• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Tokoh

Raden Bindara Moh Saud Miliki Karamah Sejak dalam Kandungan

Raden Bindara Moh Saud Miliki Karamah Sejak dalam Kandungan
Keraton Sumenep. (Foto: NOJ/sclm17)
Keraton Sumenep. (Foto: NOJ/sclm17)

Kurang afdhal jika tidak berkunjung ke Asta Tinggi di Desa Kobanagung, Kecamatan Kota, Sumenep. Banyak peziarah di berbagai kota menyempatkan untuk mendekatkan diri pada Allah, menikmati panorama alam, dan belajar mengenal raja-raja Sumenep tempo dulu. Salah satu raja yang masyhur dikenal khalayak luas, yakni Raden Bindara Moh Saud.

 

Sebagaimana dijelaskan dalam penelitian Bindara Akhmad, bahwa Raja ke-30 itu putra dari Kiai Abdullah Batu Ampar Timur dari hasil perkawinannya dengan Nyai Nurima yang masih keturunan Pangeran Bukabu atau Raden Notoprojo (Raja ke-7). Kiai Abdullah atau Pengeran Cokronegoro I (Raja ke-20) putra dari Kiai Abd Qidam (Raden Pandiyan).

 

Diketahui, cerita yang tersebar di masyarakat, Bindara Saud kecil memiliki kelebihan yang berbeda dengan anak biasa. Salah satu tanda karamahnya, tampak ketika masih ada di dalam rahim ibunya.

 

Dikisahkan dalam buku Sejarah Sumenep, saat ibunya Nyai Nurima mengerjakan shalat tahajud di kediamannya, sang suami pulang ke rumah usai mentransfer ilmu agama pada santrinya di Batu Ampar. Kiai Abdullah mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. Namun istrinya tidak membukakan pintu lantaran sedang melaksanakan shalat tahajud.

 

Cukup lama menunggu di luar, tiba-tiba terdengar suara anak kecil menjawab salam Kiai Abdullah, "Wa'alaikum salam wr wb, tunggu aba, umi masih shalat," sahut suara anak kecil itu yang tidak jelas keberadaannya. Seketika Kiai Abdullah kaget saat mendengar suara anak tadi, karena istrinya belum genap di usia kelahirannya. 

 

Setelah melaksanakan shalat tahajud, sang istri membukakan pintu setelah sang suami menunggu lama di luar. Pada saat yang sama, Kiai Abdullah bertanya pada istrinya tentang suara anak kecil yang menjawab salamnya. Padahal yang menjawab itu adalah anak yang ada di dalam kandungan istrinya.

 

Berselang tahun kemudian, Nyai Nurima melahirkan bayi laki-laki yang tampan yang memancarkan cahaya di wajahnya. Pasca diadzani, bayi itu diberi nama Mohammad Saud. Nama tersebut diambil dari kisah Kiai Abdullah saat mendengar salam dari anak kecil yang kala itu menjawab salamnya. Dengan demikian, nama Saudun mempunyai arti suara.

 

Kiai Abdullah berpesan pada istrinya agar merawat dan mendidik anaknya sesuai tuntunan agama Islam. Kelak anak itu akan menjadi Raja sampai tujuh turunan. 

 

Di usia 6 tahun, Bindara Saud kecil menempa ilmu di pesantren pamannya Kiai Faqih atau Kiai Pekkeh di Desa Lembung Barat, Kecamatan Lenteng, Sumenep (saudara ibunya). Saat nyantri, ia dikenal cerdas, bahkan ilmunya mengungguli santri senior.

 

Suatu malam, saat santri tertidur pulas, muncul sinar yang terang. Sinar itu muncul dari tempat santri beristirahat. Kiai Faqih yang kebetulan belum tidur mengetahuinya. Untuk membuktikan fenomena yang ia lihat semalam, sang guru memberi tanda buntelan pada sarung santri yang bercahaya.

 

Ketika suara kokok ayam terdengar di pagi hari atau pasca shalat subuh, sang guru memanggil seluruh santri untuk menghadapnya. Kemudian memerintahkan pada santri untuk maju ke depan dengan tanda buntelan yang ia lakukan. Ternyata, buntelan sarung itu ada pada Bindara Saud. 

 

Setelah matang di pesantren, Bindara Saud diminta oleh gurunya untuk mewakili dalam berdakwah. Hingga pada akhirnya dinikahkan dengan Nyai Izzah yang masih keturunan Sayyid Ahmad Baidawi (Sunan Katandur) yang masih memiliki garis keturunan dengan Sunan Kudus. Dari hasil pernikahannya, lahir Raden Bahauddin dan Raden Asiruddin.

 

Selain itu, Bindara Saud juga menikahi R Ayu Rasmana (janda R Tirtonegoro) yang saat itu menjabat sebagai Ratu Kerajaan Sumenep. Pada saat itulah Bindara Saud diberi tanggung jawab untuk memerintah Sumenep dengan gelar bangsawan R Tirtonegoro Mohammad Saud (1750-1762).

 

Sebelum wafat, ia memanggil putranya untuk meneruskan kursi kepemimpinannya sebagai wasiat dari Ratu R Ayu Dewi Rasmana. Raden Asiruddin atau Panembahan Sumolo yang terpilih. Kini jenazahnya dikebumikan di Asta Tinggi yang bersebelahan dengan sang ratu.


Tokoh Terbaru