• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Keislaman

Pakaian Baru Langsung Digunakan, Apakah Suci?

Pakaian Baru Langsung Digunakan, Apakah Suci?
Baju baru apakah najis atau suci?. (Foto: NOJ/JUi)
Baju baru apakah najis atau suci?. (Foto: NOJ/JUi)

Salah satu kurnia yang kerap diterima adalah pakaian baru. Baik itu pemberian dari orang lain, maupun dengan membeli sendiri. Masalahnya, bagaimana kalau pakaian tersebut langsung dikenakan untuk shalat misalnya?

 

Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Pakaian sering dikelompokkan ke dalam jenis kebutuhan primer. Sebagai kebutuhan pokok, pakaian berfungsi sebagai penutup aurat yang dalam Islam hukumnya adalah wajib. Maka wajib pula bagi individu memiliki pakaian yang cukup untuk menutup auratnya. Tidak harus mewah dan beragam, yang penting aurat itu tertutup dengan rapat.  

 

Hanya saja di zaman sekarang ini macam pakaian sungguh amat ragamnya. Baik merk, kwalitas, maupun modenya yang terus berubah. Sehingga dinamika dalam dunia mode terus berkembang, baik karena tuntunan nilai guna dan fungsi saja tetapi juga tuntutan pasar.

 

Artikel diambil dariBaju Baru, Suci atau Najis?

 

Hal inilah yang menjadi salah satu faktor seseorang memiliki banyak pakaian. Sehingga mereka dapat berganti-ganti memakainya. Jika salah satu pakaian telah dipakai dan dianggap kotor ataupun terkena najis maka seseorang akan menggantinya dengan yang bersih dan suci, begitulah keadaan yang kesehariannya dialami seseorang.  

 

Pakaian yang dianggap telah kotor dan najis akan dicuci kembali menggunakan air dengan tujuan supaya kembali bersih dan suci lalu bisa digunakan untuk beribadah seperti shalat dan ibadah lain. Ketika seseorang memiliki pakaian yang telah usang dan warna pakaian yang memudar, kecondongan akan muncul untuk membeli pakaian baru.  

 

Tidak ada larangan membeli pakaian baru meskipun pakaian yang lama masih layak untuk dipakai, tentu tiada lain tujuan membelinya adalah untuk menutup aurat, agar terlihat rapi dan menjaga kebersihan. Kebingungan dan keragu-raguan akan kesucian pakaian baru terkadang menjadi beban tersendiri, dikarenakan jika seseorang membeli pakaian baru entah itu kemeja, celana, sarung dan lain-lain merasa was-was akan kesucian pakaian tersebut.  

 

Maka untuk solusi menghilangkan rasa keragu-raguan apakah pakaian tersebut suci atau tidak, sebagian ulama memberi penjelasan bahwa pakaian yang baru saja ia beli dihukumi suci karena asal dari pada sesuatu itu suci selama tidak ada hal-hal yang membuatnya terkena najis, seperti baju yang terbuat dari campuran kulit bangkai hewan, atau terbuat dari campuran sesuatu yang najis, maka jika diketahui itu semua, baju tersebut dihukumi najis.

 

Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitabnya Al-Asybah Wa al-Nadlair menjelaskan:

 

قَاعِدَة: الْأَصْلُ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيم  

 

Artinya: Salah satu kaidah fiqhiyah berbunyi: Asal sesuatu itu hukumnya mubah, sampai ada dalil yang mengharamkannya.  

 

Kaidah fiqhiyah ini memberi penegasan bahwa sesuatu misalnya hewan atau apapun dihukumi mubah dan halal selama tidak didapati dalil yang mengharamkannya.

 

Jika kaidah ini disesuaikan dengan akar masalah di atas, maka seseorang yang membeli baju baru namun ia dilanda keragu-raguan apakah baju tersebut suci atau najis, atau terbuat dari barang yang suci ataukah najis, kesucian baju tersebut menjadi hukum yang dimenangkan dalam artian baju baru itu dihukumi suci selama tidak diketahui ada sesuatu yang membuatnya menjadi najis.   

 

Jika diketahui bahwa baju itu terdapat sebuah najis yang menempel maka hukum baju tersebut tidak bisa dibawa ke hukum asal, karena telah diketahui ada najis yang menempel. Kaidah ini berlaku jika tidak diketahui asal muasal apakah baju tersebut suci ataukah najis, maka boleh dibawa ke hukum asal yang mengatakan bahwa asal sesuatu tersebut suci selama tidak ada dalil atau bukti yang menyebutkan mengenai najisnya baju tersebut. 


Editor:

Keislaman Terbaru