• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Tokoh

Pengabdian Pendiri Ansor dari Kota Mojokerto, KH Ahyat Halimy

Pengabdian Pendiri Ansor dari Kota Mojokerto, KH Ahyat Halimy
Allahumma yarham KH Ahyat Halimy atau Abah Yat. (Foto: NOJ/IB)
Allahumma yarham KH Ahyat Halimy atau Abah Yat. (Foto: NOJ/IB)

KH Ahyat Halimy merupakan ulama kharismatik pendiri Laskar Hizbullah yang dimiliki Kota Mojokerto. Abah Yat, sapaan akrabnya berjasa besar dalam perjuangan melawan tentara sekutu yang akan kembali menjajah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kiai kharismatik asli Kota Mojokerto ini lahir tahun 1918 dari pasangan Hj Marfu’ah dan H Abdul Halim. Dia menjadi yatim sejak di dalam kandungan. Sang ibu merupakan pengusaha batik yang sukses pada masanya. Ahyat kecil menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) Miji.

Setelah lulus yang sekarang menjadi Sekolah Dasar Negeri (SDN) Miji 1, Ahyat kecil melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Sempat diajar langsung oleh tokoh pendiri NU yang juga pendiri Pesantren Tebuireng, KH M Hasyim Asy’ari dan putranya KH Wahid Hasyim.

Tak hanya menjadi santri, Abah Yat juga menjadi teman diskusi ayah presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut. Ini lantaran usainya hanya hampir sama. Abah Yat juga menuntut ilmu dari KH Romly di Rejoso, Peterongan Jombang.

Yazid Qohar dalam bukunya ‘Berjuang Tanpa Akhir-KH Ahyat Halimy’ mengungkap, jika Ahyat kecil dikenal sebagai santri yang disiplin. Perilakunya sopan, suka menolong santri yang lain. Beliau lulus dari pesantren tahun tahun 1938.
 

Abah Yat dan Ansor

Abah Yat mendirikan Ansoru Nahdlatoel Oelama (ANO) yang sekarang bernama Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Organisasi ini dibangun bersama teman-temannya antara lain M Thoyib, M Thohir, Sholeh Rusman, Aslan, Mansur Solikhi dan Munasir.

ANO saat itu dibentuk untuk membantu seluruh kegiatan dan program NU. Pada saat bersamaan, Abah Yat juga menjabat Sekretaris Tanfidziyah NU Mojokerto di usia yang baru menginjak 20 tahun. Beliau juga dipercaya menjadi Ketua GP Ansor masa khidmah 1940 hingga1942.

Tahun 1941, Abah Yat menikah dengan Badriyah, putri KH Moh Hisyam asal Desa Gayam, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang.

 

Perjuangan Abah Yat dimulai saat tentara Jepang masuk ke Mojokerto tahun 1943 bersama temannya Mansur Solikhi menggalang gerakan GP Ansor.

Gerakan GP Ansor tersebut dibentuk untuk melucuti senjata pegawai Pemerintah Hindia Belanda melawan kedatangan pasukan Nippon yang membuat rakyat sengsara saat itu. bersama teman-temannya, yaitu KH Suhud, Ahmad Yatim dan Mulyadi membentuk Laskar Hizbullah.

Seluruh anggota GP Ansor digerakkan untuk masuk ke Laskar Hizbullah. Tak lebih dari satu bulan, Laskar Hizbullah Mojokerto membentuk dua batalyon. Batalyon pertama dipimpin Mansur Solikhi, batalyon ke dua dipimpin Munasir. Sementara Abah Yat menjadi Komandan Kompi IV di bawah batalyon Munasir.

Seluruh senjata pasukan ini dari merampas milik pasukan dan pegawai Hindia Belanda serta dari tentara Jepang setelah mereka menyerah kepada Sekutu. Pada 20 Oktober 1945, tentara sekutu di bawah komando Jendral AWS Mallaby mendarat di Tanjung Perak, Kota Surabaya.

Enam hari kemudian sekutu mendaratkan pasukannya di Kota Pahlawan dengan jumlah lebih besar. Saat resolusi jihad telah dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari 10 November 1945, seluruh personil Laskar Hizbullah Mojokerto berangkat ke Surabaya untuk berperang mempertahankan kemerdekaan RI.

Selama pertempuran mempertahankan kemerdekaan, Abah Yat bertugas khusus mengawal Laskar Sabilillah. Laskar ini terdiri dari para ulama dan tokoh NU. Abah Yat lebih banyak masuk ke medan perang untuk menyampaikan perintah dari mabes Hizbullah dan Sabilillah.

Perang saat itu meluas sampai ke Mojokerto. Ketika terjadi penyergapan Tentara Rakjat Djelata, gabungan laskar-laskar rakyat yang menghadang gerakan sekutu di Pacet, Mojokerto, Ahyat Halimy terlibat dalam pertempuran yang sengit.

Setelah perang berakhir, Abah Yat mendirikan pesantren mulai 29 April 1964. Surau di Jalan Miji (sekarang Jalan KH Wahid Hasyim) No 38 milik ayahnya, kemudian dibangun menjadi Pondok Pesantren Sabilul Muttaqin yang bertahan sampai sekarang.

Selain itu, Abah Yat juga mendirikan sejumlah lembaga pendidikan di Kota Mojokerto, serta dimakamkan di Jalan KH Wachid Hasyim No 41, Kota Mojokerto berada di antara asrama santri Pesantren Sabilul Muttaqin.


Editor:

Tokoh Terbaru