• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 19 Maret 2024

Tokoh

Profil Ning Nur Millah Muthohharoh, Seorang Hafidhzoh dan Intelektual

Profil Ning Nur Millah Muthohharoh, Seorang Hafidhzoh dan Intelektual
Ning Nur Millah Muthohharoh. (Foto: NOJ/Boy)
Ning Nur Millah Muthohharoh. (Foto: NOJ/Boy)

Mojokerto, NU Online Jatim

Nur Millah Muthohharoh adalah Pengasuh Asrama Darul Qur’an Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah Mojogeneng, Jatirejo, Mojokerto. Dirinya mulai menghafal Al-Qur’an sejak umur 19 tahun dan tepatnya setelah lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Sempat mengenyam kuliah S1 di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang selama satu tahun kemudian memutuskan untuk berhenti agar dapat fokus menghafal Al-Qur’an. 

 

“Setelah selesai menghafal Al-Qur’an baru melanjutkan kuliah di IIQ Jakarta,” katanya kepada NU Online Jatim, Senin (26/09/2022). 

 

Orang tua Ning Millah sapaan akrabnya yakni  KH Muhammad Fathoni Dimyathi dan  Hj Nur Afifah adalah seorang hafidz dan hafidzoh. Sebagai pengasuh pesantren tahfidz, ayahnya sudah masyhur sebagai kiai yang ahli dalam bidang ilmu tajwid, ilmu tafsir, dan ilmu Qira’ah. 

 

“Hal tersebut membuat kami termotivasi untuk menghafal Al-Qur’an. Kami ingin mengabdikan diri untuk membantu Abah dan Umi dalam menjaga kegemilangan Islam. Berupaya terus menerus menjaga firman-Nya. Melanjutkan kebaikan dan perjuangan Abah dan Umi dalam mendidik serta membimbing para santri tahfidz Al-Qur’an. Melahirkan generasi yang gemilang, hamilil Quran lafdzan wa ma’nan wa amalan,” ujarnya. 

 

Baginda Rasulullah Muhammad Saw, Ummul mukminin adalah sebagai role model Ning Millah. Berikutnya yang menjadi panutanya adalah abah tercinta yang menurutnya seorang lelaki mulia yang telah mengukir jiwa raga, yang mendidik, menafkahi, menjaga dan melindungi, hingga menikahkan dirinya. Ayahnya merupakan cinta pertama bagi Ning Milla.

 

Cerita Saat Menjadi Santri 

Ning Millah  pernah nyantri di enam pondok pesantren. Yang paling berkesan baginya adalah ketika di Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus. Saat itu Ning Millah menghafal Al-Qur’an di pesantren tersebut hanya dapat  tidur malam tiga jam dalam sehari. Siang tidak pernah tidur, hanya jam 21.00-24.00 atau jam 24.00-03.00 selebihnya waktu dipergunakan untuk menghafal. 

 

“Selalu memakai jam tangan, tidak pernah lepas karena tidak ingin telat setoran, telat jamaah dan kegiatan pondok lainnya,” ucapnya. 

 

Ning Millah pernah mendapat ujian berupa sakit bisul selama satu tahun. Biasanya ketika setoran murojaah, bisulnya meletus yang membuatnya merasakan sakit yang luar biasa. Meski demikian, tidak menyurutkan semangat Ning Milla untuk tetap melanjutkan setoran. 

 

“Padahal setor murojaahnya 1 juz kira-kira butuh waktu setengah jam atau lebih untuk duduk di depan ustadzah penyimak. Karena sayang jika berhenti, nanti tidak nambah hafalannya,” ujarnya. 

 

Ning Millah tidak pernah pulang dari pesantren sampai khatam, meskipun libur lebaran tetap berada di pondok. Karena memang peraturan pesantren sangat ketat, selama menghafal tidak ada hiburan sama sekali. “Tidak boleh keluar, hanya bisa melihat langit saja hiburannya,” kisahnya.  

 

Karena kesungguhannya dalam menghafal, Ning Millah bisa menghafal Al-Qur’an tidak sampai 2 tahun, lebih tepatnya sekitar 20 bulan. 

