• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Metropolis

Mengenang Kiai Munasir, Pejuang Hizbullah yang Ahli Perang Gerilya

Mengenang Kiai Munasir, Pejuang Hizbullah yang Ahli Perang Gerilya
KH Munasir Ali (kiri). (Foto: NOJ/Lutfi).
KH Munasir Ali (kiri). (Foto: NOJ/Lutfi).

Mojokerto, NU Online Jatim

Peran santri, ulama dan tokoh agama dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dulu sangatlah besar. Begitu pula pasca kemerdekaan, banyak catatan sejarah menyebutkan peran kaum santri dalam mempertahankan kedaulatan bangsa. Keterlibatannya memerangi penjajah menyisakan beragam cerita.

 

Salah satu pejuang kemerdekaan dari kalangan santri adalah KH Munasir Ali. Ia lahir di Desa Modopuro Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto pada 2 Maret 1919 dari keluarga cukup terpandang. Ayahandanya pernah menjadi Lurah atau Kepala Desa Modopuro.

 

Di masa perang kemerdekaan, Kiai Munasir merupakan sosok kiai yang aktif berjuang sebagai pasukan Hizbullah. Bahkan, ia turut berperan dalam pendirian Laskar Hizbullah Cabang Mojokerto.

 

“Berkat keberaniannya dan keahliannya dalam perang gerilya, akhirnya Kiai Munasir ditunjuk sebagai Wakil Ketua Laskar Hizbullah Cabang Mojokerto,” tutur Habibullah, keponakan Kiai Munasir.  

 

Menurut Habib, sapaan akrabnya, Kiai Munasir adalah pahlawan dari kalangan santri sekaligus akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kariernya di dunia militer dimulai dengan mengikuti latihan kemiliteran prajurit Jepang dengan masuk sebagai anggota penerangan Heiho.

 

“Ketika Laskar Hizbullah melebur ke dalam barisan TNI, ia pun terdaftar sebagai anggota aktif. Hingga akhirnya diangkat menjadi Komandan Batalyon 39 Condromowo dengan pangkat terakhir sebagai Mayor,” imbuhnya.

 

Habib menambahkan, bahwa hal tersebut bermula setelah adanya kebijakan Rekonstruksi dan Rasionalisasi atau lebih dikenal dengan RERA. Program RERA ini adalah bergabungnya semua kelaskaran pejuang Indonesia. Di antaranya PETA, BKR, TRI, Tentara Rakyat, Tentara Keamanan Rakyat, dan Hizbullah.

 

"Atas kebijakan atau instruksi tersebut, dari Hizbullah diminta dua Batalyon. Satu Batalyon dipimpin Mayor Mansur Sholikin dengan nama Yon Mansur Sholikin yang kemudian menjadi Batalyon 42 Diponegoro. Dan satunya lagi Batalyon dipimpin Mayor Munasir Ali dengan nama Yon Munasir yang kemudian menjadi Batalyon 39 Condromowo," terang Habib.

 

Batalyon di bawah komando Kiai Munasir, lanjut Habib, seringkali melakukan perang gerilya dengan strategi jitu. Sehingga, tidak heran pasukan ini dinamakan Condromowo yang terinspirasi dari kucing kembang telon.

 

Satu hal yang paling bersejarah menurut cerita pamannya itu, ialah ketika KH M Hasyim Asy'ari mengintruksikan santri-santri Tebuireng untuk berjihad melawan sekutu di Surabaya, yang akhirnya lebih dikenal dengan Resolusi Jihad.

 

"Kala sekutu hendak menyerang Surabaya, salah satu Batalyon yang diutus ialah komandonya Kiai Munasir. Mobilisasi massa pun dilakukan oleh Kiai Munasir untuk berjuang melawan sekutu,” kenang Habib

 

Ditambahkannya, bahwa Kiai Munasir merupakan sosok yang dihormati di kalangan tokoh NU. Ia seringkali diajak musyawarah jika ada persoalan rumit di masyarakat yang harus segera dicari solusinya.

 

 

"Kiai Munasir itu jarang ngomong, kalau sekali ngomong biasanya banyak yang patuh. Sehingga ia jadi panutan, utamanya dalam menyelesaikan persoalan di masyarakat,” pungkasnya.

 

Penulis: Lutfi

Editor: A Habiburrahman


Metropolis Terbaru