• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Kediri Raya

Rais Syuriyah NU Kota Blitar Jelaskan Kesakralan Bulan Muharram

Rais Syuriyah NU Kota Blitar Jelaskan Kesakralan Bulan Muharram
KH Abdil Karim Muhaimin, Rais Syuriyah PCNU Kota Blitar di kediamannya. (Foto: NOJ/Fhilmal Siana) 
KH Abdil Karim Muhaimin, Rais Syuriyah PCNU Kota Blitar di kediamannya. (Foto: NOJ/Fhilmal Siana) 

Blitar, NU Online Jatim
Bulan Muharram atau biasa dikenal masyarakat Jawa dengan Bulan Suro sering menuai berbagai pendapat, utamanya terkait aneka ritual yang diadakan. Selain itu banyak larangan yang mengiringi bulan tersebut. Dari mulai mengadakan pernikahan, kunjungan, mendirikan bangunan dan sejenisnya karena dianggap mendatangkan kesialan.

 

“Adanya keyakinan masyarakat Jawa yang menyakralkan bulan Muharram muncul dikarenakan banyak keistimewaan dan kelebihan yang terjadi di bulan itu,” kata KH Abdil Karim Muhaimin, Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Blitar, Selasa (10/08/2021). 

 

Pandangan tersebut dikemukakan saat ditemui di kediamannya, Pondok Pesantren Putri Tarbiyatul Falah, Kota Blitar. 

 

Menurutnya, selama kegiatan yang dilakukan warga tergolong baik, maka hal tersebut dapat dilakukan.

 

“Selama amaliah dan perbuatan itu baik menurut syara’, maka diperbolehkan,” tegasnya. Bahwa yang terpenting adalah apa yang dilakukan masyarakat tidak bertentangan dengan aturan yang ada, lanjutnya.

 

Dirinya tidak menampik adanya stigma masyarakat Jawa terkait adanya hal ganjil di bulan Muharram. Justru anggapan seperti itu perlu diluruskan. 

 

Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada bulan khusus yang mana bila melakukan kebaikan akan dilipat gandakan, juga saat berbuat kemaksiatan maka siksanya digandakan. Seperti  beribadah maupun melakukan dosa di bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. 

 

“Yang penting cara kita mencari referensi data dan dalil sesuai dengan nashnya,” terangnya.

 

Di ujung keterangan, KH Abdil Karim Muhaimin mengingatkan semua kalangan untuk mengetahui permasalahan yang ada secara detail. Baru langkah berikutnya adalah memberikan penilaian, maupun memutuskan apakah termasuk dibenarkan atau sebaliknya.

 

“Kita tidak boleh memutuskan suatu perkara itu haram, halal, hingga bid’ah. Lihat dahulu permasalahannya,” pungkas dia.

 

Penulis: Fhilmal Siana
Editor: Syaifullah


Editor:

Kediri Raya Terbaru