• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Rehat

Memahami Makna Filosofi dari Lebaran Ketupat

Memahami Makna Filosofi dari Lebaran Ketupat
Lebaran ketupat yang dirayakan masyarakat di Tanah Air memiliki makna filosofi yang dalam. (Foto: NOJ/FMe)
Lebaran ketupat yang dirayakan masyarakat di Tanah Air memiliki makna filosofi yang dalam. (Foto: NOJ/FMe)

Umat Islam telah merampungkan hari raya atau Lebaran Idul Fitri. Namun demikian, nuansa dari lebaran masih demikian terasa. Apalagi sejumlah warga masih enggan kembali ke tempat kerja. Suasana kampung masih bernuansa Lebaran, apalagi di sana sini masih beredar ketupat yang disajikan di tengah acara kumpul dengan keluarga.


Penggunaan istilah ketupat dalam Lebaran ketupat tentu bukan tanpa filosofi yang mendasarinya, Kata “ketupat” atau “kupat” berasal dari istilah bahasa Jawa yaitu “ngaku lepat” (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan). Prosesi ngaku lepat umumnya diimplementasikan dengan tradisi sungkeman, yaitu seorang anak bersimpuh dan memohon maaf di hadapan orang tuanya. Dengan begitu, kita diajak untuk memahami arti pentingnya menghormati orang tua, tidak angkuh dan tidak sombong kepada mereka serta senantiasa mengharap ridha dan bimbinganya.


Ini merupakan sebuah bukti cinta dan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya begitupun orang tua kepada anaknya. Prosesi ngaku lepat pun tidak hanya berkutat pada tradisi sungkeman seorang anak kepada orang tua, lebih jauh lagi adalah memohon maaf kepada tetangga, kerabat dekat maupun jauh hingga masyarakat Muslim lainya.


Dengan begitu umat Islam dituntun untuk mau mengakui kesalahan dan saling memaafkan dengan penuh keikhlasan yang disimbolkan dengan ketupat tersebut. Ketupat menjadi simbol “maaf” bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya nantinya mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya, apabila ketupat tersebut dimakan secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah dan khilaf antar keduanya terhapus.


Untuk istilah laku papat (empat tindakan), masyarakat Jawa mengartikanya dengan empat istilah, yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran berarti akhir dan usai, yaitu menandakan telah berakhirnya waktu puasa Ramadhan dan siap menyongsong hari kemenangan. Sedangkan Luberan bermakna meluber atau melimpah, layaknya air yang tumpah dan meluber dari bak air. Pesan moral yang hendak disampaikan dari luberan adalah budaya mau berbagi dan mengeluarkan sebagian harta yang lebih (luber) kepada fakir miskin, dengan begitu akan membahagiakan para fakir miskin dan diharapkan angka mengikis angka kemiskinan yang ada di negara kita.


Adapun Leburan berarti habis dan melebur. Yaitu momen untuk saling melebur dosa dengan saling memaafkan satu sama lain, dengan kata lain dosa kita dengan sesama dimulai dari nol kembali. Yang terakhir adalah Laburan yang berasal dari kata labur atau kapur. Kapur merupakan zat padat berwarna putih yang juga bisa menjernihkan zat cair, dari ini Laburan dipahami bahwa hati seorang muslim haruslah kembali jernih nan putih layaknya sebuah kapur.


Karena itu merupakan simbol kejernihan dan kesucian hati yang sebenarnya. Demikian pesan moral yang hendak disampaikan Lebaran ketupat kepada umat Islam, yang semuanya diyakini merupakan tuntunan yang luhur untuk bagaimana menjadi pribadi yang baik dan luhur di kemudian hari.

  

Ada istilah ‘sayur tanpa garam akan terasa hambar” Demikian kiranya masyarakat Jawa memaknai Idul Fitri tanpa Lebaran ketupat, lebaran ketupat merupakan tradisi baik yang telah lama mengakar kuat dalam benak masyarakat muslim Jawa. Harapannya tradisi yang telah lama terjaga ini tetap bisa dilestarikan, dengan begitu mampu menjadi salah satu budaya keislaman yang tidak punah dari tanah jawa. Amin. 
 


Rehat Terbaru