Keislaman

Hukum Penjarahan menurut Pandangan Ulama Klasik

Senin, 1 September 2025 | 11:00 WIB

Hukum Penjarahan menurut Pandangan Ulama Klasik

llustrasi penjarahan. (Foto: istockphoto)

Belakangan ini ramai berita penjarahan yang dilakukan oleh sekelompok massa. Lantas, bagaimana pandangan Islam terhadap penjarahan yang kini marak terjadi di Indonesia?

 

Penjarahan terhadap harta milik orang lain tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai Islam, tetapi juga bentuk pelanggaran hukum, moral, dan kemanusiaan. Agama menempatkan hak kepemilikan sebagai fondasi yang mesti dihormati, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

 

Artinya: "Orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". (QS. An-Nisa' [4]: 29).

 

Terkait ayat di atas, Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya terkait larangan mengambil harta orang lain secara batil:

 

وَقَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: لَمَّا أَنْزَلَ اللهُ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ﴾ قَالَ الْمُسْلِمُونَ: إِنَّ اللهَ قَدْ نَهَانَا أَنْ نَأْكُلَ أَمْوَالَنَا بَيْنَنَا بِالْبَاطِلِ، وَالطَّعَامُ هُوَ أَفْضَلُ الْأَمْوَالِ، فَلَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ مِنَّا أَنْ يَأْكُلَ عِنْدَ أَحَدٍ، فَكَيْفَ لِلنَّاسِ؟

 

Artinya: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: Ketika Allah menurunkan firman-Nya: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memakan harta-harta kalian di antara kalian dengan cara yang batil’ (QS. An-Nisā’: 29), maka orang-orang Muslim berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah melarang kita memakan harta kita di antara kita dengan cara batil. Sementara makanan adalah harta yang paling utama. Maka tidak halal bagi salah seorang dari kita untuk memakan (makanan/harta) salah satu dari kita. Bagaimana lagi dengan memakan atau memgambil (harta) orang-orang lain?’” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an al-Adzim, [Riyadh: Daar Tayyibah: 1999 M/1420 H], juz II, halaman 268).

 

Sementara itu, dalam sebuah hadits juga dijelaskan terkait keharaman mengambil, memanfaatkan, atau menguasai harta milik orang lain tanpa izin:

 

   لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ  

 

Artinya: “Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya.” (HR Ad-Daraquthni).  

 

Hadits ini menegaskan bahwa kepemilikan seseorang itu mesti dihormati dan dilindungi. Maka, mengambil hak orang lain tanpa izin atau kerelaannya adalah bentuk kezaliman yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

 

Lebih jauh, dipandang dari sudut hukum Islam, penjarahan pada prinsipnya adalah haram jika tidak mendapat izin pemilik, seperti halnya ghasab. Terkait hal ini, Syekh Muhammad bin Hamudin menjelaskan bahwa penjarahan secara umum itu sama halnya dengan ghasab:

 

وَالْغَصْبُ فِي الْحَقِيقَةِ عَرَّفَهُ الْعُلَمَاءُ بِأَنَّهُ: أَخْذُ مَالِ الْغَيْرِ بِغَيْرِ حَقٍّ. وَبَعْضُهُمْ يَتَوَسَّعُ، فَيَقُولُ: هُوَ أَخْذُ حَقِّ الْغَيْرِ بِغَيْرِ حَقٍّ، فَيَدْخُلُ مَا كَانَ مُغَلًّا وَمَا لَمْ يَكُنْ أَيْضًا مِمَّا يُتَمَوَّلُ، مِمَّا هُوَ حَقٌّ لِلْغَيْرِ؛ فَلَا يَجُوزُ لِلْإِنْسَانِ أَنْ يَعْتَدِيَ عَلَيْهِ.

 

Artinya: “Adapun para ulama mendefinisikan ghasab sebagai, ‘Mengambil harta orang lain tanpa hak’. Sedangkan, sebagian ulama memperluas definisinya dengan mengatakan, ‘Ghasab adalah mengambil hak orang lain tanpa hak.’ Maka yang termasuk di dalamnya bukan hanya sesuatu yang bernilai harta dan bisa dimiliki (mā yumawwal), tetapi juga segala hak yang dimiliki orang lain; sehingga tidak boleh seseorang melampaui batas terhadapnya.” (Muhammad bin Hamudin, Bughyatul Muqtashid Syarh Bidayatul Mujtahid, [Maktabah Syamilah, tt], juz 14, halaman 8472).

 

Jadi, dari keterangan yang ada penjarahan dapat dikategorikan sebagai ghasab, yakni perbuatan yang dilarang oleh syara' karena mengambil harta atau hak orang lain tanpa adanya hak atau kerelaan dari pemilik harta.

 

Secara hukum positif, penjarahan atau perampasan paksa merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak milik, kriminal, sekaligus kejahatan sosial yang dilarang. Wallahu a'lam.