Imam Malik bin Dinar adalah di antara ulama yang masih tergolong tabiin, yakni orang-orang yang menjumpai para sahabat dan beriman. Namanya sangat terkenal dan begitu populer dalam sejarah ulama salaf. Tidak hanya namanya, sejarahnya yang sangat menginspirasi juga tidak lepas dijadikan catatan oleh para ulama.
Imam Malik bin Dinar merupakan salah satu ulama yang demikian zuhud. Apa saja yang yang membuat hatinya lupa kepada Allah akan akan ditinggalkan. Seluruh hidupnya didedikasikan hanya untuk Allah dan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Aneka pujian yang disematkan orang kepadanya tidak membuat terlena, begitu juga dengan beragam hinaan tidak membuat terluka. Dirinya benar-benar melupakan dunia dan segala kesenangannya, dan hanya fokus kepada Allah SWT.
Selain itu, Imam Malik bin Dinar juga dikenal sebagai ulama ahli hadits atau muhaddits. Kontribusi dan sumbangsihnya untuk perkembangan sabda-sabda Rasulullah sangat besar dan banyak. Imam ad-Dzahabi dalam kitabnya menampilkan beragam komentar ulama tentangnya. Di antaranya, menurut Imam an-Nasai dan dipastikan oleh Imam al-Bukhari, kualitas hadits yang diriwayatkan oleh Malik bin Dinar memiliki derajat hasan (baik). Dalam kitab itu juga disebutkan, dengan mengutip pendapat Imam Ali bin al-Madini, bahwa jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Malik bin Dinar setidaknya ada 40 hadits, yang semuanya memiliki derajat hasan. (Imam ad-Dzahabi, Siyaru A’lami an-Nubala, [Darul Ashimah: 1410], juz V, halaman: 362).
Tidak ada catatan pasti dari para ulama sejarah yang berhasil penulis temukan perihal tahun kelahirannya. Akan tetapi, yang pasti ia sezaman dengan Imam Malik bin Anas dan masih menjumpai Sayyidina Ali, suami Sayyidah Fatimah az-Zahra. Sedangkan tahun meninggalnya, sebagaimana disebutkan oleh Imam Muhammad ar-Rabi’i dalam kitab Tarikhu Maulidil ‘Ulama wa Wafayatihim, menengarai bahwa ia wafat pada tahun 129 H.
Kendati demikian, Malik bin Dinar pernah memiliki sejarah kelam yang jarang dirasakan para ulama dan tabiin pada umumnya. Kisah ini bisa menjadi inspirasi kepada orang-orang saat ini, bahwa seperti apa pun perjalanan hidup seseorang, tidak niscaya menjadikan memiliki masa depan yang kelam, Malik bin Dinar lah buktinya.
Jejak Kelam
Malik bin Dinar lahir dari keluarga kaya dan masih termasuk bagian dari bagian kerajaan yang saat itu bertepatan dengan masa Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa sejak tahun 41 H/661 M, sampai tahun 133 H/750 M. Menjadi bagian dari kerajaan, orang tua Malik bin Dinar tentu lebih memilih anaknya kelak untuk menggantikan posisinya. Sehingga setiap hari ia membawa putranya menuju istana. Selain untuk mengajarkan beragam pekerjaan di sana, harapan orang tuanya juga agar sang anak bisa membantunya.
Dan benar saja, Malik bin Dinar semakin senang menjadi bagian dari kerajaan. Setiap hari selalu datang ke istana, selain untuk bergaul, terkadang juga datang bertugas untuk menggantikan ayahnya yang berhalangan. Selama tidak ada kegiatan, setiap hari selalu mendatangi kerajaan. Akan tetapi, di balik pergaulan bebasnya, justru menjadikan Malik bin Dinar terlena dalam kegiatan tidak manusiawi, sehingga beragam perbuatan yang dilarang dalam Islam dilakukan. Tak peduli ini haram dan dosa, yang penting hidupnya bisa bahagia dan dapat melakukan apa saja sesuai kehendaknya.
Saat itu, ia sudah memiliki jabatan tinggi di kerajaan, yaitu sebagai keamanan (polisi). Dengan gajinya yang tinggi, hidupnya hanya digunakan untuk berfoya-foya; minum khamar, zina dan semacamnya.
Kisah Budak Cantik
Syekh Abu Bakar bin Muhyiddin al-Ahsani al-Farafuri asy-Syafi’i dalam salah satu kitabnya menjelaskan, bahwa suatu saat Malik bin Dinar sedang melakukan kegiatan terlarang dalam Islam, yaitu minum khamar. Di saat yang bersamaan, salah satu temannya menawarkan budak cantik. Tanpa pikir panjang, Malik bin Dinar langsung mengiyakan dan membelinya secara kontan.
Bahkan, karena kecantikannya yang melebihi budak pada umumnya, ia membeli dengan harga sangat mahal. Setelah beberapa lama hidup bersama Malik bin Dinar, sang budak hamil, hingga pada akhirnya melahirkan.
Sebagai seorang ayah, tentu ia sangat menyayangi sang anak. Bahkan ketika misalnya setiap Malik bin Dinar hendak minum khamar, sang anak selalu mengambilnya dan menumpahkan pada baju ayahnya. Kendati demikian, ia tidak pernah memarahinya, justru semakin sayang kepada sang anak.
