Puasa Syawal selama 6 hari demikian disarankan bagi kaum muslimin yang sudah merampungkan puasa Ramadhan. Demikian dianjurkan, sehingga bagi yang berhalangan mengerjakan untuk mengganti di bulan lain. Demikian pula pahala yang terkandung demikian agung.
Niat puasa Syawal dan sebagaimana puasa sunah lainnya tidak mesti dilakukan di malam hari atau sebelum terbit fajar. Mereka yang malam harinya tak berniat, tapi mendadak di pagi atau siang hari ingin mengamalkan puasa Syawal, diperbolehkan baginya berniat sejak ia berkehendak puasa sunah saat itu juga. Tentu saja dengan catatan, sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.
Niat tersebut cukup digetarkan di dalam hati bahwa ia bersengaja akan menunaikan puasa sunah Syawal. Tanpa mengucapkan niat secara lisan, puasa sudah sah. Untuk memantapkan, ulama menganjurkan melafalkannya sebagai berikut:
Untuk niat malam hari:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ
Artinya: Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah Taala.
Untuk niat siang hari:
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi Ta‘âlâ
Artinya: Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah Taala.
Tiba-tiba Berhenti Puasa
Bolehkah berhenti puasa di tengah jalan karena ada alasan tertentu, misalnya karena sedang bertamu atau menghormati tamu? Boleh. Rasulullah sendiri pernah menegur sahabatnya saat bertamu dan disuguhi makanan tapi ia menolak karena ia sedang berpuasa sunah. Nabi pun memintanya membatalkan dan mengqadlanya di lain hari (lihat hadits riwayat ad-Daruquthni dan al-Baihaqi).
Para ulama akhirnya merumuskan, ketika tuan rumah keberatan atas puasa sunnah tamunya, maka hukum membatalkan puasa sunnah baginya untuk menyenangkan hati (idkhalus surur) tuan rumah adalah sunnah karena perintah Nabi SAW dalam hadits tersebut. Bahkan dalam kondisi seperti ini dikatakan, pahala membatalkan puasa lebih utama daripada pahala berpuasa. Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, III: halaman 36).
Bila ada indikasi kuat puasa kita tak mengganggu perasaan orang lain atau tak menimbulkan kendala-kendala untuk sesuatu yang juga penting, sebaiknya puasa dituntaskan hingga maghrib. Bila yang terjadi sebaliknya, maka boleh dibatalkan karena masih ada alternatif hari lain untuk menunaikannya.
Selamat mengisi Syawal dengan puasa sunah, semoga dimudahkan dalam menuntaskannya.