• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 16 April 2024

Metropolis

Wiloka, Film Santri Gus Ali yang Ajarkan Kiat Meraih Keberkahan Ilmu

Wiloka, Film Santri Gus Ali yang Ajarkan Kiat Meraih Keberkahan Ilmu
Safina dalam film 'Wiloka' berlatar Pesantren Bumi Sholawat Tulangan, Sidoarjo. (Foto: NOJ/Boy Ardiansyah)
Safina dalam film 'Wiloka' berlatar Pesantren Bumi Sholawat Tulangan, Sidoarjo. (Foto: NOJ/Boy Ardiansyah)

Sidoarjo, NU Online Jatim

Pondok Pesantren Progresif Bumi Sholawat Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, menayangkan film pendek berdurasi 19 menit yang berjudul Wiloka di kanal Youtube Progresiv TV. Film khas santri ini mengambil lokasi syuting di dalam pesantren asuhan KH Agoes Ali Masyhuri atau Gus Ali.

 

Film ini menggambarkan dua tokoh utama bernama Wahyu dan Safina. Wahyu digambarkan sebagai santri yang tawadlu namun kesulitan memahami kitab Jurumiyah yang diajarkan ustadznya.

 

“Tidak terasa sudah banyak waktu kuhabiskan disini, tetapi tidak sebanding dengan apa yang aku dapat selama ini. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan. Seperti ingin terus melangkah tetapi tidak tahu tujuan,” gumam Wahyu dalam hati.

 

Wahyu dan enam santri lain kemudian mendengar nasehat ustadz tetang berkah. Untuk mendapatkan itu hanya cukup dengan mengikuti peraturan pesantren. Sehabis Maghrib, Wahyu kemudian meminta doa kepada ustadz kemudian ke perpustakaan bermuthalaah. Keesokan hari, ustadz memanggil Wahyu.

 

“Le, tolong gantikan ustadz, ya, ustadz ada acara di luar,” kata sang ustadz.

 

“Kok, saya, Ustadz,” jawab Wahyu.

 

“Tidak apa-apa, cuma pelajaran Nahwu, bisa, kan?,” tanya ustadz

 

“Iya, tidak apa-apa, Ustadz,” jawab Wahyu.

 

Mendapat amanah dari ustadz, wahyu kebingungan karena ia tidak paham Nahwu. Sebelum membuka pintu kelas, Wahyu terlihat berdoa dengan penuh keikhlasan. Setelah masuk kelas, Wahyu mendadak sangat lancar menjelaskan kitab Jurumiyah.

 

Tokoh kedua adalah santriwati cantik dan dan pandai bernama Safina. Ketika di dalam kelas, seorang ustadzah menerangkan tentang mubtada. Merasa materinya sudah ia pahami, Safina tidak mendengarkan penjelaskan dan bergurau dengan temannya. Ketika mendapat pertanyaan dari ustadzah, Safina berhasil menjawab dengan baik.

 

Sambil meminum susu Safina bergumam, “Mendapat sanjungan dan pujian adalah bukan hal  baru bagiku. Bukan bermaksud untuk sombong, memang begitu faktanya.”

 

Melihat Safina yang minum sambil berdiri, ustdazah menegur Safina dan memintanya minum dengan duduk. Safina menurut namun dengan gestur wajah seolah mengatakan ‘Ah, ustazah ini cerewet’.

 

Sambil berjalan dengan membaca novel, Safina melihat dengan heran teman-temannya sedang berkumpul bersama untuk belajar, padahal ujian masih kurang dua minggu. Safina pun melanjutkan membaca novel.

 

Safina yang sebelumnya bercanda saat pelajaran terlambat datang, tidur saat mengaji, dan tidak belajar, mendapat nasihat secara tidak langsung dari ustadzah. “Ilmu itu harus dengan proses belajar, berkah dengan cara berkhidmat, dan manfaat bisa diperoleh dengan ketaatan,” jelas ustadzah.

 

Ketika hendak ujian, teman-temannya mengajak Safina untuk belajar bersama. Namun, Safina menolak dan memilih belajar sendiri. Alhasil, Safinapun kesulitan saat mengerjakan ujian. Pada akhirnya Safina mendapat nilai paling jelek di antara teman-temanya yang lain.

 

“Aku sadar menjadi pandai saja tidak cukup, ternyata kemanfaatan dan keberkahan ilmu itu nyata adanya. Tak perduli seberapa pandai dirimu, jika tidak menghormati ilmu dan ahli ilmu, maka semua itu akan sia-sia pada akhirnya,” gumam Safina.


Metropolis Terbaru