Pandangan Gus Ali tentang Buku 'Allah dan Alam Semesta' Karya Kiai Said
Jumat, 5 Februari 2021 | 23:00 WIB

KH Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali), Pengasuh Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat Tulangan, Sidoarjo. (Foto: ist).
Surabaya, NU Online Jatim
Pengasuh Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat Tulangan, Sidoarjo, KH Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali) mengungkapkan ketertarikannya terhadap buku berjudul Allah dan Alam Semesta karya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj telah diluncurkan. Buku ini berasal dari disertasi Kiai Said.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Menurut Gus Ali, buku Kiai Said menarik karena penulisnya mampu menyajikan para ahli tentang tema tertentu bahkan membawa pembaca pada situasi seakan berada di tengah mereka.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur itu juga mengapresiasi Kiai Said atas kelahiran buah pemikirannya tersebut. Gus Ali menilai, kelebihan buku ini karena kelengkapan materi dan kemampuannya dalam menangkap secara teks kekasih Allah.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
"Di samping itu, buku ini juga berisi pemahaman eksistensial mengenal Allah dengan cara filsafat dan alam semesta ini sangat penting. Sebab, hal tersebut mengajak orang Islam menyempurnakan keislamannya melalui pengenalannya dengan alam semesta. Manusia modern, perlu memahami hal itu," ungkap Gus Ali saat memberikan pandangan dalam peluncuran buku itu pada Jumat (05/02/2021) melalui virtual sebagaimana dilansir NU Online.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Penerbitan buku ini, lanjut Gus Ali, dapat menjadi daya stimulan bagi para kiai untuk mempunya tradisi menulis. Gus Ali juga menyampaikan perihal konteks kekinian yang juga perlu dikontekstualisasikan dalam buku tersebut.
“Saran saya untuk menghasilkan nilai baik dan relevan, penting memulai dengan mengkaji fenomena di sekitar kita,” kata Gus Ali.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Gus Ali, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa dari telaah itu pembahasan bisa bergerak pada pemetaan teori dan kajian teori atau mencari penelitian dengan tema serupa. Jika tema yang sama sudah dikaji, maka perlu ditemukan kondisi penelitian pada fenomena yang diamati. “Dari situ, kontribusi karya bisa diperkuat,” ujarnya.
Hal itulah yang disebut sebagai kebaruan karena mempertemukan data empirik berupa fakta fenomena yang terjadi di sekitar. “Prinsip kebaruan di atas memiliki kaitan kontribusi sesuai kajian,” katanya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND