Gus Ulil Jelaskan Hubungan Negara dan Agama Layaknya Saudara Kembar
Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:00 WIB
Surabaya, NU Online Jatim
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil menjelaskan bahwa hubungan negara dan agama ibarat saudara kembar. Penegasan itu disampaikannya dalam Seminar Hukumah Diniyah dan Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail di Hotel Aryaduta, Bandung, pada Selasa (15/10/2024).
“Negara dan agama itu saudara kembar. Agama itu adalah dasar pokok sementara negara fungsinya adalah penjaga, yang bertugas untuk melindungi pokok, supaya pokok ini tetap terjaga, berkembang dan terus hidup,” ujar Gus Ulil dilansir NU Online.
Ia kemudian menjelaskan mengenai pengertian hukumah diniyah yaitu otoritas keagamaan, bukan teokrasi (pemerintahan yang berbasis agama). “Hukumah diniyah itu kalau dalam bahasa Indonesia artinya adalah pemerintahan keagamaan. Gus Yahya (Ketua Umum PBNU) memiliki arti lain dari hukumah diniyah yaitu otoritas keagamaan (religious authority),” jelasnya.
Gus Ulil menuturkan, tugas politik atau otoritas pemerintahan negara, dalam konstruksi Imam Ghazali, yaitu negara atau kekuasaan sebagai penjaga agama, sehingga ulama menjadi representasi agama. “Dalam konstruksi teoritik yang diajukan Imam Ghazali, negara atau kekuasaan adalah penjaga agama. Agama ini, representasinya atau wakilnya adalah ulama, jadi ulama itu punya peran penting dalam konstruksi kenegaraan,” ungkapnya.
Pendiri Ghazalia College itu lantas menjelaskan peran ulama sebagai penafsir, sebagaimana yang tertera dalam teori Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid.
“Perannya jelas, dia (ulama) adalah penafsiran wahyu yang termuat di dalam kitab suci yaitu Al-Qur'an karena seperti teorinya Ibnu Rusyd di dalam Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, bahwa nash-nash agama yang termuat di dalam Qur'an dan hadits itu terbatas. Hadits juga terbatas, nash-nash keagamaan itu terbatas, tetapi kejadian-kejadian sosial di dalam masyarakat berkembang terus,” jelas Gus Ulil.
Ia juga menjelaskan jawaban Ibnu Rusyd mengenai peran ulama sebagai jembatan perantara dalam perkembangan-perkembangan sosial yang terus terjadi. “Lalu jawaban Ibnu Rusyd, karena perkembangan-perkembangan sosial yang terus terjadi dibutuhkan peran perantara, peran penafsir yang bisa menjadi jembatan, jembatan ini adalah ulama,” katanya.
Gus Ulil menegaskan bahwa tugas ulama adalah melakukan penafsiran atau pemahaman untuk mengeluarkan hukum karena adanya peristiwa-peristiwa baru.
“Apa persis tugas ulama di sini? Tugasnya adalah melakukan penafsiran pemahaman atau istinbath. Tugas ulama adalah istinbath, ulama adalah orang yang mengeluarkan hukum karena ada peristiwa-peristiwa baru yang jelas hukumnya tidak ada di dalam Qur'an dan hadits,” pungkasnya.
Terpopuler
1
Konflik Iran-Israel, Gus Nadir Serukan Kembali Memanusiakan Kemanusiaan
2
GP Ansor Jatim Dukung Kegiatan Namen Ben Molong untuk Ketahanan Pangan
3
GP Ansor di Bangkalan Gerakkan Pertanian Mandiri Lewat Namen Semangka ben Molong Cabe
4
Unisma Gelar Wisuda ke-76, Dorong Alumni Ciptakan Lapangan Kerja
5
Paradoks Palestina: Dukungan Muslim yang Pincang
6
Tidak Menghadiri Undangan Pernikahan Sebab Tak Punya Uang, Bolehkah?
Terkini
Lihat Semua