Di saat yang bersamaan, tepatnya ketika Malik bin Dinar sedang sangat mencintainya (para ulama ada yang mengatakan berumur dua tahun, ada yang mengatakan satu tahun), takdir Allah berkata lain, sang anak meninggal. Sebagai seorang ayah, tentu ia sangat sedih ketika anak semata wayangnya meninggalkan di saat sayang-sayangnya.
Awal Mula Tobat
Setelah kepergian sang anak, kesedihannya selalu bertambah. Ia selalu teringat akan sosok anak kecil yang setiap hari dan malam bersama dan menemaninya, bahkan menumpahkan minuman kerasnya, namun saat itu tidak lagi duduk bersama dengannya.
Syekh Abu Bakar asy-Syafi’i mengisahkan kisah itu, ia mengatakan:
فَلَمَّا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَكَانَتْ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ بَتُّ ثَمَلًا مِنَ الْخَمْرِ وَلَمْ أُصَلِّ فِيْهَا عِشَاءً
Artinya: Ketika malam di pertengahan bulan Sya’ban dan malam itu (bertepatan) dengan malam Jumat, aku meneguk khamr (kemudian tidur) dan tidak shalat isya. (Syekh Abu Bakar, Al-Yaqutu wal Marjan fi Fadhaili Syahris Sya’ban, [at-Tsaqafah al-Islamiyah: 2019], halaman: 100).
Ketika Malik bin Dinar sedang tidur pulas, tiba-tiba dalam tidurnya bermimpi bahwa kiamat seakan-akan telah datang, terompet telah ditiup, orang mati dibangkitkan, semua makhluk dikumpulkan. Kemudian ia mendengar ada yang bergerak di belakangnya. Ketika ia lihat, ternyata ada ular sangat besar yang membuka mulutnya untuk memangsa. Ia sangat terkejut dan lari tunggang-langgang agar bisa menghindar.
Di tengah kebingungan, ia menemukan sosok seorang syekh yang berpakaian putih sedang duduk dengan tenang. Malik bin Dinar berkata kepadanya: “Wahai syekh! Tolonglah aku, lindungi dari ular itu.” Akan tetapi syekh itu justru menyuruhnya untuk berlari, karena kekuatan ular itu melebihi kekuatannya.
Mendengar jawaban itu, Malik bin Dinar semakin panik dan lari jauh hingga menaiki tebing neraka. Di saat yang bersamaan, neraka berkata kepadanya: “Kembalilah! Karena engkau bukan penduduk neraka.”
Mendengarkan ucapan neraka, dengan senang hati ia meninggalkannya. Hanya saja, ular itu tetap saja mengejar untuk memangsa. Sejurus kemudian, Malik bin Dinar pergi menuju satu tempat berupa tirai-tirai yang di dalamnya terlihat banyak anak kecil bersama dengan para malaikat, termasuk anaknya yang mati di usia balita.
Akan tetapi, lagi-lagi ular itu terus mengejar untuk memangsa. Di saat bersamaan, sang anak berkata: “Ayahku, demi Allah.” Kemudian ia melompat laksana anak panah dan mengulurkan tangan kirinya menjangkau tangan kanan ayahnya sembari menarik.
Saat itu ia mengulurkan tangan kanannya pada ular besar itu, namun seketika ular yang awalnya hendak memangsa ayahnya tiba-tiba menghilang. Setelah itu, sang anak mendudukkan ayahnya, kemudian berkata kepadanya dengan membacakan ayat Al-Qur’an: “Wahai ayahku! Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan kepada mereka.” (QS Al-Hadid: 16).
Malik bin Dinar menangis sejadi-jadinya, kemudian berkata kepada anaknya: “Wahai anakku! Ceritakanlah kepadaku tentang ular dan syekh yang berpakaian putih itu.” Sang anak kemudian menjawab:
ذَلِكَ عَمَلُكَ السُّوْءِ قَوَيْتَهُ فَأَرَادَ أَنْ يُغْرِقَكَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ، وَذَلِكَ عَمَلُكَ الصَّالِحِ أَضْعَفْتَهُ حَتَّى لَمْ يَكُنْ لَهُ طَاقَةٌ بِعَمَلِكَ السُّوْءِ
Artinya: Dia adalah pekerjaanmu yang buruk, yang selama ini engkau kerjakan, maka ia akan menjerumuskanmu ke dalam neraka. Sedangkan dia (syekh) itu adalah pekerjaanmu yang baik, namun engkau melemahkannya, hingga tak memiliki kemampuan untuk untuk (menolong) pekerjaanmu yang buruk. (Abu Bakar, Al-Yaqutu wal Marjan, 2019, halaman: 100).
Artikel diambil dari: Kisah Tobat Malik bin Dinar di Bulan Sya’ban
Di saat yang bersama, Malik bin Dinar terbangun dan sangat menyesal hingga menangis sejadi-jadinya. Ia juga menghancurkan seluruh botol minuman keras dan bertobat kepada Allah SWT.
Ustadz Sunnatullah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam, Durjan, Kokop, Bangkalan.