• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Rehat

BAGIAN II (Habis)

Gus Reza, Pelopor Berdirinya PCINU Yaman dan Pakistan

Gus Reza, Pelopor Berdirinya PCINU Yaman dan Pakistan
KH Reza Ahmad Zahid (Foto: Sueb W)
KH Reza Ahmad Zahid (Foto: Sueb W)

Oleh: Irwan Ihya’ Ulumuddin

 

Tahun 2002 Gus Reza bersama teman-temannya seperti Gus Munib Syafa’at (Blokagung-Banyuwangi), Gus Mu’iz Aziz Masyhuri (Denanyar-Jombang), Gus Zainal Musthofa (Tongas-Probolinggo), Gus Saiful Hidayat (Jember/Tambak Beras-Jombang) dan teman lainnya berjuang untuk mendirikan PCINU (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama) Yaman.

 

Bukan hal yang mudah untuk mendirikan organisasi NU di negara orang. Gus Reza bersama dengan teman-temannya harus minta restu kepada para senior, guru, juga tokoh-tokoh penting di Hadramaut. Di antara tokoh yang dimintai restu adalah al Habib Abdullah bin Syihab, al-Habib Husein Balfaqiih dan tentunya Rektor al-Ahqaff University, al-Habib Abdullah bin Muhammad Baharun. 

 

Visi dan misi organisasi yang disampaikan kepada para tokoh tidak dipermasalahkan, karena memang pada dasarnya tradisi dan budaya masyarakat Hadramaut tidak jauh beda dengan di Indonesia. Secara madzhab mayoritas madzhab Syafi’i. Nasihat yang disampaikan hanya satu yaitu; tetap fokus mencari ilmu, jangan sampai kegiatan organisasi dan isu politik mengganggu aktivitas dalam ber-thalabul ilmi’. Petuah inilah yang dijadikan prinsip Gus Reza sehingga setiap kali pertemuan dengan para santri, khususnya santri yang mahasiswa. Dia selalu memberikan nasihat yang sama dengan nasehat yang dia dapatkan ketika belajar di Hadramaut.

 

Setelah mendapatkan restu dari para tokoh dan habaib, Gus Reza bersama dengan teman-teman mensosialisasikan pendirian PCINU Yaman kepada para pelajar Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan di sekitar Hadramaut. Sehingga tercapailah sebuat kesepakatan untuk membentuk struktur kepengurusan periode pertama PCINU Yaman masa khidmat 2002 dengan Rais Syuriyah, Reza Ahmad Zahid (Gus Reza) dan Abdul Mu’iz Aziz Masyhuri (Gus Mu’iz) sebagai Ketua Tanfidziyah. PCINU Yaman diresmikan Rais Aam PBNU, KH Sahal Mahfudz ketika berkunjung ke Hadramaut, Yaman.

 

Apa yang telah terjadi di negeri Yaman ternyata menjadi pelajaran yang sangat berharga buat Gus Reza. Tidak hanya sekadar pelajaran yang bersifat ilmi, tetapi juga pelajaran tentang keorganisasian. 
Karena setelah menyelesaikan S1 di al-Ahqaff University Hadramaut Yaman, Gus Reza melanjutkan jenjang S2 di Islamabad-Pakistan tepatnya di International Islamic University (IIU).

 

Baca juga: Mengenal Gus Reza Lirboyo: Sempat Menolak Keinginan Ibunya Berangkat ke Yaman

 

Di Islambad, ia kembali merapatkan barisan bersama dengan teman-temannya termasuk di antaranya Abdul Halim Mahally (Riau), Mas Ni’am (Pati), dan lainnya untuk mendirikan PCINU Pakistan. Sama halnya dengan proses pendirian PCINU Yaman, Gus Reza melakukan strategi yang sama, tetapi memiliki halangan dan rintangan yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan budaya dan tradisi masyarakat Islamabad berbeda dengan masyarakat Hadramaut-Yaman atau Indonesia, latar belakang pendidikan para pelajar Indonesia di Pakistan majemuk dan bervariasi. Namun dengan kegigihan dan kekompakan bersama, pada tahun 2005 PCINU Pakistan berhasil didirikan dan Gus Reza kembali ditunjuk menjadi Rais Syuriyah pertama PCINU Pakistan dengan Ketua Tanfidziyah Abdul Halim Mahally. Sedangkan posisi Mustasyar dijabat Ni’am, selaku pelajar senior dan pejabat di lingkungan Kedutaan Besar Indonesia untuk Pakistan. PCINU Pakistan diresmikan oleh Ketua Umum PBNU KH A Hasyim Muzadi pada tahun 2005 di Masjid Kedubes Indonesia.

 

Merajut Keharmonisan Lintas Agama
Menurun dari jiwa ayahnya, Gus Reza memiliki jiwa lintas agama dan budaya yang unik. Walaupun dia berasal dari dunia pesantren salaf, tetapi dia bisa berinteraksi luwes dengan komunitas yang berbeda serta bermacam agama. Secara akademis, Gus Reza pernah mempelajari kajian ilmu lintas agama dan budaya ketika mengambil S2 di IIU Islamabad, walaupun tidak sempat untuk menyelesaikannya dan di Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM dan berhasil menamatkannya pada tahun 2007. 

