• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Matraman

Menilik Tradisi Kupatan di Durenan Trenggalek, Berjalan 2 Abad

Menilik Tradisi Kupatan di Durenan Trenggalek, Berjalan 2 Abad
Pondok Pesantren Babul Ulum, lokasi awal mula digelar tradisi kupatan di Desa/Kecamatan Durenan, Trenggalek. (Foto: NOJ/ Madchan Jazuli)
Pondok Pesantren Babul Ulum, lokasi awal mula digelar tradisi kupatan di Desa/Kecamatan Durenan, Trenggalek. (Foto: NOJ/ Madchan Jazuli)

Trenggalek, NU Online Jatim

Pasca hari raya Idul Fitri, umat Muslim lumrah merayakan hari raya kupatan atau tradisi ketupat, salah satunya di Desa Durenan Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek. Di Desa Durenan, tradisi kupatan digelar pada H+8 lebaran dan telah berjalan sejak tahun 1800-an atau 2 abad lebih.

 

Penggagas tradisi kupatan di Desa Durenan ialah KH Imam Mahyin asal Pondok Pesantren Babul Ulum. Pesantren ini menyimpan historis panjang peradaban Islam abad ke-16. NU Online Jatim berkesempatan silaturahim dengan keturunan KH Mahyin, yakni KH Abdul Fattah Mu'in yang merupakan pengasuh Pesantren Babul Ulum kini.

 

"Tradisi kupatan sudah berjalan lebih dari 200 tahun. Kemudian selepas mbah saya (KH Imam Mahyin) meninggal tahun 10 atau 1910 sekitar itu, lalu diteruskan oleh ayah saya," ujar Kiai Fattah, sapaan akrabnya, Kamis (27/04/2023).

 

Tradisi kupatan sesuai penanggalan jatuh pada H+8 lebaran, yakni Sabtu, 29 April 2023 atau 8 Syawal 1444 H. Kiai Fattah menjelaskan, tradisi kupatan di Durenan terasa berbeda dibanding daerah lain. Selain untuk ajang silaturahim sanak famili, juga sebagai reuni dengan teman, hingga kolega.

 

Kiai sepuh kelahiran 1948 ini menceritakan awal tradisi kupatan tersebut. Hal itu berawal dari KH Imam Mahyin pada hari raya kedua dijemput oleh Adipati yang memerintah di Kadipaten Trenggalek.

 

Kadipaten Trenggalek meminta KH Mahyin untuk mendampingi open house selama enam hari. Selama di sana, kiai kharismatik tersebut tidak makan di pagi hingga sore hari. Ternyata Kiai Mahyin menjalankan sunnah dengan berpuasa saat tanggal 2 hingga 7 Syawal. “Termasuk keluarganya di rumah juga menjalankan puasa Syawal,” ucapnya.

 

Kiai Fattah menerangkan, pedoman yang digunakan kakeknya adalah sesuai dalam hadist yang diriwayatkan Imam Muslim, bahwa "Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun."

 

"Puasa Syawal itu lipat 10 kali, jika 1 bulan (Ramadhan) berarti 10 bulan. Lalu puasa 6 hari berlipat menjadi 2 bulan, berarti genap 1 tahun. Masyarakat umum di sini tidak ada yang berani bakdan (silaturahim lebaran) sebelum hari kupatan," paparnya.

 

Kiai Fattah melanjutkan, Kiai Mahyin selama enam hari berada di Pendopo Kadipaten. Saat kepulangan ke kediamannya, ia disambut oleh masyarakat dengan berduyun-duyun untuk sowan dan meminta berkah doa. Tradisi tersebut terus berjalan sampai beberapa puluh tahun.

 

"Sejak itu saudara-saudara ayah atau saudara kandung ikut membuka open house saat H+8 Idul Fitri. Saat itu masih bisa dihitung berkisar antara 10 sampai 15 rumah yang melaksanakan (open house)," tuturnya.

 

Pasca Kiai Mahyin wafat, tradisi kupatan saat H+8 lebaran dilanjutkan oleh ayahanda Kiai Fattah. Dan kini, tradisi tersebut terus dilestarikan oleh Kiai Fattah dengan menggelar open house dan menyajikan ketupat kepada tamu yang hadir.

 

Salah satu warga Desa Durenan, Mochamad Cholid Huda mengungkapkan, tradisi kupatan berlangsung sejak ia kecil. Ia berharap, tradisi kupatan tetap lestari diteruskan anak cucu kelak.

 

Huda menyebutkan, tradisi kupatan di Desa Durenan berbeda dengan daerah lain. Ada sejarah panjang yang dapat dijadikan sebagai bahan edukasi dan syiar Islam. "Ada kebanggaan tersendiri, Mas. Memiliki ciri khas yang tidak dimiliki daerah lain. Semoga tetap lestari karena ini sebagai ajang silaturahim," terangnya.

 

Saat NU Online Jatim bertandang ke kediaman Huda, didapati informasi bahwa keluarganya membuat ketupat dari janur atau daun kelapa sebanyak 100 buah. Menurut Huda, berapapun jumlahnya ketupat yang dibuat selalu habis dihidangkan kepada tamu yang berkunjung.

 

"Keluarga itu membuat sebanyak 100 ketupat. Biasanya, berapapun ketupat yang dibuat pasti habis, asal dibuat dengan ikhlas,” tandasnya.


Matraman Terbaru