• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Metropolis

Hoaks Konvensi Capres NU 2024 Beredar di Medsos

Hoaks Konvensi Capres NU 2024 Beredar di Medsos
Hoaks poster yang beredar di media sosial.
Hoaks poster yang beredar di media sosial.

Surabaya, NU Online Jatim

Beberapa hari terakhir beredar poster dan poling online terkait Konvensi Calon Presiden (Capres) Nahdlatul Ulama (NU) 2024 di beragam media social (medsos). Dalam poster tersebut tertulis penyelenggara konvensi adalah Tim Sembilan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

 

Adapun beberapa nama dan gambar tokoh dalam poster digital yang tidak jelas sumbernya itu adalah KH Said Aqil Siroj, Khofifah Indar Parawansa, Abdul Muhaimin Iskandar, Yenny Wahid, As’ad Said Ali, Mahfud MD, Ida Fauziyah, Wahidudin Adam, Nasaruddin Umar, Andi Jamaro Dulung, Ali Masykur Musa, Nusron Wahid, dan Yaqut Cholil Qoumas.

 

Sedangkan poling diadakan situs polingkita.com. “Itu (poster dan poling) hoaks. Saya pastikan tidak ada tim sembilan dari PBNU untuk konvensi Capres NU 2024,” tegas Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU H Andi Najmi Fuaidi dilansir NU Online, Rabu (02/06/2021).

 

Ia menjelaskan bahwa agenda Konvensi Capres NU 2024 itu tidak akan pernah terjadi selama tidak ada perubahan putusan dari Muktamar tentang posisi NU sebagai jamiyah diniyah ijtimaiyah (organisasi keagamaan dan kemasyarakatan). NU masih teguh memegang khittah, bukan lembaga politik, tidak pula berpolitik praktis.

 

“NU ini organisasi sosial keagamaan yang bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial. Demikian kalau kita mau mengacu pada putusan Muktamar terakhir yang tidak diubah. Itu ada di dalam anggaran dasarnya. Secara organisasi seperti itu,” tegas Andi.

 

Ia melanjutkan, NU tidak pernah melarang para anggota atau warganya untuk berpolitik praktis. Bahkan, NU menganjurkan seluruh Nahdliyin untuk mempergunakan hak politiknya dalam persoalan politik praktis karena dilindungi oleh undang-undang.

 

“Kalau larangan (berpolitik praktis) tidak ada karena itu hak pribadi masing-masing. NU tentu tidak bisa menilai seseorang melanggar atau tidak dalam penggunaan hak politiknya. Karena sekali lagi NU itu bukan institusi atau lembaga politik,” tuturnya.

 

“Kecuali politik yang terkait dengan politik kebangsaan. Mbah Sahal Mahfudh mensyarahi politik kebangsaan yang disebut dalam anggaran dasar bahwa NU itu berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,” imbuh Andi.

 

Dijelaskan, politik kebangsaan merupakan cara untuk memastikan Pancasila dan UUD 1945 tetap terjaga. Saat ada upaya-upaya untuk mengalihkan, mengubah, serta melencengkan dasar negara dan konstitusi negara itu, maka NU akan melakukan gerakan politik kebangsaan untuk mengamankan keduanya.

 

“Tapi NU tidak bermain di wilayah politik kontestasi. Artinya, secara organisasi, NU tidak berpolitik secara praktis. Kalau personnya silakan. Warga NU tidak harus diajari soal batasan-batasan dan anjuran berpolitik karena mereka sudah tahu dan memiliki chemistry masing-masing,” tuturnya.

 

Salah satu bukti kalau secara organisasi NU tidak berpolitik praktis adalah saat KH Ma’ruf Amin mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden pada 2019 lalu. Kiai Ma’ruf kemudian melepaskan jabatan sebagai Rais Aam PBNU.

 

 

“Ketika jadi Cawapres 2019, beliau (Kiai Ma’ruf) tidak lagi menduduki posisi Rais Aam PBNU. Harus melepas (jabatan Rais Aam). Secara institusi, NU tidak mungkin melakukan politik kontestasi karena tidak dibenarkan,” pungkasnya.


Editor:

Metropolis Terbaru