 

Gus Reza berprinsip bahwa ‘perbedaan adalah sebuah khilqahilaahiyyah yang tidak bisa dipungkiri, setiap manusia memiliki perbedaan, mari kita rangkai perbedaan ini dalam bingkai yang indah sehingga menciptakan kedamain dan keharmonisan diantara kita’. Dia juga mengatakan: “manusia yang semestinya adalah manusia bisa memanusiakan manusia, bila ada manusia yang tidak mau memanusiakan manusia maka dia adalah manusia jadi-jadian”. Dia selalu berpegangan prinsip dalam berinteraksi dengan komunitas dan para penganut agama.sehingga walaupun interaksinya lintas batas akan tetapi dia berusaha untuk tidak keluar dari batas-batas agama Islam, prinsip Ahlussunnah Wal Jama'ah dan tentunya prinsip kepesantrenan.

 

Selain aktif di kegiatan lintas agama seperti PAUB dan FKUB-PK Kota Kediri, tahun 2010 Gus Reza mendirikan komunitas lintas komunitas yang diberi nama PaLM (Paguyuban Lintas Masyarakat). Di forum ini, berbagai kegiatan dan kampanye perdamaian dan keharmonisan selalu disuarakan, seperti kegiatan “Jalan Santai” bertajuk “Jalan Santai Sehati” yang diikuti seluruh komunitas dan penganut agama di kota Kediri. Selain itu, ia juga menginisiasi berdirinya program “Sekolah Multikultural” yang dilaksanakan oleh PaLM. Sekolah multikultural sebagai wadah transformasi wawasan dan keilmuan lintas agama dan budaya, sehingga para siswa dapat mengetahu ajaran agama lain langsung dari sumbernya. Setelah itu, mereka mendapatkan wawasan tentang pentingnya hidup berdampingan dalam kedamaian dan keharmonisan.

 

Ide-ide serta pemikiran multikultural yang dicetuskan oleh Gus Reza ternyata mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, termasuk luar negeri. Ia pernah mendapat undangan diskusi maupun seminar tentang multikulturalisme di beberapa negara, seperti Australia. Ketika di Australia, Gus Reza bersama peserta yang lain, Imam Hanafi dan Zacky Khoirul Umam berkesempatan untuk berkunjung ke beberapa perguruan tinggi ternama di Australia termasuk di antaranya Melbourne University, Monash University dan RMIT University.

 

Banyak hal yang diserap oleh Gus Reza selama berdiskusi dengan tokoh-tokoh kedamaian di Australia, sehingga berkesimpulan bahwa Australia adalah salah satu contoh negara yang mampu mengombinasikan perbedaan komunitas, agama, suku dan ras menjadi sebuah tatanan masyarakat yang harmonis. Selain mengunjungi perguruan tinggi, Gus Reza bersama peserta yang lain juga berkesempatan untuk bersilaturahim dengan komunitas Muslim di Sidney, Melbourne dan Canberra. Mereka bersama berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang pola hubungan interaksi dalam masyarakat yang plural.

 

Pada kesempatan lain, Gus Reza mendapatkan kesempatan untuk mempelajari sejarah Ottoman Empire dan budaya masyarakat Turki bersama dengan rombongan pejabat kementerian agama pada Desember 2011. Kesempatan silaturahim ini betul-betul dimanfaatkan untuk menjalin hubungan kerja sama khususnya di bidang pendidikan dengan Pesantren Sulaimaniyah Turki, sebuah pesantren terbesar yang memiliki ratusan cabang yang tersebar di seluruh dunia. 

 

Tahun 2014 Gus Reza juga mendapat kesempatan menggali wawasan tentang budaya di negeri China. Bersama sang istri, ia menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan beberapa tokoh muslim China. Pada tahun 2016, Gus Reza mewakili tokoh muda NU mendapatkan undangan konferensi tentang perdamaian yang dihelat di Drew University Madison New Jersey. Sebuah pertemuan yang dihadiri oleh para tokoh perdamaian dari penjuru dunia seperti Mesir, Palestina, Nigeria, Israel, Pakistan dan beberapa negara lain. Banyak hal yang telah digali oleh Gus Reza dari konferensi ini, semakin memantapkan langkahnya dalam menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam berkehidupan.

 

Berkhidmat kepada Guru, Santri dan Pesantren
Tahun 2007, tepatnya 27 Desember, Gus Reza yang menginjak usia 27 menikah dengan Niswatul Arifah, putri bungsu KH. Sholeh Saifuddin. Lima tahun kemudian, 14 Januari 2012, menjadi momen menyedihkan baginya. Sang ayah, KH Imam Yahya Mahrus wafat. Bersama lima adiknya, Gus Reza yang baru berusia 31 tahun diberi amanah untuk meneruskan Pesantren Al-Mahrusiyah. Dia mengajak adik-adiknya untuk memikul amanah ini bersama. Gus Reza teringat dengan pesan sang ayah, “kunci kesuksesan keluarga adalah kerukunan keluarga itu sendiri.” 

