• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Pendidikan

Tanggapan Dosen Unesa soal Viralnya Fenomena Fajar Sad Boy

Tanggapan Dosen Unesa soal Viralnya Fenomena Fajar Sad Boy
Fajar Sad Boy atau Fajar Labatjo. (Foto: NOJ/ Ist)
Fajar Sad Boy atau Fajar Labatjo. (Foto: NOJ/ Ist)

Surabaya, NU Online Jatim

Fajar Sad Boy belakangan ini jadi sorotan di media sosial usai menceritakan kisah cintanya yang malang. Remaja bernama asli Fajar Labatjo itu juga lihai menyusun kata-kata indah yang kini tengah digandrungi netizen di media sosial.


Menanggapi fenomena ini, dosen Sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Ali Imron mengatakan, sosok Fajar menjadi hal yang lumrah terjadi di usia remaja. Fase tersebut disebut masa pencarian jati diri remaja untuk menemukan identitasnya, termasuk ketertarikan kepada lawan jenis.


"Tertarik pada lawan jenis itu salah satu cara remaja mengkonstruksi identitasnya. Masa remaja merupakan masa labil seseorang yang mudah sekali menerima informasi atau pengaruh dari luar tanpa ada pemikiran lebih lanjut atau pertimbangan lebih jauh," ujarnya pada laman resmi Unesa dikutip Ahad (22/01/2023).


Banyak kalangan menyebutkan, Fajar yang kini berusia 15 tahun itu terlalu cepat dewasa. Namun, menurut Ali hal tersebut tidak dapat disalahkan. Mangingat fenomena Fajar terjadi karena pengaruh perkembangan teknologi dan informasi yang membuat seseorang mencari jati diri secara secondary socialization atau sosialisasi sekunder.


Berbagai komentar muncul melihat adanya fenomena Fajar sad boy. Ada yang menganggap penyebutan sad boy identik dengan mudah terbawa perasaan atau baper dalam istilah bekennya. Namun, ada pula yang bersimpati dengan kisah cinta monyet Fajar.


Dengan demikian, fenomena sad boy jadi makin merebak di dunia maya. Tidak heran, banyak YouTuber yang menjadikan kisah Fajar sebagai konten mereka.


Ali menuturkan, hal tersebut wajar terjadi, namun akan menjadi tidak baik apabila terlalu berlebihan. Ia menilai peran orang tua diperlukan agar anak melalui masa remaja dengan baik menuju dewasa.


"Fase ini memang sangat riskan. Peran orang tua menjadi kunci, termasuk dengan membekali anak sebelum memasuki dunia cinta monyet,” ungkapnya.


Ali menekankan, agar anak tidak sampai mendapat bekal utama dari tayangan di YouTube, film, atau yang lainnya. Sebab, bila demikian ia akan mudah sekali memasuki pemikiran remaja. “Apalagi ditambah lingkungan pergaulan yang tidak mendukung," papar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) itu.


Peran Media pada Fenomena Fajar
Naiknya nama Fajar tidak terlepas dari pengaruh media sosial dan media massa. Fenomena ini menjadi daya tarik tersendiri bagi media.


Di era disrupsi ini banyak media yang menangkap sebuah peristiwa yang berpeluang trending lalu mereproduksi dengan kemasan tertentu untuk dikonsumsi publik.


Melihat dari perspektif Sosiologi, peran media dalam konteks ini dinamakan komodifikasi. Fajar sebagai suatu komoditas yang dikelola media sehingga bernilai jual di pasar publik.


Dampak yang dirasakan oleh Fajar tentu dalam jangka pendek mengalami culture shock yang membuatnya bingung menempatkan diri pada kondisi tertentu.


Pendidikan Terbaru