Daya tarik Masjidil Haram memang tidak tergantikan, terlebih saat musim haji umrah tiba, jutaan orang tidak akan menyia-nyiakan setiap tempat yang memiliki keistimewaan dan mustajab, misalnya Hajar Aswad. Mereka yang melaksanakan haji umrah rela berdesakan ingin mencium atau sekedar mengusap, menyentuh Hajar Aswad.
Pertanyaannya, adakah dalil yang menganjurkan mengusap, mencium Hajar Aswad?
Perlu diketahui bahwa Hajar Aswad adalah batu yang turun dari surga, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَزَلَ الْحَجَرُ الْأَسْوَدُ مِنْ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنْ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ
Artinya: Dari Ibn Abbas, ia berkata Rasulullah bersabda, Hajar Aswad turun dari surga, berwarna sangat putih daripada susu, lalu berwarna hitam akibat dosa manusia. (Sunan Tirmidzi, 308)
Dalam hadits lain:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَجَرُ الْأَسْوَدُ مِنْ الْجَنَّةِ
Artinya: Dari Ibn Abbas, sesungguhnya Nabi Muhammad bersabda, Hajar Aswad itu berasal dari surga. (Sunan Al-Nasa’i, 2886)
Kemudian Hajar Aswad itu oleh Allah diserahkan kepada Nabi Ibrahim untuk diletakkan di sudut Ka’bah sebagai pertanda dan lokasi dimulainya thawaf. Sudut itu adalah sudut bagian tenggara dari Ka’bah. Disunahkan bagi laki-laki untuk meletakkan dahinya ke Hajar Aswad serta menyentuh dan menciumnya sebanyak tiga kali.
Namun apabila tidak mampu menyentuh secara langsung, sebab sulit mendekat, maka bisa dengan menggunakan tongkat, lalu mencium ujung tongkat yang menyentuh Hajar Aswad tersebut. Jika tetap tidak bisa, maka cukup dengan isyarat tangan kanan.
Peletakan Hajar Aswad di sudut Ka’bah sangat strategis, sehingga jamaah haji umrah setelah thawaf berebut mencium dan mengusap batu hitam yang diwadahi besi perak itu. Hal ini mengacu perkataan Umar bin Khattab:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ جَاءَ إِلَى الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ فَقَبَّلَهُ فَقَالَ إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Artinya: Dari Umar, sesungguhnya ia mendatangi Hajar Aswad, kemudian mencium Hajar Aswad dan berkata, aku mengetahui engkau adalah batu yang tidak akan memberikan faidah apapun, jika aku tidak melihat Nabi Muhammad menciummu, maka aku tidak akan menciummu. (Sahih Bukhari, 1494)
Dalam kitab Bulughul Maram, hadits 764 juga disebutkan:
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّهُ كَانَ يُقَبِّلُ اَلْحَجَرَ اَلْأَسْوَدَ وَيَسْجُدُ عَلَيْهِ رَوَاهُ اَلْحَاكِمُ مَرْفُوعًا، وَالْبَيْهَقِيُّ مَوْقُوفًا
Artinya: Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa ia pernah mencium Hajar Aswad dan meletakkan dahi padanya. Hadis ini diriwayatkan oleh Hakim dengan status marfu' dan Baihaqi dengan mauquf.
Dengan demikian mencium, mengusap Hajar Aswad sangat dianjurkan namun jangan sampai mencelakai jamaah lain ketika akan mendekati Hajar Aswad. Sebab tidak jarang mereka yang berusaha mendekati dengan sembrono malah semakin terpelanting jauh. Mengingat lautan manusia berdesakan untuk mendekati Hajar Aswad, tidak jarang antar jamaah saling menyakiti dan berkelahi.