Madura

Ter Ater Tajhin Mera Pote, Tradisi di Bangkalan Saat Bulan Safar

Kamis, 8 Agustus 2024 | 19:00 WIB

Ter Ater Tajhin Mera Pote, Tradisi di Bangkalan Saat Bulan Safar

Tajhin mera pote yang diperoleh dari tetangga rumah. (Foto: NOJ/Ryan Syarif Hidayatullah)

Bangkalan, NU Online Jatim 

Masyarakat Bangkalan kerapkali menyebut bulan Safar yang merupakan bulan kedua dalam kalender hijriah dengan sebutan Tajhin Mera Pote. Hal ini diucapkan mereka saat memasuki awal atau pertengahan bulan.

 

Di bulan Safar ini, mereka melakukan tradisi ter ater tajhin mera pote ke para tetangga dekatnya. Tajhin mera pote merupakan masakan yang terbuat dari bahan tepung beras dengan campuran gula merah dan santan, serta terdapat ketan putih dan hitam sebagai pelengkap.

 

"Tajhin mera pote ini merupakan tradisi yang saat ini terus dijaga. Setiap bulan Safar, masyarakat rutin sekali membuatnya," ujar Marsani, salah satu masyarakat Bangkalan saat ditanyakan NU Online Jatim pada Kamis (08/08/2024).

 

Ia mengungkapkan bahwa masyarakat secara bergantian membuat tajhin mera pote.

 

"Jadi mereka itu, setiap rumah saling berkomunikasi satu sama lain jika mau membuat tajhin mera pote. Sehingga dalam sehari bisa merasakan satu tajhin mera pote. Dan satu rumah mendapatkan dua tajhin mera pote," terangnya.

 

Makna tajhin mera pote

Sejarah tajhin mera pote berawal dari kisah Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah SAW yang terbunuh oleh Yazid bin Muawiyah di Padang Karbala saat dalam perjalanan ke Irak. 

 

Makna dari tajhin mera pote adalah warna merah (mera) melambangkan darah yang mengalir dari dalam tubuh Sayyidina Hasan dan warna putih (pote) sebagai simbol tulang belulang yang hancur lebur.

 

Selain itu, juga bermakna sebagai pembanding dari sesuatu yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan, misalnya ada tinggi ada rendah, ada kaya ada miskin. Namun, semua itu harus tetap disyukuri agar senantiasa diberi kesehatan dan umur yang panjang.