• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 30 April 2024

Keislaman

Benarkah Islam Menganjurkan Poligami dalam Pernikahan?

Benarkah Islam Menganjurkan Poligami dalam Pernikahan?
Ilustrasi kartun berpoligami (Foto:NOJ/nuonline)
Ilustrasi kartun berpoligami (Foto:NOJ/nuonline)

Oleh: Septhiana Lutfia Hajar*


Dalam sejarah Islam banyak mencatat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada kehidupan Rasulullah, sahabat, tabi’in, ataupun tabiut tabi’in. Salah satu kisah dalam kehidupan Rasulullah yang banyak diketahui oleh muslim salah satunya adalah kisah rumah tangga sang Rasul yang memiliki banyak istri atau disebut poligami. 


Berangkat dari kisah poligami sang Rasul, banyak muslim yang menganggap bahwa poligami merupakan salah satu sunnah Rasul yang baik untuk dicontoh yang kemudian anggapan tersebut seolah tervalidasi dengan adanya nash Al-Qur’an yang menyinggung mengenai poligami. 


Tak ayal perbincangan mengenai poligami ini tetap menjadi topik hangat yang menuai banyak pendapat dalam berbagai sisi. Namun, benarkah agama Islam sendiri mendukung bahkan menganjurkan poligami dalam sebuah kehidupan rumah tangga? 


Pada umumnya, banyak muslim menganggap poligami merupakan sunnah jika melihat dari kisah poligami Rasulullah sendiri, yaitu yang menikahi banyak perempuan melebihi batas dalam Al-Qur’an. Sebagaimana dalam Qs. An-Nisa [4]:3


وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

 

Artinya: Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.



Melihat sepintas redaksi ayat tersebut seolah menjadi validasi bahwa poligami memang dianjurkan dalam Islam. Akan tetapi dalam proses memahami ayat Al-Qur’an bukan hanya dengan melihat redaksi ayat saja namun perlu diperhatikan kembali mengenai kontekstualisasi dari ayat tersebut.


Tafsir Qs. An-Nisa ayat 3


Bisa kita lihat dari beberapa tafsir ulama, seperti pada tafsir ath-Thabari karya Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari disebutkan bahwa “Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya)….” 


Maksudnya yaitu jika para wali anak-anak yatim yang ingin menikahinya tidak dapat berlaku adil dalam memberikan mahar kepada mereka sesuai dengan yang biasa diberikan kepada perempuan-perempuan pada umumnya, maka janganlah kalian menikahinya. Akan tetapi, nikahilah wanita-wanita selain mereka.


Dalam tafsir Al-Qurthubi disebutkan, bahwa jikalau ada anak gadis yatim yang berada dalam perlindungan dan bimbingan walinya dan ia terkagum-kagum dengan harta dan kecantikannya, sehingga ia ingin menikahi anak gadis yatim itu tanpa memberi mahar secara adil. Selanjutnya mereka (wali) dilarang menikahi perempuan yatim selama tidak dapat berlaku adil dalam memberi mahar dan nafkah. Dan memerintahkan para wali tersebut untuk menikahi wanita-wanita lain.


Dengan demikian, para mufassir sepakat bahwa sebab nuzul Qs. An-Nisa ayat 3 ini berkenaan dengan perbuatan wali yang tidak adil terhadap anak yatim yang berada dalam perlindungan mereka. Yang kemudian para wali tersebut tertarik terhadap harta dan kecantikan anak yatim dan menikahinya dengan tujuan untuk menguasai harta tersebut. 


Di lain sisi, persoalan mengenai anak yatim seringkali menjadi korban ketidakadilan sebab mereka tidak terlindungi, oleh karena itu Al-Qur’an merespon dengan diturunkannya ayat mengenai persoalan tersebut. 


Kontekstualitas pernikahan Rasulullah


Dalam memahami catatan sejarah mengenai kisah pernikahan Rasulullah yang menikahi banyak perempuan tidak terlepas dari situasi dan kondisi saat itu yang penting harus dipahami agar tidak terjadi kekeliruan. Dalam nash Al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa kebolehan poligami hanya sebatas empat orang perempuan, lantas mengapa Rasulullah memiliki istri lebih dari yang ditentukan?


Rasulullah merupakan utusan Allah Swt yang memiliki tugas khusus demi mensyiarkan dakwah Islam pada masa itu. Dalam proses berdakwah, Rasulullah tentu menemukan banyak kesukaran yang kemudian hal tersebut dapat dipecahkan dengan jalan pernikahan. Poligami yang dilakukan oleh Rasulullah tidak lepas dari prinsip-prinsip moral dan akhlak mulia, beliau tidak menjadikan poligami sebagai kebajikan yang sunnah dilakukan begitu saja oleh setiap muslim tanpa adanya kondisi-kondisi tertentu.


Adapun pernikahan Rasulullah dengan sekian banyak perempuan berkaitan erat dengan tugas beliau sebagai Nabi dan Rasul serta alasan syar’i karena keistimewaan Rasul. Lembaga Fatwa Mesir, Dar al-Ifta mengemukakan setidaknya ada tiga alasan yang mendasari pernikahan Rasul dengan para istrinya.


Sebut saja pernikahan dengan Saudah binti Zam’ah dan Ummu Salamah binti Abu Umayyah yang dinikahi Rasul sebab faktor sosial, yaitu adanya rasa kemanusiaan mulia yang dimiliki Rasulullah terhadap janda tua yang memiliki banyak tanggungan dalam kehidupan.


Kemudian pernikahan Rasulullah dengan Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq dan Zainab binti Jahsy yang dilandasi oleh faktor ilahiyah, yaitu berangkat dari perintah Allah Swt dengan tujuan syar’i.


Adapula pernikahan Rasulullah dengan Juwairiyah binti al-Harits dan Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan yang disebabkan faktor politik dengan tujuan mempermudah dakwah Islam di kalangan masyarakat Arab jahiliyah saat itu.


Kesimpulan yang penting kita catat bahwa praktik poligami sudah marak terjadi di kalangan masyarakat Arab pra-Islam. Oleh karena itu, tidak bisa dikatakan bahwa Islam merupakan agama yang membawa praktik poligami dalam kehidupan saat ini.


Kemudian adanya ayat mengenai poligami seperti di atas sejatinya bukan sebagai anjuran untuk berpoligami melainkan menjadi solusi bagi upaya pemberdayaan perempuan. Namun demikian, hal itu bukan tanpa syarat.


Poligami hanya bisa diterima apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, salah satunya syarat keadilan suami kepada istri-istrinya, sesuai dengan firman Allah Swt “…Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja…” (Qs. An-Nisa [4]:3). Keterkaitan poligami dengan syarat-syarat ini menunjukkan bahwa yang dituju oleh Islam sesungguhnya adalah monogami.


*Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya


Keislaman Terbaru