 

Pendidikan Formal dan Non Formal

Pendidikan formal Ning Millah mulai di MI Salafiyah Mojogeneng, Mojokerto, Setelah masuk ke MTs Al-Anwar Paculgowang, Jombang. Kemudian masa SMA ia selasaikan di Al-Rifaie Gondanglegi, Malang. S1 nya ia tempuh di  IIQ Jakarta dan S2 nya di PTIQ Jakarta. Dan saat ini menempuh doktor di UINSA Surabaya. 

 

“Kami mondok khusus belajar nahwu sharaf 6 bulan di Pondok Amtsilati Darul Falah Jepara, lalu ke Pondok Salaf Al-Anwar Paculgowang Jombang. Lalu Pondok Modern Al-Rifaie Gondanglegi Malang. Waktu kuliah di UIN Malang juga di Ma’had Sunan Ampel Al-Aly UIN Malang. Lalu Pondok tahfidz Yanbu’ul Qur’an Kudus dan Pesantren tahassus IIQ Jakarta,” ceritanya. 

 

Ning Millah bercita-cita ingin menjadi hafidzah yang intelek, yang dapat menjadi inspirator bagi para santri. Ia ingin para santri bangga mempunyai bu nyai yang hafidzah dengan gelar doktor. Ia memegang pesan ayahnya yang tidak ingin dirinya menjadi hafidzah yang bodoh. 

 

“Ayah tidak ingin setelah khatam Al-Qur’an tidak memiliki kesibukan lain selain hanya menunggu undangan ngaji saja, ketika sudah mendapatkan undangan, sudah sampai di lokasi acara, menunggu kapan ini selesai acaranya? Kapan dapat berkatnya, kapan dapat amplopnya. Begitu terus,” paparnya. 

 

Pendidikan memang tidak menjamin seseorang menjadi sukses, tapi tanpa pendidikan, kehidupan seseorang ini menjadi lebih sulit. Ning Millah mengatakan belajar tanpa berpikir tidak ada gunanya. Tapi, berpikir tanpa belajar sangat berbahaya. Pendidikan itu penting bagi setiap orang, ijazah juga penting bagi seseorang yang membutuhkan. 

 

“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Dan orang-orang yang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan.  Tidak ada yang sia-sia dalam pendidikan. Percayalah bahwa pendidikan dapat membawa seseorang menjadi pribadi yang lebih baik,” ucapnya. 

 

Cara Memberi Takzir

Takzir yang Ning Millah praktekkan kepada santri di pesantrennya bersifat edukatif dan membangun. Terdapat internalisasi nilai Islam dan pendidikan karakter, sehingga santri dapat memahami kenapa mendapatkan takzir dan langkah perbaikan kedepannya. “Memberikan sebuah pemahaman dan hukuman edukatif menjadi komitmen kami,” terangnya. 

 

Ning Millah memberikan contoh misalnya saat ada santri yang melanggar peraturan pesantren, hukumannya berupa presentasi materi tajwid. Bagi Ning Millah, hal ini akan melatih anak untuk berani menyampaikan dan tumbuh percaya diri. Contok takzir lain seperti membaca buku sekian bab makharijul huruf, dengan maksud untuk meningkatkan pengetahuan, menumbuhkan hobi dan cinta membaca.

 

“Atau santri diminta membaca Al-Qur’an selama 2 jam, melatih anak bisa membaca dengan durasi lama. Ini hanya sedikit contoh yang kami berikan,” ucapnya. 

 

Ning Millah menitipkan pesan kepada para alumni agar terus belajar atau mengupgrade diri. Rebahanlah secukupnya, berjuang setelahnya dan fokuslah pada tujuan hidup. Dengan meraih kesuksesan, orang lain akan bertambah kepercayaannya. 

 

“Ayo belajar, selalu belajar. Hiburan dan liburan bagi saya adalah membaca dan menulis. Belajar, terbentur, terbentuk,” tandasnya.


Tokoh Terbaru