• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 30 April 2024

Pantura

Memasuki Era Digital, Gus Ulil Ajak Pesantren Kembangkan Cara Pandang Baru

Memasuki Era Digital, Gus Ulil Ajak Pesantren Kembangkan Cara Pandang Baru
H Ulil Abshar Abdalla ajak pesantren kembangkan cara pandang baru. (Foto: NOJ/ponpes.id)
H Ulil Abshar Abdalla ajak pesantren kembangkan cara pandang baru. (Foto: NOJ/ponpes.id)

Lamongan, NU Online Jatim

Saat ini semua kalangan menyadari bahwa telah memasuki era digital. Hal tersebut telah membawa perubahan di hampir sektor kehidupan. Di tengah zaman yang berubah, yang harus dilakukan pesantren adalah mengembangkan cara pandang baru dalam berpegang pada literasi yang selama ini digunakan, yaitu kitab kuning.


Penegasan disampaikan H Ulil Abshar Abdalla saat berpidato sebagai pembicara kunci pada pembukaan Halaqah Ulama Nasional yang digelar Rabithah Ma'ahid al-Islamiyah PBNU di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Rabu (12/07/2023). 


Gus Ulil mengingatkan, kalau pesantren tidak segera berbenah, maka segala problematika zaman tidak akan dapat dipecahkan oleh umat Islam.


"Kita memerlukan rekontekstualisasi kitab kuning sehingga dengan referensi yang sama dapat memecahkan persoalan zaman ini," kata Ketua Lakpesdam PBNU ini.


Dirinya kemudian menyoroti cara umat Islam di Indonesia, khususnya warga NU, yang bermazhab kepada Imam Syafii dan mengakui tiga imam lainnya, tetapi masih sangat tekstual memahami literatur. PBNU pada Munas 1992 telah mencetuskan rumusan baru dalam metode istimbath hukum, yaitu istimbath manhaji (metodis) bukan qauli atau letterlijk


Artinya, pemahaman terhadap literasi klasik harus mengadopsi prinsip, cara pandang, dan membuka mata lebar-lebar terhadap kenyataan sosial serta perkembangan zaman saat ini. Hal ini mendesak dilakukan karena selama ini bahtsul masail ulama NU sering mengambil kesimpulan "mauquf" atau tanpa keputusan. Padahal umat membutuhkan keputusan yang tegas dan operasional.


Terkait hal tersebut, halaqah ulama menjadi agenda penting untuk menentukan peta jalan menyambut peradaban baru yang adil, harmonis dan penghargaan atas kesetaraan dan martabat manusia berdasarkan khazanah pondok pesantren.


“Peta jalan zaman baru ini haruslah tetap bertumpu pada tradisi masyarakat Indonesia yang khas,” katanya.


Kitab kuning, yang kebanyakan ditulis pada abad pertengahan atau abad ke 5-15 Masehi harus dilakukan rekontekstualisasi atau revitalisasi yang berpijak pada prinsip mengambil hal baru yang lebih baik. Jadi tantangannya bagaimana ulama membaca kitab tradisional dalam konteks peradaban baru.


Hal ini, papar Gus Ulil, sebenarnya telah dilakukan PBNU dalam banyak hal. Misalnya keputusan PBNU menerima NKRI dan ideologi Pancasila sebagai bentuk final negara ini. Putusan ini diambil pada Muktamar ke-27 NU di Situbondo pada 1984. Salah satu isi keputusannya yakni para kiai menyatakan bahwa bentuk negara khilafah tidak sesuai dengan keadaan sekarang. 


Halaqah Ulama Nasional akan berlangsung hingga Kamis (13/07/2023) dengan menghadirkan sejumlah pembicara.


Pantura Terbaru