• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Hukum Menikah hanya karena Menghindari Zina, Bolehkah?

Hukum Menikah hanya karena Menghindari Zina, Bolehkah?
Ilustrasi menikah. (Foto: NOJ/ ISt)
Ilustrasi menikah. (Foto: NOJ/ ISt)

Sebagian orang menikah atau menggunakan pernikahan hanya sebagai cara untuk menghindari zina yang korelasinya dengan ihwal nafsu semata. Sementara aspek lain seperti memberi nafkah untuk istri seakan berada di urutan kesekian. Lantas, apakah praktik demikian menyalahi syari'at?

 

Pada dasarnya salah satu cara untuk menghindari perzinahan adalah dengan menikah. Menikah dalam konteks ini jelas menikah dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Kedua pasangan yang menikah (suami-isteri) dituntut untuk menjalankan kewajiban dan memenuhi haknya masing-masing.

 

Pihak suami dituntut untuk memenuhi kebutuhan isterinya, baik kebutuhan lahir maupun batin, sedang pihak isteri juga diwajibkan melayani suaminya dengan sebaik mungkin. Intinya, keduanya memiliki kewajiban dan hak masing-masing yang harus dipenuhi.

 

Konsekwensi dari adanya akad nikah yang sah bukan hanya halalnya pihak isteri untuk digauli saja, tetapi ada kewajiban lain yaitu memberi nafkah. Kewajiban memberikan nafkah kepada isteri ini sepanjang ia tidak enggan untuk menyerahkan dirinya (tidak nusyuz). Apabila dalam konteks ini, suami tidak memberikan nafkah kepada isterinya, maka isteri berhak menuntut nafkah melalui pengadilan dan mengambilnya dengan paksa dari suaminya.

 

اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى وُجُوبِ النَّفَقَةِ لِلزَّوْجَةِ عَلَى زَوْجِهَا بِالْعَقْدِ الصَّحِيحِ مَا لَمْ تَمْتَنِعْ مِنَ التَّمْكِينِ، فَإِذَا لَمْ يَقُمِ الزَّوْجُ بِهَا لِغَيْرِ مَانِعٍ مِنَ الزَّوْجَةِ كَانَ لَهَا حَقُّ طَلَبِهَا مِنْهُ بِالْقَضَاءِ، وَأَخْذُهَا جَبْرًا عَنْهُ

 

Artinya: “Para pakar fikih telah sepakat bahwa suami wajib memberikan nafkah kepada isterinya sebab adanya akad yang sah sepanjangsteri tidak enggan untuk menyerahkan dirinya. Konsekwensinya ketika si suami tidak memenuhi nafkah kepada isterinya bukan karena adanya mani` dari isteri itu sendiri maka isteri memiliki hak untuk menuntut nafkah dari suami melalui pengadilan dan mengambilnya dengan paksa darinya.” (Lihat: Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah-Kuwait, al-Mausu`ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, cet ke-1, Mesir-Mathabi’ Dar ash-Shafwah, juz, 29, hal. 58)

 

Berangkat dari penjelasan singkat ini maka jika seorang menikahi seorang perempuan kemudian tidak memberikan nafkah seperti sandang dan pangan, maka jelas ia telah melakukan pelanggaran syariat. Sebab, memberikan nafkah tersebut adalah wajib bagi suami sepanjang isteri tidak enggan untuk menyerahkan diri atau tidak melakukan nusyuz. Dan jika nafkah tidak dipenuhi, maka pihak isteri bisa menuntutnya melalui pengadilan dan mengambilnya dengan paksa.

 

Namun apabila ada seorang laki-laki sudah mengetahui bahwa dirinya tidak mampu memberikan nafkah seperti sandang dan pangan kepada calon isterinya maka tidak halal baginya untuk menikahinya kecuali ia menjelaskan atau berterus terang dengan ketidakmampuannya tersebut kepada calon isterinya, dan si calon isteri menerima dengan penuh kerelaan atas keadaannya. Hal ini sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an karya al-Qurthubi:

 

فَمَتَى عَلِمَ الزَّوْجُ أَنَّهُ يَعْجِزُ عَنْ نَفَقَةِ زَوْجَتِهِ أَوْ صَدَاقِهَا أَوْ شَئٍْمِنْ حُقُوقِهَا الْوَاجِبَةِ عَلَيْهِ فَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا حَتَّى يُبَيِّن َلَهَا، أَوْ يَعْلَمَ مِنْ نَفْسِهِالْقُدْرَةَعَلَىأَدَاءِحُقُوقِهَا

 

Artinya: “Apabila (calon) suami tahu bahwa ia tidak mampu untuk memenuhi nafkah atau mahar atau sesuatu yang menjadi hak isteri maka tidak halal baginya untuk menikahinya sebelum ia menjelaskannya kepada (calon) isteri (bahwa dirinya tidak mampu menenuhi semua yang menjadi haknya), atau sampaiia mengetahui bahwa dirinya mampu untuk memenuhi hak isteri.” (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an, Kairo-Dar al-Kutub al-Mishriyyah, cet ke-1, 1384 H/1964 M, juz, 3, hal. 153)
 

 

Bagi kaum lelaki yang memiliki hasrat yang menggebu-gebu sehingga ingin segera menikah, tetapi tidak mampu untuk memberi nafkah kepada calon isterinya, maka sebaiknya ia memperbanyak puasa untuk mengendalikan hasratnya.


Keislaman Terbaru