PWNU Jatim Sikapi Maraknya Pernikahan Dini hingga Stunting di Masyarakat
Sabtu, 25 Januari 2025 | 09:25 WIB

Wakil Ketua PWNU Jatim KH Muh Balya Firjaun Barlaman, saat sidang pleno rumpun Taswirul Afkar. (Foto: NOJ/ MR)
Probolinggo, NU Online Jatim
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim menggelar Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jumat (24/01/ 2025). Dalam kegiatan ini sekaligus dilaksanakan peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-102 NU.
Rakerwil PWNU Jatim diikuti jajaran pengurus baik unsur syuriyah maupun tanfidziyah, serta pengurus lembaga. Mereka menyimak setiap tahapan sidang pleno materi raker yang dibagi dalam 3 rumpun, yaitu Taswirul Afkar, Nahdlatut Tujjar, dan Nahdlatul Wathan.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Dalam pemaparannya, Pimpinan Komisi Taswirul Afkar, KH Muh Balya Firjaun Barlaman, menyampaikan bahwa di antara program kerja rumpun Taswirul Afkar adalah merespons problematika sosial keagamaan dalam prespektif fiqih yang menjadi prioritas nasional.
"Salah satu prioritas nasional yang harus dibahas oleh Lembaga Bahtsul Masa'il Nahdlatul Ulama (LBMNU) adalah maraknya pernikahan dini di masyarakat dan stunting," ujarnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Gus Firjaun yang juga Wakil Ketua PWNU Jatim, menyebutkan bahwa LBMNU harus segera membahas terkait dampak negatif pernikahan dini dan stunting. Nanti hasilnya akan di mbahas dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
"LBMNU bisa membahas dampak negatif pernikahan dini dari segi umur, keilmuan dan mental," terangnya.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Menurutnya, dampak dari pernikahan dini di antaranya adalah menyebabkan stunting dan perceraian. Maka dari itu untuk menyambut Indonesia emas, tugas LBMNU nanti mencari landasan dan disampaikan kepada BKKBN.
"Jika landasan hukum sudah diputuskan harapannya bisa menekan terjadinya pernikahan dini," jelasnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Dirinya menjelaskan bahwa maraknya pernikahan dini salah satunya disebabkan pola pikir masyarakat yang menganggap aib jika di usia 15 - 17 tahun belum mendapatkan jodoh.
"Banyak masyarakat pinggiran kota yang menganggap di usia 15-17 harus segera mendapatkan jodoh, jika tidak maka dianggap tidak laku," terangnya.
Selain itu, mantan Wakil Bupati Jember ini, menyampaikan penyebab lain dari pernikahan dini adalah anak tersebut tidak bisa sekolah dan tidak bisa kerja. Sehingga ‘solusinya’ dipasrahkan kepada orang lain dengan cara menikah.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
"Hal itu pernah terjadi di daerah Jember, yakni seorang anak usia 14 tahun dinikahkan karena tidak bisa sekolah dan tidak bisa bekerja," pungkasnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND