• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Rehat

Ucapan Buruk Ibu yang Berujung Petaka bagi Kehidupan Anak

Ucapan Buruk Ibu yang Berujung Petaka bagi Kehidupan Anak
Menyambut hari ibu, maka hendaknya selalu mengeluarkan kalimat yang baik kepada anak. (Foto: NOJ/sukabumiupdate.com)
Menyambut hari ibu, maka hendaknya selalu mengeluarkan kalimat yang baik kepada anak. (Foto: NOJ/sukabumiupdate.com)

Besok yakni Jumat (22/12/2023) diperingati sebagai hari ibu. Biasanya akan banyak video, status dan beragam kreasi menghiasi lini masa media sosial demi memeriahkan peringatan tersebut. Entah karena memang panggilan jiwa atau sekadar mengikuti tren, aneka kreasi tersebut hendaknya dimaknai positif bagi momentum peringatan hari ibu.  


Pada artikel sebelumnya di media ini juga dijelaskan betapa kalimat yang disampaikan ibu dapat menjadi penentu sukses sang buah hati. Meski dalam suasana menahan amarah, sang ibu tidak sampai mengeluarkan kalimat kotor atas perilaku buruk sang anak. Malah terlontar doa, sehingga sang buah hati menjadi sukses.


Berikut ini adalah kisah sebaliknya. Menjadi penting sebagai bahan renungan agar orang tua, utamanya ibu senantiasa mengendalikan emosi dengan berupaya berkata baik. Sebab kalau sebaliknya yang dilakukan, maka akan berakibat buruk kepada anaknya.


Alkisah seorang anak hidup dalam kederhanaan. Sebut saja ia dalam kisah nyata ini dengan inisial H. Ibunya pergi merantau dan dia tinggal bersama neneknya. Setiap bulan ibunya pulang untuk sekadar silaturahim pada orang tuanya yang masih hidup dan bertemu anaknya. Selama ini saya pun juga tidak tahu apa pekerjaan asli sang ibu itu.


Suatu ketika tepatnya di bulan puasa Ramadhan, sang ibu pulang ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga. Seperti biasa adat anak-anak Jawa, setiap bulan puasa tak lepas dari petasan yang menjadi mainan mereka. Banyak anak yang main petasan di pinggir jalan, di depan rumah orang, tanpa berpikir apakah yang mereka lakukan mengganggu orang lain atau tidak.


Yang namanya anak-anak, sudah diberi tahu beberapa kali pun seakan tak dihiraukan. Tepatnya di depan rumahku kejadian ini berawal. Setelah shalat tarawih banyak anak yang bermain di depan rumah termasuk si H. Kebetulan hari-hari itu kakekku sedang sakit dan malam itu ibu si H sedang ada di dalam rumahku berniat menjenguk kakekku.


“Anak-anak, kalian jangan sampai main petasan di depan rumah ini, ya! Kakek lagi sakit” teriak ibu H sambil keluar di depan rumah.


Setelah itu si ibu pun masuk lagi ke rumah dan kembali ke kamar kakek. Tak lama kemudian, “Daaaaaaaarrrrr....” suara petasan meletus hingga membuat yang di dalam rumah kaget.


Bergegaslah ibunda H tadi keluar.


“Siapa yang mainan petasan barusan” teriak ibu itu dengan muka merah.


“H, Bu” sahut salah satu anak yang di depan tadi.


Seketika ibu itu juga teriak pada anaknya. Ucapan yang bernada marah terucap: 


“Ingat, nak, kamu diatur sulit. Ingat ya, kamu tidak pernah akan bahagia selamanya karena kamu sulit diatur,” teriak ibu tadi pada anaknya.


Saat itu aku berada di rumah dan dengan jelas mendengar langsung “doa” sang ibu tadi pada H. Diriku merasa tercengang dengan perkataan ibu tadi.


“Masyaallah, tega banget ibu tadi mendoakan anaknya sendiri seperti itu. Bukankah doa ibu pada anak itu mudah terkabul? Apalagi sang ibu dalam keadaan marah karena anaknya,” gumamku dalam hati.


H memang tergolong anak yang lumayan nakal. Tapi menurutku justru nakal itu harus didoakan agar berubah dan nantinya menjadi baik.


Beberapa tahun kemudian, menarik untuk direnungkan. Kehidupan H ternyata tergolong yang tidak beruntung. Dia pernah jadi buronan polisi karena kasus pencurian di Surabaya. Dalam hal pernikahan, ia gagal karena berakhir perceraian. Nikah lagi, dan menghamili mertuanya sendiri. Diusirlah ia oleh warga kampung istrinya karena dianggap mencemarkan nama baik. Dan yang terakhir yang saya tahu, H hampir dikeroyok pemuda kampungnya sendiri karena mencuri. Dan sekarang dia pun lontang-lantung di rumah seakan membawa beban berat jika dilihat raut mukanya.


Ya Allah, seketika jika melihat kehidupanya saya teringat ucapan ibundanya sewaktu dia kecil dulu. Ucapan sang ibu yang mendoakan anaknya tidak akan bahagia selamanya.


“Apakah ini yang dinamakan doa ibu yang selalu terkabul,” pikirku.


Dengan kisah ini semoga kita menjadi orang tua yang lebih santun di setiap ucapan. Tidak gampang mendoakan dengan doa yang buruk. Jika anak kita nakal, hendaknya malah kita doakan semoga diberi kesadaran hingga mendapat kebaikan. Karena ridha Allah tergantung dengan ridha orang tua juga.


Menjadi orang tua memang sulit. Harus mengatur rumah tangga, juga mendidik anak-anak agar mempunyai akhlak baik. Bandelnya sang anak kadang memancing emosi mereka. Inilah gambaran orang tua. Tetapi, meskipun demikian hendaklah orang tua menjaga ucapan untuk anak-anak mereka. Sebandel dan senakal apapun anak jangan sampai orang tua terucap dari mulut suatu perkataan yang tidak baik pada anak apalagi mendoakan yang tidak baik. Na’udzubillah.


Cerita di atas menjadi tambahan pengetahuan dan diharapkan menumbuhkan kesadaran bagi para ibu, demikian pula mereka yang akan segera menikah. Bahwa mengontrol emosi sangatlah penting demi memastikan orang tua memberikan dukungan positif bagi anaknya. Dalam keadaan dikungkung amarah, hendaknya tetap memiliki kesadaran untuk menghindari keluarnya kalimat kotor yang ujungnya akan menyengsarakan sang buah hati. Selamat menyambut peringatan hari ibu dengan penuh penghayatan.

 


Editor:

Rehat Terbaru