• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 16 April 2024

Keislaman

KH Ma'ruf Khozin Jelaskan Dalil Mencium Tangan Orang Tua

KH Ma'ruf Khozin Jelaskan Dalil Mencium Tangan Orang Tua
KH Ma'ruf Khozin memberikan penjelasan dengan dalil yang panjang perihal tradisi mencium orang tua. (Foto: NOJ/DTk)
KH Ma'ruf Khozin memberikan penjelasan dengan dalil yang panjang perihal tradisi mencium orang tua. (Foto: NOJ/DTk)

Sejumlah kalangan mempertanyakan kebiasaan mencium tangan orang tua. Disebutkan bahwa tradisi yang telah diajarkan para pendahulu tersebut tidak memiliki dalil. Masalahnya, apakah tuduhan tersebut benar adanya?


Terkait hal tersebut, KH Ma’ruf Khozin memberikan penjelasan. Keterangan disampaikan pada kesempatan tanya jawab di acara Kajian Aswaja di Poso Pesisir, Sulawesi Tengah beberapa waktu berselang. Kala itu ada dua pertanyaan yang langsung disampaikan pada kajian dimaksud, dan Kiai Ma’ruf Khozin memberikan jawaban dengan beragam dalil sebagaimana diunggah di akun Facebooknya.


Pertanyaan pertama soal taklid, ini tergambar dari kebiasaan mencium tangan orang tua yang tidak ada dalilnya. Hal itu banyak berkembang di kalangan yang mempertanyakan tradisi mencium tangan. 


“Saya jawab bahwa mereka lah yang taklid kepada ustadznya, sebab masalah khilafiyah ini ada dalil haditsnya malah kita yang dituduh taklid tanpa dalil,” keluh Ketua Pengurus Wilayah (PW) Aswaja NU Center Jawa Timur ini.


Alumnus Pesantren Ploso, Kediri tersebut kemudian membaca hadits mencium tangan yang dilakukan oleh sejumlah sahabat terhadap tangan Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam. Lengkap teksnya adalah sebagai berikut: 


وَمِنْ حَدِيث أُسَامَة بْن شَرِيك قَالَ " قُمْنَا إِلَى النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا يَده " وَسَنَده قَوِيّ


Artinya: Hadits Usamah bin Syuraik, ia berkata: Kami berdiri ke arah Nabi, lalu kami cium tangan beliau. Ibnu Hajar berkata: Sanadnya kuat. (Lihat: Fathul Bari).


Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur ini kemudian menjelaskan bahwa sebenarnya ada hadits lain yang dinilai Hasan oleh Syekh Albani.


“Tapi tidak saya keluarkan kecuali jika ada yang mempermasalahkan,” akunya.


Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk hadits mencium tangan orang tua disampaikan oleh Syekh Syamsul Haq ketika menjelaskan hadits berikut: 


وَكَانَ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا قَامَتْ إِلَيْهِ فَأَخَذَتْ بِيَدِهِ فَقَبَّلَتْهُ وَأَجْلَسَتْهُ فِى مَجْلِسِهَا. (رواه أبو داود)


Artinya: Jika Rasulullah datang ke tempat Fatimah, maka ia berdiri, memegang tangan Nabi dan menciumnya dan didudukkan di tempatnya. (HR Abu Dawud).


Dalil berikutnya adalah sebagai berikut: 


أَيْ عُضْوًا مِنْ أَعْضَائِهِ الشَّرِيفَةِ وَالظَّاهِر أَنَّهُ الْيَدُ الْمُنِيفَةُ (عون المعبود ج 11 / ص 253)


Artinya: Yakni mencium anggota tubuh Nabi yang mulia, secara zahir adalah tangannya. (Lihat: Aun al-Ma’bud, 11/253)


Masih dalam kesempatan yang sama yakni demi menjawab pertanyaan soal tabarruk atau berharap berkah, dirinya memberikan penjelasan.


