• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

Beragam Pendapat Ulama tentang Peristiwa Isra' Mi'raj

Beragam Pendapat Ulama tentang Peristiwa Isra' Mi'raj
Ulama berbeda pandangan soal kapan peristiwa Isra' Mi'raj. (Foto: NOJ/IPs)
Ulama berbeda pandangan soal kapan peristiwa Isra' Mi'raj. (Foto: NOJ/IPs)

Bulan merupakan bagian dari asyhurul hurum yang di dalamnya terdapat sebuah peristiwa besar dalam sejarah Islam, yaitu Isra’ dan Mi’raj.

 

Sebagaimana lazimnya diketahui oleh semua orang, Isra’ dan Mi’raj umumnya diperingati pada tanggal 27 Rajab karena populernya terjadi pada tanggal tersebut. Bahkan negara secara khusus menyediakan libur secara nasional setiap tahun pada tanggal masehi yang bertepatan dengan tanggal 27 Rajab.

 

Lantas, apakah bisa dipastikan jika peristiwa besar dalam sejarah Islam tersebut memang benar-benar terjadi pada tanggal tersebut?

  

Para ulama berbeda pendapat terkait waktu terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini. Sofiyurrahman al-Mubarakfuri dalam Rakhiqul Makhtum-nya menyebutkan enam macam pendapat yang menjelaskan waktu terjadinya Isra’ dan Mi’raj. Tetapi tidak ada satu pun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra’ dan Mi’raj.

 

Hal ini didukung oleh Al-Aini dalam Umdatul Qari-nya dan An-Nawawi dalam Al-Minhaj-nya menyebutkan beberapa tanggal terjadinya Isra’ dan Mi’raj.

 

Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada tahun kedua setelah diutusnya Nabi Muhammad sebagai Nabi.

 

Kedua, Isra’ dan Mi’raj terjadi pada tahun ke-5 setelah diutusnya Nabi. Pendapat ini diamini oleh An-Nawawi dan Al-Qurthuby.

 

Ketiga, pendapat yang dipilih oleh Al-Manshur Faury, yakni pendapat yang lumrah dan populer di kalangan masyarakat, 27 Rajab tahun ke-10 setelah diutusnya Nabi.

 

Keempat, pendapat Amam Al-Baihaqi yang mengutip pendapat Az-Zuhri, Isra’ dan Mi’raj terjadi pada Rabi’ul Awal tahun ke-13 setelah diutusnya Nabi, yakni satu tahun sebelum hijrahnya Nabi ke Madinah.

 

Kelima, menurut pendapat As-Sadi, Isra’ dan Mi’raj terjadi pada sembilan belas bulan sebelum peristiwa hijrah, yakni bertepatan dengan bulan Dzul Qa’dah.

 

Keenam, menurut Al-Harby, Isra’ dan Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rabiul Akhir satu tahun sebelum hijrahnya Nabi.

 

Ketujuh, pada bulan Ramadlan tahun ke-12 setelah kenabian, yakni enam belas bulan sebelum hijrahnya Nabi.

 

Kedelapan, pada bulan Muharram 13 tahun setelah kenabian, yaitu bertepatan dengan satu tahun dua bulan sebelum hijrahnya Nabi.

  

Selain beberapa pendapat di atas, ada juga pendapat yang sangat lemah, yaitu terjadinya Isra’ dan Mi’raj sebelum Rasulullah SAW diangkat sebagai Nabi. Hal ini dibantah oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj-nya.

 

An-Nawawi menyebutkan bahwa pada malam Isra’ dan Mi’raj tersebut Nabi diperintahkan untuk mengerjakan shalat. Dan tidak mungkin hal itu terjadi jika Nabi belum mendapatkan wahyu.

 

Hal ini juga dibuktikan dengan pendapat Ibnu Hisyam bahwa pada saat terjadinya Isra’ dan Mi’raj, Islam sudah tersebar di Kota Mekkah.

 

Pendapat lain mengatakan bahwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada Jumat pertama bulan Rajab. Malam itu adalah renungan atau malam kesedihan di mana Nabi merasa sedih karena ditinggalkan oleh paman dan istri tercintanya, Khadijah. Namun menurut Al-Aini, pendapat ini tidak memiliki dasar sumbernya.

  

Dari berbagai pendapat tersebut, manakah yang paling benar atau minimal mendekati benar? Secara pasti memang tidak bisa disimpulkan pendapat mana yang paling benar. Hanya saja, semua pendapat tersebut mengarah kepada dua hal, yakni Isra’ dan Mi’raj terjadi setelah diutusnya Nabi Muhammad sebagai nabi dan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah.

 

Perbedaan ini dipengaruhi gaya perhitungan yang berbeda oleh masing-masing pendapat. Ada pendapat yang mendasarkan pada sebuah kejadian, seperti sudah tersebarnya Islam di Mekkah dan lain sebagainya. Dan ada yang mengacu pada jumlah bulan setelah diutusnya Nabi ataupun sebelum hijrahnya Nabi. Sehingga wajar jika menimbulkan banyak pendapat.

 

Kapan seharusnya kita memperingati Isra dan Miraj? Yang paling penting pada momen peringatan Isra’ dan Mi’raj adalah semangatnya, yaitu semangat untuk selalu mengingat usaha dan jerih payah Nabi Muhammad SAW untuk umatnya. Terlebih dalam hal bilangan shalat fardhu, serta kisah-kisah pertemuan Nabi dengan berbagai kejadian yang mengiringi Isra’ dan Mi’raj.

 

Karena yang paling penting adalah belajar dari kejadian-kejadian tersebut dan muhasabah diri agar menjadi umat Nabi Muhammad SAW yang taat terhadap semua tuntunan-tuntunanya. Wallahu a’lam.​​​​​


Editor:

Keislaman Terbaru