 

Saat ini Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah tetap istikamah dan berkembang pesat.Tradisi yang telah ditetapkan oleh Kiai Imam Yahya Mahrus tetap berjalan. Setiap hari kegiatan sekolah formal, mengaji, bahkan hingga shalat malam (istighotsah) selalu dilakukan dan didampingi oleh keluarga Kiai Imam Yahya Mahrus. Lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan Al-Mahrusiyah, mulai PAUD-SD-MTs-MA-SMK dan madrasah diniyah tetap mendapatkan pendampingan dan pengawalan dari keluarga. Hal tersebut tertata apik dalam kerukunan keluarga besar KH Imam Yahya Mahrus.

 

Selain berkhidmah di pesantren, Gus Reza juga mendapatkan amanah untuk mengabdi di Institut Agama Islam Tribakti (IAIT), perguruan tinggi yang didirikan sang kakek, KH Mahrus Aly. Sebagai wakil rektor 1, ia mendampingi sang paman, KH Abdulloh Kafabihi Mahrus yang menjabat sebagai rektor.

 

Keseharian Gus Reza seakan tidak pernah berhenti dengan dunia pendidikan. Pagi dan siang menjadi waktu beraktivitas di dunia pendidikan formal, sedangkan sore hingga malam menjadi waktu beraktivitas di pesantren dan madrasah diniyah. Di sela-sela dalam mendampingi santri, dia masih menyempatkan diri untuk menyapa dunia luar seperti memberikan pengajian dan ceramah baik di dalam ataupun luar kota bahkan hingga luar negeri.

 

Kepedulian Gus Reza terhadap dunia pendidikan menjadi sebuah alasan kuat pengangkatan Gus Reza sebagai anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur periode 2016-2021. Dirinya menjadi komponen dewan pendidikan yang utama di bidang pendidikan formal yang berbasis pesantren. Berusaha menempatkan agama sebagai dasar untuk setiap bentuk pendidikan, agama menjadi basis untuk setiap pembentukan karakter anak.

 

Pada tahun 2013, Gus Reza juga ditunjuk oleh para kiai untuk memimpin asosiasi pondok pesantren, Rabithoh Ma’ahid Islamiyah (RMI) PWNU Jawa Timur. Dalam usia yang masih relatif muda dituntut untuk bisa melayani para pengasuh pesantren di Jawa Timur, sebuah wilayah yang sangat kental dengan nuansa kepesantrenan dan bahkan menjadi provinsi yang memiliki pesantren dan santri terbanyak di Indonesia. 

 

Gus Reza tidak patah semangat, berjuang terus untuk berkhidmah, bahkan apa yang dia alami menjadi pengalaman tersendiri. Dalam memimpin RMI Jatim, Gus Reza mengedepankan sifat koordinatif yang terbentuk dalam sebuah konsep silaturahim. Dia selalu mengajak para pengasuh dan pengurus RMI di tingkatan cabang untuk kumpul bersama. Setiap bulan, Gus Reza bersama dengan pengurus yang lain melaksanakan bakti sosial pengobatan gratis kepada para santri dan masyarakat.

 

Gus Reza berusaha membuka koneksi selebar-lebarnya dengan instansi dan lembaga lain untuk dapat berkoordinasi dengan pesantren. Mulai dari perusahaan swasta hingga kementerian. Dalam hal pemberdayaan ekonomi pesantren, berusaha meyakinkan kepada para pengasuh pesantren akan pentingnya ekonomi dalam kehidupan di era global saat ini. Setiap beberapa bulan sekali, Gus Reza mencoba mengumpulkan para penggiat bisnis dari kalangan pesantren untuk berdiskusi dalam bentuk workshop tentang enterpruneship. Dari sini kemudian muncul sebuah wadah pemberdayaan ekonomi pesantren yang diberi nama “Lumbung Kreasi Asta Santri”. Tidak hanya sekadar membuat wadah, juga terlibat memasarkan produk-produk pesantren ke masyarakat dan membuka jalur permodalan dari perbankan dan perusahaan.

 

Pada tahun 2015, Gus Reza mensosialisakan program-program pemerintah dan mendukungnya. Pondok pesantren yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) dipercaya oleh pemerintah untuk melaksanakan program-program pemerintah tentang penanggulangan terorisme dan radikalisme dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) di beberapa daerah di Jawa Timur melakukan kegiatan penanganan narkoba di dunia pesantren. Termasuk bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kegiatan dan membuat nota bersama tentang perjuangan dalam memberantas korupsi di bumi pertiwi.

 

Bagi Gus Reza, pesantren adalah solusi bagi bangsa dan negara. Pesantren tidak sekadar lembaga pendidikan yang mengajarkan pendidikan agama. Lebih dari itu, pesantren adalah rumah ilmu bagi para santri. 


Rehat Terbaru