“Sepertinya Salafi hanya mengakui kebolehan tabarruk khusus kepada Nabi. Selain Nabi tidak boleh. Saya sampaikan hadis berikut bahwa Nabi pun berkenan untuk tabarruk dengan para sahabat,” ungkap dia.


Sebagai penguat atas pernyataannya tersebut, Kiai Ma’ruf Khozin memaparkan dalil berikut ini: 


عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ الْوُضُوءُ مِنْ جَرٍّ جَدِيدٍ مُخَمَّرٍ أَحَبُّ إِلَيْكَ أَمْ مِنَ الْمَطَاهِرِ؟ فَقَالَ لا بَلْ مِنَ الْمَطَاهِرِ إِنَّ دِينَ اللهِ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ قَالَ وَكَانَ رَسُولُ اللهِ يَبْعَثُ إِلَى الْمَطَاهِرِ فَيُؤْتَى بِالْمَاءِ فَيَشْرَبُهُ يَرْجُو بَرَكَةَ أَيْدِي الْمُسْلِمِينَ


Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa ia bertanya kepada Nabi: Ya Rasulallah, apakah berwudlu dari wadah baru yang tertutup ataukah dari tempat-tempat berwudlu yang lebih engkau senangi? Rasulullah menjawab: Tidak. Tapi dari tempat-tempat berwudlu. Agama Allah adalah yang condong dan mudah. Ibnu Umar berkata: Kemudian Rasulullah menyuruh seseorang ke tempat-tempat berwudlu dan beliau diberi air wudlu, kemudian beliau meminumnya. Beliau mengharap berkah dari tangan-tangan umat Islam. (HR Thabrani dalam Al-Kabir No 235, Al-Ausath No 806, Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 2669 dan Abu Nuaim 8/203).


Berikutnya dijelaskan bahwa Al-Hafidz al-Haitsami berkata: Diriwayatkan oleh Al-Thabrani dalam Al-Ausath, para perawinya dinilai terpercaya. Dan Abdul Aziz bin Abi Rawad adalah terpercaya, dinisbatkan kepada golongan Murjiah. (Lihat: Majma’ az-Zawaid 1/133)


Lebih panjang, Kiai Ma’ruf Khozin menyampaikan bukti lain bahwa tabarruk dengan selain Nabi diperbolehkan adalah tabarruk yang dilakukan tabiin kepada sesama tabiin. 


“Yaitu tabiin bernama Muhammad putra dari sahabat Thalhah yang merupakan salah satu sahabat yang dikabarkan masuk surga,” terang dia. 


Kiai Ma’ruf Khozin yang memang kaya dengan sejumlah referensi menyampaikan  biografi dari sahabat Thalhah. 


ﺫﻛﺮ ﻣﻨﺎﻗﺐ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻃﻠﺤﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﻴﺪ اﻟﻠﻪ اﻟﺴﺠﺎﺩ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ «ﻛﺎﻥ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻃﻠﺤﺔ ﻣﻦ اﻟﺰﻫﺎﺩ اﻟﻤﺠﺘﻬﺪﻳﻦ ﻓﻲ اﻟﻌﺒﺎﺩﺓ، ﻭﻛﺎﻥ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺘﺒﺮﻛﻮﻥ ﺑﻪ ﻭﺑﺪﻋﺎﺋﻪ»


Artinya: Biografi Muhammad bin Thalhah bin Ubaidillah as-Sajjad (banyak melakukan sujud). Beliau termasuk ulama zuhud yang bersungguh sungguh dalam ibadah. Para sahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bertabarruk dengan beliau dan doanya. (Lihat: Al Hakim, Al-Mustadrak)


Dengan penjelasan panjang ini, Nahdliyin atau warga Nahdlatul Ulama hendaknya memiliki keyakinan. Bahwa yang selama ini dilakukan dengan mencium orang tua sebagai tindakan yang dapat dibenarkan. Bahkan  ada sejumlah dalil yang membenarkan penjelasan tersebut seperti keterangan di atas. Wallahu a’lam


Editor:

Keislaman Terbaru