Kediri Raya

Gawagis Jatim-Jateng Bersama PB PMII Deklarasikan Pesantren Ramah

Rabu, 25 Juni 2025 | 08:00 WIB

Gawagis Jatim-Jateng Bersama PB PMII Deklarasikan Pesantren Ramah

Forum Kolaboratif Gawagis Jatim-Jateng bersama PB PMII dan AISNU. (Foto: NOJ/Istimewa)

Kediri, NU Online Jatim

Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) bersama Arus Informasi Santri (AIS) Nusantara dan para gawagis se-Jawa Timur dan Jawa Tengah menggelar silaturahim bertajuk sarasehan dengan tema “Pesantren Ramah Sebab Islam Itu Rahmah”.

 

Kegiatan yang berlangsung pada, Senin (23/06/2025) di Pondok Pesantren Al Amin, Ngasinan, Kota Kediri, Jawa Timur, itu dihadiri kurang lebih 100 guru, pengasuh, serta pegiat pesantren dari berbagai perwakilan pondok pesantren di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.

 

Selain menjadi ajang silaturahmi antar gawagis, forum ini juga melahirkan sebuah komitmen penting melalui deklarasi “Pesantren Ramah Santri”. Shofiyullah, Ketua Umum PB PMII, dalam sambutannya menegaskan bahwa PMII siap menjadi jembatan antara pesantren dan pemerintah. 

 

"PMII siap menjadi jembatan antara pesantren dan pemerintah. Kami akan follow up rekomendasi ini kepada Kementerian Agama, KemenPPPA, dan stakeholder terkait agar menjadi program konkret," tegasnya di hadapan para peserta.

 

Komitmen tersebut akan diikuti dengan tiga langkah strategis. Pertama, melalui advokasi kebijakan dengan membawa poin-poin deklarasi ke dalam dialog bersama Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama. Kedua, dengan membentuk tim pendampingan khusus yang bertugas membantu pesantren dalam menerapkan sistem perlindungan terhadap santri. Dan ketiga, melakukan kolaborasi riset bersama AISNU dan NU Circle guna mengkaji model pesantren ramah anak berbasis bukti ilmiah.

 

"Ini bukan sekadar deklarasi, tapi juga butuh regulasi pendukung seperti Standar Operasional Prosedur (SOP) Pesantren Ramah Anak yang bisa diadopsi Kemenag," tambahnya.

 

Ia juga menegaskan bahwa pesantren harus menjadi ruang aman yang didukung oleh transparansi dan keterlibatan aktif semua pihak. Ia juga meminta bahwa pesantren tidak boleh hanya menutupi masalah, tapi harus berbenah bersama. Pesantren harus menjadi ruang aman bagi santri, didukung oleh semua pihak, termasuk instansi terkait.

 

“Oleh karena itu pesantren harus bisa menjadi rumah kedua bagi masyarakat, khususnya para santri, yang memberikan ruang aman sekaligus sentrum pemikiran untuk peradaban yang akan datang.” tandasnya.

 

Sementara itu, Gus Farid Iskandar selaku tuan rumah juga menyoroti pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pesantren.

 

“Ekspektasi masyarakat terhadap pesantren sangat tinggi, sedikit kesalahan bisa berdampak besar pada trust mereka. Jika masalah ini terus terjadi, tren orang tua memondokkan anaknya bisa menurun,” ujarnya. 

 

Ia mengingatkan bahwa permasalahan di satu pesantren bisa mempengaruhi citra pesantren secara keseluruhan. Dan masyarakat tidak memandang golongan pesantren, ketika ada masalah di satu tempat, seluruh pesantren ikut terdampak.

 

Dalam forum tersebut, Ulinnuha, Koordinator Nasional AISNU, juga menekankan pentingnya peran ruang digital dalam membangun citra positif pesantren.

 

“Kami berharap pesantren bisa memperbaiki diri dan menunjukkan bahwa pesantren adalah tempat teraman, ternyaman, dan terbaik untuk tumbuh kembang santri—terutama di dunia digital.” jelasnya.

 

Sebagai penutup, Gus Fatah Wahab selaku ketua pelaksana menyampaikan bahwa agenda ini tidak akan berhenti sampai di Kediri.

 

“Acara ini tidak akan hanya berhenti sampai di sini, tapi juga akan kita konsolidasikan hingga nantinya pesertanya tidak hanya meliputi Jatim dan Jateng, tapi bisa ke seluruh Indonesia,” ujarnya.