• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 15 Oktober 2024

Madura

Kajian Tematik Lakpesdam NU di Sumenep Bahas Bom Bunuh Diri

Kajian Tematik Lakpesdam NU di Sumenep Bahas Bom Bunuh Diri
KH Madzkur Wasik (pegang mik), saat agenda Kajian Tematik Lakpesdam NU Pragaan, Sumenep.
KH Madzkur Wasik (pegang mik), saat agenda Kajian Tematik Lakpesdam NU Pragaan, Sumenep.

Sumenep, NU Online Jatim
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Pragaan, Sumenep menggelar kajian tematik membahas soal bom bunuh diri. Kegiatan tersebut dipusatkan di aula Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Pragaan, Sumenep, Sabtu (18/06/2022).


Dalam kesempatan ini, Wakil Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Sumenep KH Madzkur Wasik mengatakan, aksi bom bunuh diri yang dilakukan di masjid, pasar dan sebagainya, bukan mati syahid, karena tidak ada pembelaan yang dilakukannya.


“Mereka sendiri yang meledakkan diri, bukan dalam situasi perang atau dalam keadaan aman. Mereka berani melakukan demikian hanya dengan tawaran agar cepat bertemu dengan bidadari di surga,” ungkapnya.


Kiai Madzkur mengatakan, wafatnya Syekh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi di masjid saat mengajar tafsir, karena bom bunuh diri. Oknum bom bunuh diri tersebut telah membunuh saudara seiman. Dan yang melakukan demikian mati tidak dalam keadaan syahid.


"Banyak orang yang yang berani mati daripada hidup. Karena kenyataan hidup mungkin terlalu pahit," sitir dawuh Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri.


Pengasuh Pondok Pesantren Annajah 1 Karduluk itu menceritakan kisah sahabat Al-Barra bin Malik, saudara dari Anas bin Malik yang berani masuk ke dalam benteng musuh dan bertarung dengan pedangnya.


"Ada 87 tusukan mencederai tubuhnya. Uniknya, ia tidak wafat. Jika memang terbunuh, ia mati syahid, karena ada perlawanan. Sama halnya dengan kisah sahabat yang awalnya menebas musuh, tetapi pedangnya mengenai diri sendiri. Juga sahabat yang terjatuh dari kudanya dan wafat lantaran terkena senjata tajam miliknya atau senjata yang tergeletak di bawah," terangnya.


Diceritakan pula, saat perang berkecamuk, ada salah satu sahabat menebas musuh, namun sebelum mati membaca syahadat. Peristiwa tersebut diketahui oleh Rasulullah dan marah.


"Nabi marah, karena saat memberi klarifikasi, sahabat tersebut menjelaskan bahwa musuh itu bersyahadat karena takut pada ujung pedangnya. Kala itu Nabi berkata, apakah kamu tahu apa yang ada di dalam isi hatinya?," imbuh Kiai Madzkur.


Kiai Madzkur menegaskan, semua peperangan di masa Rasulullah, Nabi tidak memulainya dengan agresi dan ekspansi. Melainkan merekalah yang melakukannya terlebih dahulu, sehingga mengajak berperang di luar kota Madinah.


"Dinasti bukan khilafah. Jika ada yang mengusung gerakan itu, tanyakanlah adakah suksesi perpindahan antara kekuasaan antara dinasti ke dinasti yang lain? Karena pada hakikatnya tidak ada regulasi yang jelas. Yang ada kudeta atau perebut kekuasaan. Haruskah khilafah membasmi dan membunuh seperti halnya terjadi pada masa dinasti sebelumnya?," sergahnya.


Alumni Pascasarjana Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-guluk itu mengimbau, kader NU harus militan. Problem yang digoreng di media sosial, memiliki efek yang besar (mafsadat), karena memantik perang antar anak bangsa.


"Indonesia menjadi incaran. Jika tidak ada wali yang menjaga, negara ini sudah hancur. Untuk itu, jangan lupa pada asal usul kita, perekat kita adalah budaya. Bayangkan jika tidak ada tahlilan, dan sejenisnya, kita tidak akan guyup," pungkasnya.


Madura Terbaru