• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Keislaman

Bolehkan Jamak Shalat saat Melakukan Perjalanan Pendek?

Bolehkan Jamak Shalat saat Melakukan Perjalanan Pendek?
Perjalanan jarak pendek apakah boleh menjamak shalat? (Foto: NOJ/BLt)
Perjalanan jarak pendek apakah boleh menjamak shalat? (Foto: NOJ/BLt)

Di antara rukhshah atau keringanan yang diberikan Islam kepada mereka yang melakukan perjalanan adalah menjamak shalat. Masalahnya, bagaimana kalau perjalanan yang ditempuh tidak terlampau jauh atau jarak pendek?

 

Jamak (menghimpun dua shalat) dan qashar (mengurangi jumlah rakaat shalat) merupakan rukhshah atau bentuk keringanan dari Islam untuk mereka yang mengadakan perjalanan jauh berdasarkan sejumlah riwayat hadits. 

 

Sebagian ulama fiqih menetapkan kebolehan jamak dan qashar shalat untuk perjalanan minimal dua marhalah/16 farsakh (48 mil)/4 barid/perjalanan 2 hari. 

  

Meskipun demikian, ulama berbeda pendapat perihal jarak konkretnya. Sebagian ulama mengatakan, dua marhalah berjarak 80,64 km. Sebagian ulama mengatakan, dua marhalah berjarak 88, 704 km. 

 

Ulama Hanafiyah menyebut jarak tempuh 96 km untuk dua marhalah. Sementara mayoritas ulama mengatakan, dua marhalah berjarak 119,9 km. 

 

Masalah ini pernah dibahas dalam Konferensi Besar Ke-1 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta pada 21-25 Syawal 1379 H/18-22 April 1960 M. 

  

Para kiai mencoba menjawab usulan pertanyaan perihal kebolehan jamak dan qashar shalat bagi orang yang berpergian kurang dari dua marhalah. Para kiai ketika itu menjawab bahwa tidak ada pendapat ulama yang terbilang memperbolehkan qashar shalat dalam perjalanan yang kurang dari dua marhalah. 

 

Tetapi kalau menjamak dua shalat sewaktu di rumah, memang ada pendapat yang memperbolehkan sejauh ada hajat dan tidak menjadi kebiasaan.

 

 وَذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنَ اْلأَئِمَّةِ إِلَى جَوَازِ الْجَمْعِ فِيْ الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ لِمَنْ لاَ يَتَّخِذُهُ عَادَةً وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ سِيْرِيْنَ وَأَشْهَبَ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكِ وَحَكَاهُ الْخَطَّابِيُّ عَنِ الْقَفَّالِ وَالشَّاشِي الْكَبِيْرِ مِنْ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ عَنْ أَبِي إِسْحاَقَ الْمَرْوَزِي عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ وَاخْتَارَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ 

 

Artinya: Sejumlah imam berpendapat tentang kebolehan menjamak shalat di rumah karena hajat bagi orang yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Itu adalah pendapat Ibnu Sirin, Asyhab murid Imam Malik. Al-Khaththabi menghikayatkan pendapat ini dari Al-Qaffal, Al-Syasyi al-Kabir murid As-Syafi’i, dari Abu Ishaq al-Marwazi dari sekelompok ulama ahli hadits. Pendapat itu dipilih pula oleh Ibnul Mundzir. (lihat An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, [Cairo, As-Sya’b: 1390 H], jilid II, halaman 359). 

 

Dari keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa jamak dan qashar shalat ada dua hal berbeda. Jamak shalat pada perjalanan di bawah dua marhalah diperbolehkan sejauh ada hajat yang dibenarkan oleh syara’. 

 

Sangat disarankan jamak shalat pada perjalanan kurang dari dua marhalah ini tidak dibiasakan karena kebolehannya hanya bersifat pengecualian.


Editor:

Keislaman Terbaru