Surabaya, NU Online Jatim
Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Agus Wahyudi mengatakan bahwa gaya hidup tanpa sampah (zero waste lifestyle) patut diapresiasi. Namun, hal ini masih belum selaras dengan kebiasaan masyarakat.
“Saat ini gaya hidup masyarakat dominan dengan memesan makanan secara online, yang pasti menggunakan bungkus (kemasan),” ujarnya dilansir unusa.ac.id, Selasa (14/01/2025).
Dirinya menyebutkan, gaya hidup yang dominan pesan makanan secara online ini menjadi salah salah satu kontributor penyumbang sampah. Menurutnya, budaya makan di tempat lalu selesai juga mulai berkurang.
“Bisa juga dengan membawa bekal dari rumah,” terang pria yang juga pegiat lingkungan ini.
Jika berbicara mengenai sampah di Indonesia, bukan hanya soal sampah plastik juga sisa makanan saja, namun adapula sampah kain, kulit, logam, kaca dan lainnya.
“Meskipun begitu, sampah sisa makanan dan sampah plastik menjadi penyumbang jumlah sampah terbesar di Indonesia,” tuturnya.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) timbulan sampah yang dihasilkan sepanjang tahun 2024 sebanyak 18,5 juta ton per tahun dari 193 Kabupaten/ Kota di Indonesia. Sebanyak 7,6 juta ton sampah masih belum bisa terkelola.
Jumlah tersebut bisa terus berkurang jika berbagai pihak turut berkolaborasi untuk mengurangi sampah. Agus juga menuturkan jika sudah sudah banyak pihak yang turut andil dalam membuat inovasi untuk mengolah sampah.
“Seperti beberapa pesantren di Jombang itu sudah bisa memanfaatkan sampah jadi menghasilkan gas,” ucap Agus.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan masyarakat untuk membantu mengurangi jumlah sampah. Mulai dari mengurangi menggunakan barang sekali pakai, tidak menyisakan makanan, mendaur ulang sampah menjadi barang yang lebih bernilai.
“Serta yang cukup penting, untuk membatasi diri agar tidak konsumtif,” kata Agus.