Surabaya, NU Online Jatim
Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) KH Ma'ruf Amin mengatakan, ilmu fiqih harus mampu merespons dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.
"Ilmu fiqih harus dapat menyesuaikan dan berkarakteristik dinamis menerima perkembangan zaman," kata Kiai Ma'ruf.
Hal itu disampaikan dalam forum Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I yang bertajuk ‘Membangun Landasan Fiqih untuk Perdamaian dan Harmoni Global’ di Shangri-La Hotel, Surabaya, Senin (06/02/2023).
Menurutnya, keniscayaan akan fatwa baru penting lantaran sumber hukum utama Al Qur’an dan Hadits sangat terbatas, sementara permasalahan baru dan terbarukan datang silih berganti.
"Orang yang berpikir bahwa hukum tidak bisa berubah, maka bisa dipastikan orang itu tidak memahami Islam itu sendiri," terangnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, NU sebetulnya sudah lama mengadopsi fleksibilitas dan pemikiran Islam. Itu dilaksanakannya pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Lampung pada 1992 silam.
"NU telah memiliki metodologi induksi untuk menghadapi isu-isu kontemporer baik wacana maupun metodologi, sehingga NU dalam menyaksikan realitas tidak semena-mena mengutip, melainkan melalui ijtima ulama melalui ushul fiqih," ungkapnya.
Tak hanya itu, pertemuan itu juga mendefinisikan karakteristik NU yang moderat dan berbasis metodologi. Oleh karena itu, NU bisa mengemukakan metodologi global dan terkini.
"Karena kami sadar bahwa membangun peradaban itu penting. Manusia bertugas untuk mengelola peradaban dunia dan bertanggung jawab memakmurkan bumi," paparnya.
Secara khusus, Kiai Ma'ruf dipercaya untuk membuka pagelaran akbar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I, yang secara simbolis ditandai dengan pemukulan bedug. Pembukaan itu didampingi langsung Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bishri, Rais 'Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dan Wakil Grand Syeikh Al Azhar.
“Bismillah. Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I resmi saya buka,” tegas Kiai Ma’ruf.