Tokoh

Jejak Keilmuan KH Mohammad Sholeh: dari Talun ke Makkah

Sabtu, 14 Juni 2025 | 18:00 WIB

Jejak Keilmuan KH Mohammad Sholeh: dari Talun ke Makkah

KH Mohammad Sholeh At-Taluny. (Foto: NOJ/ Istimewa)

KH Mohammad Sholeh At-Taluny adalah sosok ulama kharismatik yang lahir Bojonegoro, 20 Februari 1902. Ia merupakan pendiri Pondok Pesantren At-Tanwir Talun, Sumberrejo, Bojonegoro, sebuah pesantren yang kini dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan Islam terbesar di wilayah tersebut.

 

Sejak usia 10 tahun, Kiai Sholeh kecil sudah mempelajari Al-Qur’an langsung dari ayahnya. Dua tahun kemudian, ia belajar kitab Sullam Safinah dan Sullam Taufiq kepada Kiai Umar di Sumberrejo. Pada tahun 1915, ia melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Kendal Dander Bojonegoro, di bawah bimbingan Kiai Basyir dan Kiai Abu Dzarrin.

 

Delapan bulan berselang, Kiai Sholeh menimba ilmu di Madrosatul Ulum Bojonegoro selama empat tahun. Di sini, ia mendalami berbagai kitab seperti Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Jurumiyah, dan Alfiyah. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Maskumambang, Gresik pada tahun 1920, di bawah asuhan KH Faqih bin KH Abdul Jabbar.

 

Hijrah ke Makkah

Dalam perjalanannya, Kiai Sholeh kemudian hijrah ke Makkah melakukan pengembaraan keilmuan bersama lima sahabatnya. Di samping itu, ia pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Namun, pada masa itu terjadi peperangan antara pasukan Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Saud dengan Raja Syarif Husain. Kondisi ini membuat kegiatan keilmuan di Makkah terhenti, sehingga Kiai Sholeh dan sahabatnya terpaksa kembali ke Tanah Air.

 

Setibanya di Indonesia, ia diminta oleh gurunya untuk mengajar di Pesantren Maskumambang dan dinikahkan dengan keponakan gurunya, Nyai Rochimah. Dari pernikahan ini lahir KH Sahal Sholeh dan Hj Anisah. Setelah istrinya wafat, ia menikah lagi dengan Nyai Muhlisah, namun tidak dikaruniai anak.

 

Pengabdian di Talun dan Kiprah Politik

Pada tahun 1927, Kiai Sholeh kembali ke Talun atas permintaan ayah angkatnya, H Idris. Di kampung halamannya, ia mulai mengajar masyarakat dan merintis lembaga pendidikan yang kelak menjadi Pondok Pesantren At-Tanwir. Untuk menopang kebutuhan sehari-hari, ia membuka usaha toko dari hasil bumi.

 

Pada masa penjajahan Jepang, ia terpilih mewakili Jawa Timur dalam Musyawarah Besar Alim Ulama se-Jawa di Jakarta. Setelah kemerdekaan, ia dicalonkan sebagai camat Bojonegoro oleh Partai Masyumi dan menang, mengalahkan kandidat dari PKI. 

 

Kepemimpinannya yang lembut dan amanah mengubah anggapan bahwa seorang guru ngaji tak mampu memimpin. Namun, setelah dua tahun menjabat, ia memilih mengundurkan diri demi kembali mengabdi di dunia pendidikan.

 

Karya Ilmiah dan Warisan Keilmuan

Kiai m Sholeh dikenal sebagai ulama yang rajin menulis kitab. Di antara karyanya yang paling masyhur adalah Risalah Assyafiyah fil Masailil Fiqhiyah. Kitab ini berisi lebih dari 150 permasalahan fiqih dalam mazhab Syafi’i yang sering dihadapi umat Islam. Kitab tersebut selesai ditulis pada 24 Dzulhijjah 1396 H, dan memiliki 190 halaman. 

 

Dalam kitab tersebut, Kiai Sholeh tidak hanya memberikan jawaban, namun selalu mencantumkan referensi dari kitab-kitab klasik yang telah ia pelajari. Hal ini menunjukkan kedalaman dan kehati-hatiannya dalam menjawab persoalan hukum Islam.

 

Berikut adalah sebagian besar kitab yang menjadi rujukan KH. Sholeh dalam menyusun Risalah Assyafiyah. Di antaranya, Bughyatul Mujtahid, Subulus Salam, Muqaddimah Hadramiyah, Syarh Sudur, Ianatut Thalibin ‘ala Syarh Fath al-Mu’in, Hasyiyah al-Bajuri, Jami’ as-Shaghir, Jawahirul Bukhari, Fatawa al-Kubra, Iqna’, Al-Adzkar, dan lain sebagainya. 

 

Referensi kitab yang begitu banyak ini menunjukkan keluasan ilmu dan ketelitian Kiai Sholeh dalam setiap jawaban yang disampaikan dalam kitab tersebut. Ia bukan hanya menjawab persoalan, tapi juga membimbing umat berdasarkan dalil-dalil kuat dari literatur muktabar.

 

Wafat dan Warisan

Kiai Sholeh wafat pada hari Jum’at Legi, 20 Juli 1992, dan dimakamkan di maqbarah kompleks Pondok Pesantren At-Tanwir. Hingga kini, pesantren yang didirikan itu terus berkembang dan menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam terkemuka di Kabupaten Bojonegoro.

 

Warisan keilmuan dan keteladanan Kiai Sholeh akan terus dikenang, menjadi lentera bagi generasi penerus dalam mengarungi dunia pendidikan, dakwah, dan perjuangan umat.

 

Penulis: Muhammad Luqmanul Hakim