• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 3 Mei 2024

Metropolis

Barikan, Tradisi Tahunan Warga Gresik di Bulan Sya’ban

Barikan, Tradisi Tahunan Warga Gresik di Bulan Sya’ban
Makan ambeng dalam tradisi barikan di Mushala Mbah Dekah. (Foto: NOJ/Nur Laili Hidayati)
Makan ambeng dalam tradisi barikan di Mushala Mbah Dekah. (Foto: NOJ/Nur Laili Hidayati)

Gresik, NU Online Jatim

Menjelang datangnya bulan Ramadhan menjadi momen yang sakral bagi umat Islam di Indonesia untuk menggelar berbagai tradisi. Sebagai sebuah daerah yang dijuluki Kota Santri, Kabupaten Gresik menyimpan banyak sekali tradisi keislaman yang biasa digelar menjelang Ramadhan, yakni pada bulan Sya’ban salah satunya ialah 'barikan'.


Barikan merupakan tradisi rutin yang diselenggarakan oleh masyarakat Desa Klangonan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Konon, tradisi ini telah ada sejak zaman dahulu, kemudian diteruskan oleh para anak cucu. Tradisi tahunan ini dilangsungkan setiap hari Jum'at selama bulan Sya'ban.


Biasanya barikan dilaksanakan pada makam para auliya ataupun mushala yang berada di Desa Klangonan. Pada Jum'at pertama, tradisi barikan ditempatkan pada Makam Sunan Prapen (Raja keempat Kerajaan Giri Kedaton). Pada Jum'at kedua, barikan berlokasi di Mushala Mbah Dekah. Selanjutnya pada Jum'at ketiga, barikan digelar di Makam Nyai Ageng Kukusan (Putri Sunan Giri). Terakhir, barikan diselenggarakan di Makam Kramat Rahayu.


Kepala Desa Klangonan, Muhammad Ajir Sayuthi mengatakan pada mulanya, ciri khas menu dalam ambeng (makanan yang disajikan dalam tampah) pada tradisi barikan ialah olahan dari bandeng. Sebab wilayah Gresik dekat dengan pesisir dan tambak, sehingga penjual ikan bandeng sangat banyak.


Menurutnya, dulu masyarakat Desa Klangonan sengaja memasak kotokan bandeng setiap ada barikan. Mengapa harus kotokan bandeng? Karena bagi masyarakat Klangonan, kotokan memiliki filosofi tersendiri. Kotokan diambil dari bahasa arab khoto’ yang berarti salah.


“Kotokan bandeng mengingatkan kepada kita semua jika manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Oleh sebab itu, adanya tradisi barikan di Desa Klangonan ini bertujuan untuk memohon ampunan kepada Allah SWT serta membersihkan jiwa dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan," ujarnya.


Namun pada saat ini, menu ambeng pada tradisi barikan lebih bervariasi. Masyarakat Klangonan belomba-lomba menyajikan makanan yang lezat sesuai kemampuan mereka. Kini makanan yang disuguhkan bagi para jamaah tidak hanya kotokan bandeng.


“Saya melihat berbagai olahan kepiting, daging sapi, daging ayam, dan lain-lain. Namun hal ini tidak lah mengurangi keberkahan dalam tradisi barikan, yang terpenting ialah tetap mempertahankan esensi tradisi," terang Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Klangonan ini.


Ia mengaku, tradisi barikan ini diiikuti oleh masyarakat dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Para jamaah yang mengikuti tradisi ini terlihat begitu antusias dan penuh semangat.


“Bagi anda yang ingin melihat tradisi barikan secara lebih dekat, anda dapat mendatangi Desa Klangonan,” pungkasnya.


Penulis: Nur Laili Hidayati


Metropolis Terbaru