Mojokerto, NU Online Jatim
Undang-Undang Pesantren baru saja diketok palu. Di dalamnya memuat beberapa poin, bahwa pesantren selain menjadi pusat dakwah dan pendidikan, juga diupayakan menjadi lumbung kebangkitan ekonomi berbasis syariah.
Untuk mencapai hal ini, Pemerintah Jawa Timur hadir salah satunya dengan program ‘One Pesantren One Product’ atau OPOP. Implementasi program tersebut melalui koperasi pesantren.
H Mohammad Nur Ibadi, Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Jawa Timur menuturkan, bahwa pendirian koperasi yang layak didaftarkan dan disertifikasi berlaku bagi pondok pesantren yang sudah memiliki Nomor Statistik Pondok Pesantren (NSPP).
“Sementara ini, pondok pesantren di Jawa Timur yang sudah memiliki NSPP berkisar 5000 pesantren,” ungkapnya saat menjadi pembicara dalam ‘Kopilaborasi Sambang Pesantren’ yang tayang di Youtube OPOP Jatim TV.
Jika hal ini berjalan maksimal, dan setiap pesantren memiliki produk yang khas, menurut Nur Ibadi hal ini akan menjadi luar biasa. Tidak hanya akan berdampak positif terhadap internal pesantren, tapi juga akan berdampak pada masyarakat di lingkungan sekitar pesantren.
Sementara Mas Purnomo Hadi, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur, menyebutkan bahwa, pemberdayaan pesantren melalui sektor perkenomian ini merupakan bagian nawa bakti satya yang dicanangkan oleh Ibu Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur.
“Di mana di dalam bakti ketujuh tertuang ‘Jatim Berdaya’. Bahwa salah satunya ialah pemberdayaan pesantren, terutama koperasi pondok pesantren. Baik dari segi produksinya, komunal frandingnya, bahkan termasuk pula OPOP-nya,” jelasnya.
Per April 2021, tercatat 1.506 koperasi pondok pesantren (kopontren) didirikan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kopontren memang dibutuhkan di era saat ini. Tentunya, keberadaan kopontren tersebut dengan klasifikasi-klasifikasi yang berbeda.
“Kopontren ini semuanya mendapatkan pembinaan, pemberdayaan, pendampingan dan lain sebagainya dari pihak kami. Sehingga, koperasi tersebut dapat bersinergi demi terciptanya One Pesantren One Product,” tutur Purnomo.
Ada empat hal agar kopontren dan produknya berjalan maksimal. Pertama ialah prioritas kelembagaan. Dengan banyaknya pondok pesantren, sebagian darinya belum memiliki koperasi.
“Hal ini perlu dimaksimalkan kembali oleh pihak terkait. Mari pesantren yang belum punya koperasi, bersama-sama mendirikan koperasi pondok pesantren,” ajaknya.
Kedua ialah penguatan Sumber Daya Manusia (SDM). Santrinya harus unggul dan memiliki daya saing. Adanya ‘pesantrenprenuer’ pada program OPOP Jatim tidak lain untuk menunjang hal itu.
Selanjutnya yang ketiga soal produksi. Hal yang diproduksi pihak kopontren harus mempunyai legalitas dan berstandarisasi. Untuk itu, dirinya menyebutkan, akan terus melakukan pendampingan.
“Baik soal sertifikasi halal, ISO, BPOM dan lain sebagainya,” ucap Pria berpeci ini.
Terakhir, yaitu permodalan. Modal yang memadai sangat diperlukan, karena hal ini berkaitan dengan produksi. Modal adalah suatu hal yang niscaya adanya.
“Pemprov Jatim telah menaruh uang besar di Bank Jatim maupun Bank UMKM. Bahkan, Ibu Gubernur berharap agar keduanya juga buka di malam hari. Hal ini tidak lain sebagai bentuk pelayanan yang baik kepada masyarakat, termasuk permodalan untuk kopontren,” pungkasnya.