• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

HAJI

Dalil Anjuran Menggelar Tasyakuran usai Menunaikan Ibadah Haji

Dalil Anjuran Menggelar Tasyakuran usai Menunaikan Ibadah Haji
Jamaah haji dianjurkan menyelenggarakan tasyakuran saat tiba di Tanah Air. (Foto: NOJ//uinkhas.ac.id)
Jamaah haji dianjurkan menyelenggarakan tasyakuran saat tiba di Tanah Air. (Foto: NOJ//uinkhas.ac.id)

Satu demi satu, kelompok terbang atau kloter haji sudah tiba di Tanah Air. Mereka disambut suka cita sejumlah kalangan, termasuk pihak keluarga. Terpisah sekian lama untuk menunaikan rukun Islam kelima akhirnya dapat berjumpa kembali.

 

Dalam suasana seperti itu, pihak keluarga kerap menyiapkan acara tasyakuran dengan mengundang tetangga dan kerabat. Di samping doa bersama atas keselamatan keluarga yang telah menuntaskan ibadah haji, juga dilakukan acara makan bersama.

 

Memang, keluarga jamaah haji di rumah dianjurkan menyiapkan hidangan yang tidak merepotkan untuk menyambut anggota keluarganya yang baru pulang menunaikan ibadah haji. Penyiapan hidangan ini merupakan sebentuk walimah atau selamatan kecil.

 

Adapun jamaah haji yang baru saja pulang dianjurkan untuk berbagi makanan dengan tetangga dan orang-orang miskin. Hal ini disebutkan oleh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah sebagaimana berikut ini:

 

فرع) يسن لنحو أهل القادم أن يصنع له ما تيسر من طعام ويسن له نفسه إطعام الطعام عند قدومه للاتباع فيهما وكلاهما كما يفيده كلام الفراء وابن سيده سمي نقيعة بفتح النون وكسر القاف وفتح العين المهملة

 

Artinya: Keluarga jamaah haji dianjurkan membuatkan bagi jamaah haji yang pulang makanan yang mudah pengolahannya. Jamaah haji sendiri juga dianjurkan untuk berbagi makanan ketika pulang dari perjalanan haji berdasarkan sunnah perihal keduanya. Keduanya sebagaimana diinformasikan oleh Al-Farra dan Ibnu Sayyidih. (Walimah sederhana) ini dinamai ‘naqi‘ah’ dengan nun fathah, qaf kasrah, dan ‘ain fathah dibiarkan. (Lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Hasyiyah Ibnu Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman: 248).

 

Selamatan dalam rangka menyambut kedatangan orang dari perjalanan jauh disebut dengan istilah “naqi’ah”. Pihak yang menyediakan hidangan dalam selamatan ini adalah jamaah haji sendiri atau orang lain sebagaimana disebutkan oleh Syekh Abu Zakariya al-Anshari sebagai berikut:

 

 وَلِلْقُدُومِ) مِنْ السَّفَرِ (نَقِيعَةٌ) مِنْ النَّقْعِ وَهُوَ الْغُبَارُ أَوْ النَّحْرُ أَوْ الْقَتْلُ (وَهِيَ مَا) أَيْ طَعَامٌ (يُصْنَعُ لَهُ) أَيْ لِلْقُدُومِ سَوَاءٌ أَصَنَعَهُ الْقَادِمُ أَمْ صَنَعَهُ غَيْرُهُ لَهُ كَمَا أَفَادَهُ كَلَامُ الْمَجْمُوعِ فِي آخِرِ صَلَاةِ الْمُسَافِرِ

 

Artinya: (Untuk kenduri sambutan kedatangan) dari perjalanan (disebut naqi‘ah) berasal dari naqa’ yang artinya debu, penyembelihan, atau pemotongan. (Naqi‘ah itu suatu) makanan (yang dihidangkan dalam jamuan upacara penyambutan) terlepas dari jamuan itu disediakan oleh pihak yang datang atau orang lain. Hal ini disebutkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’ di akhir bab shalat musafir. (Lihat: Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhatit Thalib, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz XV, halaman: 407).

 

Selamatan sepulang perjalanan haji merupakan sebuah perjalanan yang layak diadakan walimah atau selamatan. Pasalnya, perjalanan jemaah haji Indonesia menempuh jarak yang tidak pendek, bukan perjalanan dekat.

 

Ulama Syafiiyah memberikan batasan terkait perjalanan seperti apa yang dianjurkan untuk diadakan selamatan penyambutan atau naqi‘ah. Kalau hanya perjalanan dekat ke tepi kota atau lintas provinsi yang tidak jauh, kita tidak dianjurkan untuk mengadakan selamatan penyambutan. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-Haitami sebagai berikut ini:

 

 وَأَطْلَقُوا نَدْبَهَا لِلْقُدُومِ مِنْ السَّفَرِ وَظَاهِرٌ أَنَّ مَحَلَّهُ فِي السَّفَرِ الطَّوِيلِ لِقَضَاءِ الْعُرْفِ بِهِ أَمَّا مَنْ غَابَ يَوْمًا أَوْ أَيَّامًا يَسِيرَةً إلَى بَعْضِ النَّوَاحِي الْقَرِيبَةِ فَكَالْحَاضِرِ نِهَايَةٌ وَمُغْنِي ا هـ

 

Artinya: Para ulama menyebutkan kesunahan walimah secara mutlak bagi jamuan penyambutan orang yang tiba dari perjalanan. Jelas ini berlaku bagi perjalanan jauh yang ditempuh untuk menunaikan kepentingan apa saja pada umumnya. Sedangkan kepergian seseorang sehari atau beberapa hari ke suatu daerah yang dekat, dihukumi seperti orang yang hadir menetap di dalam kota. Demikian disebut dalam Nihayah dan Mughni. (Lihat: Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz XXXI, halaman: 384).

 

Naqi‘ah sebenarnya adalah selamatan atas sebuah perjalanan jauh secara umum, bukan hanya perjalanan haji. Tetapi jamaah haji asal Indonesia dan keluarganya layak menggelar naqi‘ah atau selamatan usai perjalanan jauh naik haji mengingat jarak tempuh tanah suci dan tanah air yang tidak dekat.

  

Jamaah haji yang baru pulang dan keluarganya tidak perlu memaksakan diri membuat pesta penyambutan yang wah. Mereka cukup menghidangkan makanan ala kadarnya dan membuat selamatan sederhana. Wallahu a‘lam.


Editor:

Keislaman Terbaru