Metropolis

Haul dan Bedah Buku Biografi KH. Mas Muchith Nginden

Selasa, 13 Agustus 2024 | 09:00 WIB

Haul dan Bedah Buku Biografi KH. Mas Muchith Nginden

Haul dan bedah buku biografi KH. Mas Muchith Nginden (Foto:NOJ/Azro)

Para ulama nusantara memiliki kontribusi yang luar biasa dalam menyebarkan ajaran Islam di daerahnya masing-masing sesuai manhaj ahlussunnah wal jamaah. Mereka totalitas mewakafkan hidupnya untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat tanpa pamrih.


Salah satu wilayah yang menjadi fokus perhatian para ulama untuk menyebarkan ajaran Islam adalah kota Surabaya. Kota ini merupakan kota yang cukup sentral untuk berdakwah, sehingga banyak ulama yang gigih berjuang menegakkan syiar agama Islam di tengah kota metropolitan, namun jarang yang mengenal mereka, akibat arus modernisasi dan hilangnya figur keteladanan di masa kini.


“Banyak para ulama yang lahir dari kota Surabaya, hanya saja sedikit sekali yang peduli untuk mencatatnya”, kata Dr. Wasid Mansyur. “Tugas para dzuriyah adalah mencatat dan menelusuri kiprah para leluhurnya agar dapat ditiru serta diteladani. Kampung Surabaya sebenarnya menyimpan nilai keluhuran dari para ulamanya, seperti kampung Nginden”. Imbuh dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini.


Sebagai informasi, pada hari Ahad tanggal 11 Agustus 2024, kampung Nginden mengadakan haul serta bedah buku biografi KH. Mas Muchith sekaligus bulletin Nur Muchith yang diprakarsai oleh para dzuriyah. Acara ini dihadiri oleh KH. Mas Yusuf Muhajir, KH. Mas Abdullah Muhajir, Karomi, Kiai Mas Hasilin, Mas Danial, Mas Biki, Mas Azro.


Salah satu pesan penting  yang disampaikan oleh KH. Mas Yusuf selaku narasumber bahwa keteladanan KH. Mas Muchith harus menjadi inspirasi dan rujukan bagi dzuriyah maupun masyarakat pada umumnya, sebab akhir-akhir ini banyak orang yang kehilangan figur keteladanan. Hadirnya biografi KH. Mas Muchith diharapkan dapat menjadi oase bagi mereka yang rindu akan ulama yang sesungguhnya.


“Kiai Muchith tidak pernah main-main dalam persoalan perjuangan membela agama Islam. Bukti paling nyata adalah beliau ikut berjuang melawan penjajah Belanda, Jepang, PKI, hingga menolak berdirinya Gereja di Nginden Intan”, kata KH. Mas Yusuf dengan tegas.


KH. Mas Yusuf menandaskan bahwa kiprah dan perjuangan sosok KH. Mas Muchith ini perlu diteladani oleh para generasi sekarang. Adapun terkait tirakatnya KH. Mas Muchith dijelaskan oleh cucunya sekaligus penulis, yaitu Mas Biki.


“Kiai Muchith ini tirakatnya sangat kuat, bahkan pernah beliau berbuka dan saur hanya menggunakan perasan air mentimun, padahal pada waktu itu beliau sudah berusia sepuh”, kata Mas Biki.


Secara genealogi keilmuan, KH. Mas Muchith pernah nyantri kepada beberapa ulama, terutama kepada Syaikhona Kholil Bangkalan dan Sayyid Alawi Al-Maliki. Beliau wafat pada tahun 2002 tepat di usia 100 tahun.