu, dan kesopanan, terutama dalam konteks hiburan dan ekspresi diri. Jika gerakan joget dilakukan secara terbuka, mengundang lawan jenis, atau tanpa kontrol moral, maka nilai-nilai Islam pun bisa ternoda. Allah SWT mengingatkan:
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
Artinya: Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna. (QS. Al-Mu’minun: 3)
Joget yang hanya meniru tren tanpa nilai manfaat bisa tergolong perbuatan sia-sia (lagwun). Meski tidak haram, seyogyanya dihindari. Apalagi jika dilakukan secara viral dan menjadi tontonan publik tanpa batasan usia dan adab.
Rasulullah SAW sendiri tidak melarang hiburan selama dalam batas syar’i. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah membiarkan budak wanita bernyanyi saat hari raya:
إن لكل قوم عيدًا، وهذا عيدنا
Artinya: Setiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.
Dalam hal ini ekspresi kegembiraan boleh selama tidak melanggar adab Islam. Tarian yang senonoh, tertutup, dan dalam lingkungan privat bisa dibenarkan. Namun jika dilakukan secara massal, campur baur, dan mempertontonkan aurat, maka masuk dalam kategori yang merusak moral. Di sinilah prinsip dar’ul mafasid (menolak kerusakan) harus diutamakan atas jalbul mashalih (meraih manfaat).
Kaidah ushul menyebutkan:
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Artinya: Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan.
Joget THR adalah tren yang berasal dari Finlandia, bukan bagian dari ritual ibadah atau budaya agama tertentu. Dalam Islam, selama suatu perbuatan tidak bertentangan dengan syariat, maka hukum asalnya adalah mubah. Namun demikian, umat Islam harus tetap mempertimbangkan adab, etika, dan maslahat dalam mengikuti suatu tren.
Jika joget ini dilakukan dengan cara yang melanggar batas, atau bisa menimbulkan fitnah dan kemudaratan, maka lebih utama untuk ditinggalkan. Islam mendorong ekspresi kegembiraan, termasuk saat Idul Fitri, tetapi tetap dalam bingkai kesopanan dan nilai-nilai mulia.
Lebih baik kita manfaatkan momen viral untuk menyebarkan pesan positif, membangun ukhuwah, dan memperkuat akhlak umat, karena esensi dari lebaran adalah kembali kepada fitrah dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND