Prof. Suparto Wijoyo: Pancasila Bukan Sekadar Jargon, Tapi Fondasi Ekonomi Berkeadilan
Senin, 25 Agustus 2025 | 18:00 WIB
Surabaya, NU Online Jatim
Pancasila seringkali hanya dianggap sebagai jargon politik, padahal sejatinya merupakan ajaran luhur yang menjadi fondasi bangsa Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Prof Dr Suparto Wijoyo, SH., M.Hum., Wakil Direktur 3 Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR) dalam acara Testimoni, Bedah Buku dan Seminar Nasional Gobel Vision: Falsafah Pancasila, Inovasi dan Teknologi dan Industri Berkeadilan yang digelar di FISIP UNAIR Surabaya.
“Saya, sebagai pengajar Filsafat Pancasila dan guru besar hukum lingkungan, melihat Pancasila sebagai karya kolektif para pendiri bangsa, termasuk para ulama Nahdlatul Ulama (NU), yang perlu diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk ekonomi,” tegasnya.
Prof Suparto memberikan apresiasi tinggi terhadap buku “Praksis Pancasila: Pengamalan Ideologi di Perusahaan Gobel” karya Nashihin Masha.
“Saya menyebut buku ini dahsyat karena berhasil menjabarkan Pancasila ke dalam praksis bisnis. Ini adalah hal yang jarang ditemukan dan menjadi bukti bahwa Pancasila bisa menjadi pedoman nyata dalam dunia korporasi,” ujarnya mewakili Ketua PWNU Jawa Timur.
Peran Ulama dan Makna Pasal 33 UUD 1945
Dalam kesempatan tersebut, Prof Suparto juga mengulas peran ulama, khususnya KH Wahid Hasyim, yang sangat krusial dalam perumusan dasar negara.
“Beliau menjadi kunci dalam dialog yang menghasilkan perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa.’ Ini adalah capaian kolektif agung para pendiri bangsa yang menegaskan bahwa Pancasila tak bisa dilepaskan dari peran kiai NU,” jelasnya.
Selain itu, ia menekankan pemahaman mendalam terhadap Pasal 33 UUD 1945. “Kalimat ‘bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara’ bukanlah konsep kepemilikan, melainkan penguasaan untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Negara tidak memiliki, melainkan hanya menguasai. Yang memiliki adalah kita, rakyat, dengan sertifikat hak milik,” tegasnya.
Prof Suparto memuji keberanian Rachmad Gobel yang mengangkat isu implementasi Pasal 33 dalam bukunya. “Pernyataan Bapak Rachmad Gobel yang menyinggung implementasi Pasal 33 adalah sebuah spektakuleritas konstitusionalisme,” katanya.
Tantangan Keadilan Ekonomi
Menurutnya, implementasi Pasal 33 di lapangan masih jauh dari ideal. “Apakah gas kita sudah digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat? Apakah beras, apakah minyak? Kenapa ada satu korporasi bisa memiliki jutaan hektar kebun, sementara mahasiswa FISIP ini tidak sejengkal pun?” ungkapnya retoris.
Prof Suparto juga mengapresiasi proses kreatif penulisan buku ini. “Menulis buku adalah ajaran Tuhan. Tuhan memperkenalkan diri-Nya melalui kitab suci, bukan dengan kekerasan. Karena itu, saya memuji penulis Nashihin Masha yang telah menempuh jalan Tuhan dengan menulis buku ini,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa buku ini dapat menjadi panduan praksis bagi generasi mendatang untuk mengamalkan Pancasila.
“PWNU Jawa Timur berkomitmen untuk terus mengawal dan menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan ekonomi yang adil dan merata. Kami menunggu kapan buku ini bisa dibedah di kantor PWNU. Ini adalah tantangan dan ajakan untuk terus bergerak demi terwujudnya visi Indonesia Maju yang berlandaskan Pancasila,” pungkasnya.
Penulis: Denny Rosadie Kusuma
Terpopuler
1
Pesan Gus Iqdam saat Ceramah di Lumajang
2
Sinergi LPBINU Jatim dan MMB SPS Unair, Bersatu Hadapi Bencana
3
Gerakan Koin sebagai Pilar Kemandirian dan Konsolidasi NU
4
LKNU Tulungagung Berikan Layanan Pemeriksaan Kesehatan dengan Bayar Seikhlasnya
5
Pendaftaran Seleksi Anggota Baznas 2025–2030 Dibuka 25 Agustus
6
20 Dai Muda Jatim Resmi Jadi Kader Kemenag RI, Siap Berdakwah di Era Digital
Terkini
Lihat Semua