Rais Syuriyah NU di Ponorogo ini dengan Senang Hati jadi Modin sudah 18 Tahun
Rabu, 23 September 2020 | 22:00 WIB

Kiai Ali Mahmud, Ketua Syuriah NU Ranting Desa Jimbe Ponorogo yang sudah 18 tahun menjadi modin. (Foto : NOJ/ Yoga).
Eko Yoga FK
Kontributor
Ponorogo, NU Online Jatim
Modin merupakan sebuah profesi untuk melayani umat, utamanya saat terjadi kematian seseorang. Pelayanan pengantaran menuju akhirat ini tentu menjadi tugas pemuka agama di desa dan dusun. Seperti yang dilakukan Kiai Ali Mahmud, warga Dusun Krajan 1, Desa Jimbe, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo yang sudah selama 18 tahun lebih tak kenal waktu layani umat.
Tentunya sudah menjadi ketentuan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Hal itu tentu sudah menjadi fitrah manusia sebagai hamba Allah Yang Maha Pencipta untuk menjalani kematian sebelum masuk keabadian.
Dalam proses menuju alam kubur, ada seorang yang sangat berjasa yang biasa disebut Modin. Modin, biasanya ketika sakaratul maut dipanggil warga untuk datang mentalkin (menuntun kalimat tauhid, sebelum nafas terakhir terhembus). Selanjutnya ada prosesi pemandian jasad, prosesi penguburan, seperti memperhatikan pembukaan tali kain kafan, adzan sebelum liang kubur ditata dengan tanah lalu doa terakhir bersama di makam.
Adalah Kiai Ali Mahmud yang sudah selama 18 tahun lebih melayani umat di lingkungannya. Selama menjadi Modin tiada sekata pun rasa bosan terucap dalam bibir Sang Kiai. Beliau merasa sangat senang dalam melayani umat kendati diusianya yang sudah menginjak umur 61 tahun. "Senang, senang sekali. Jiwa saya ini, jiwa berjuang untuk umat," katanya saat ditemui di kediamannya, Rabu (23/09/2020).
Kiai yang aktif sebagai ustad di Pondok Al-Barokah Ponorogo itu mengungkap perjalananya menjadi Modin itu dimulai saat dirinya lulus dari pesantren Tebu Ireng, Cabang Ponorogo di tahun 1988. Kemudian beberapa tahun di rumah diminta untuk menjadi Modin. "Hampir lupa tepatnya tahun berapa jadi Modin. Tapi sudah 18 tahun lebih," ungkapnya.
Kiai Ali yang hingga kini sebagai Rais Syuriyah NU Ranting Desa Jimbe sekaligus Ketua Lembaga Da'wah NU (LDNU) MWC NU Jenangan itu menjelaskan kisahnya melayani umat ini merupakan permintaan dari gurunya di pesantren. "Waktu itu selesai mondok saya nikah, lalu mau mondok lagi. Saya didawuhi kiai saya untuk ngabdi di desa untuk umat," paparnya.
Dari perintah kiainya tersebut Kiai Ali Mahmud langsung kembali ke desa. Lalu yang pertama dilakukannya adalah membuka pendidikan mengaji di rumahnya. "Waktu itu ngaji kitab kuning," jelasnya.
Setelah pengajian aktif, dirinya juga diminta untuk menjadi imam di mushola hingga akhirnya menjadi modin. "Alhamdulillah, saya senang sekali,” pungkasnya.
Editor : Romza
Terpopuler
1
PCNU Nganjuk Apresiasi 7 Kader Lolos Beasiswa Keagamaan PWNU Jatim
2
Resmi Dilantik, Fatayat NU Magetan Miliki Program Unggulan Mahabah
3
Tidak Menghadiri Undangan Pernikahan Sebab Tak Punya Uang, Bolehkah?
4
Paradoks Palestina: Dukungan Muslim yang Pincang
5
Peduli Lingkungan, MWCNU dan Banser di Bangkalan Bersih-bersih Pelabuhan
6
Kedung Cinet, Merasakan Eksotisme Miniatur Grand Canyon di Jombang
Terkini
Lihat Semua