• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 4 Desember 2024

Keislaman

Nabi Muhammad Menikahi Sayyidah Aisyah di Bulan Syawal

Nabi Muhammad Menikahi Sayyidah Aisyah di Bulan Syawal
Syawal merupakan waktu yang sangat dianjurkan untuk menikah. (Foto: NOJ/KLr)
Syawal merupakan waktu yang sangat dianjurkan untuk menikah. (Foto: NOJ/KLr)

Sekadar diketahui bahwa Nabi Muhammad SAW menikah di bulan Syawal. Karenanya, bagi kalangan yang ingin segera mengakhiri kesendirian, ada baiknya menjadikan bulan Syawal ini sebagai waktu untuk menikah. Menemukan pendamping hidup, sekaligus mengikuti sunah Nabi.


Merujuk hadits riwayat Bukhari-Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW menikahi Sayyidah Aisyah dan menggaulinya pada bulan Syawal. Berikut ini adalah teks haditsnya;


 عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي.... متفق عليه.


Artinya: Dari Aisyah RA ia berkata: Rasulullah SAW menikahi aku pada bulan Syawal dan menggauliku (pertama kali juga, pent) pada bulan Syawal. Lalu manakah istri-istri beliau SAW yang lebih beruntung dan dekat di hatinya dibanding aku? (Muttafaq ‘Alaih).


Menurut Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, hadits ini mengandung anjuran untuk menikahkan, menikah, atau berhubungan suami-istri pada bulan Syawal. Dengan hadits ini pula para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i menegaskan pandangan atas kesunahan hal tersebut.


Lebih lanjut, Muhyiddin Syaraf an-Nawawi menyatakan bahwa perkataan Sayyidah Aisyah RA di atas ditujukan untuk menyangkal kemakruhan menikah, menikahkan, atau berhubungan suami-istri di bulan Syawal, yang telah menjadi praktik pada masa jahiliyah dan menguasai pikiran sebagian orang awam pada saat itu.


فِيهِ اسْتِحْبَابُ التَّزْوِيجِ وَالتَّزَوُّجِ وَالدُّخُولِ فِي شَوَّالٍ، وَقَدْ نَصَّ أَصْحَابُنَا عَلَى اسْتِحْبَابِهِ، وَاسْتَدَّلُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ وَقَصَدَتْ عَائِشَةُ بِهَذَا الْكَلَامِ رُدَّ مَا كَانَتِ الْجَاهِلِيَّةُ عَلَيْهِ وَمَا يَتَخَيَّلُهُ بَعْضُ الْعَوَامِ اليَوْمَ مِنْ كَرَاهَةِ التَّزَوُّجِ وَالتَّزْوِيجِ وَالدُّخُولِ فِي شَوَّالٍ وَهَذَا بَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ وَهُوَ مِنْ آثَارِ الْجاَهِلِيَّةِ كَانُوا يَتَطَيَّرُونَ بِذَلِكَ لِمَا فِي اسْمِ شَوَّالٍ مِنَ الْاِشَالَةِ وَالرَّفْعِ


Artinya: Hadits ini mengandung anjuran untuk menikahkan, menikah, atau dukhul pada bulan Syawal sebagaimana pendapat yang ditegaskan oleh para ulama dari kalangan kami (madzhab Syafi’i). Mereka berargumen dengan hadits ini, Siti Aisyah RA dengan perkataan ini bermaksud menyangkal apa yang telah dipraktikkan pada masa jahiliyah dan yang menguasai alam pikiran sebagian orang awam pada saat itu bahwa makruh menikah, menikahkan atau berhubungan suami istri di bulan Syawal. Padahal ini merupakan kebatilan yang tidak memiliki dasar dan pengaruh pandangan orang jahiliyah yang menganggap sial bulan tersebut karena kata Syawal yang diambil dari 'isyalah' dan 'raf̕’' (mengangkat). (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahihi Muslim bin al-Hajjaj, Beirut-Daru Ihya`it Turats Al-‘Arabi, cet ke-2, 1392 H, juz IX, halaman: 209).


Berpijak dari penjelasan singkat ini, kita dapat memahami di samping puasa 6 hari di bulan Syawal, ada juga dianjurkan lain pada bulan Syawal yaitu menikah, menikahkan, atau berhubungan suami-istri.


Pendek kata, Syawal menurut para ulama dari kalangan madzhab Syafi’i merupakan waktu yang sangat dianjurkan untuk menikah. Namun dalam konteks ini mesti dipahami apabila memungkinkan menikah pada bulan itu. Begitu juga pada bulan yang lain adalah sama, sehingga jika ada alasan untuk menikah pada bulan di luar bulan Syawal, laksanakanlah pernikahan tersebut.


Bulan lain yang juga dianjurkan untuk menikah adalah bulan Shafar dengan dasar riwayat Az-Zuhri yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menikahkan putrinya Sayyidah Aisyah RA dengan Ali bin Abi Thalib RA pada bulan tersebut.


 وَقَوْلُهُ وَيُسَنُّ أَنْ يَتَزَوَّجَ فِي شَوَّالٍ أَيْ حَيْثُ كَانَ يُمْكِنُهُ فِيهِ وَفِي غَيْرِهِ عَلَى السَّوَاءِ فَإِنْ وُجِدَ سَبَبٌ لِلنِّكَاحِ فِي غَيْرِهِ فَعَلَهُ وَصَحَّ التَّرْغِيبُ فِي الصَّفَرِ أَيْضًا رَوَى الزُّهْرِيُّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّجَ ابْنَتَهُ فَاطِمَةَ عَلِيًّا فِي شَهْرِ صَفَرٍ عَلَى رَأْسِ اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا مِنْ - الْهِجْرَةِ ا هـ


Artinya: Pernyataan, ‘Dianjurkan untuk menikah pada bulan Syawal’, maksudnya adalah sekiranya memungkinkan untuk dilaksanakan pada bulan tersebut, sedangkan pada bulan yang lain juga sama. Apabila ditemukan sebab untuk menikah di bulan selain Syawal, laksanakanlah. Begitu juga anjuran untuk menikah pada bulan Shafar adalah sahih, dan dalam hal ini Az-Zuhri meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menikahkan putrinya yaitu Sayyidah Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib RA pada bulan Shafar pada penghujung bulan ke dua belas dari hijrah. (Lihat: Abdul Hamid Asy-Syirwani, Hasyiyatus Syirwani, Mesir-Maktbah Mushtafa Muhammad, tanpa tahun, juz VII, halaman: 189-190).
 

 

Bagi orang yang memang sudah siap dan memungkinkan untuk menikah pada bulan Syawal, maka inilah saat yang baik, sebagaimana pernikahan Rasulullah SAW dengan Sayyidah Aisyah RA, meskipun baik juga dilaksanakan pada bulan-bulan lain. Wallahu a'lam.


Keislaman Terbaru