• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Keislaman

Stop! Jangan Katakan Membaca Shalawat Nariyah Bid’ah

Stop! Jangan Katakan Membaca Shalawat Nariyah Bid’ah
Ilustrasi bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. (Foto: NOJ/ ISt)
Ilustrasi bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. (Foto: NOJ/ ISt)

Ada sebagian orang yang menyatakan bahwa membaca shalawat Nariyah bid'ah dengan dalih tidak diriwayatkan oleh Rasulullah. Sedangkan Nahdliyin, shalawat tersebut biasa dibaca di dalam sebuah majelis, dan sejenisnya.

 

Agar tidak terjebak dalam pandangan tersebut, berikut akan dijelaskan perihal shalawat, khususnya shalawat Nariyah. Secara garis besar shalawat terbagi menjadi dua. Pertama, shalawat مأثورة, shalawat yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW secara langsung, baik secara redaksi, cara membaca, waktu serta fadhilahnya, seperti shalawat Ibrahimiyah.

 

Kedua, shalawat غير مأثورة, yakni shalawat yang disusun oleh selain Nabi Muhammad SAW, misalnya disusun oleh sahabat, tabi'in, dan ulama, seperti shalawat Nariyah, Munjiyah, Fatih, Tibbil Qulub, Asyghil, dan lainnya.

 

Dalam perkembangannya, banyak sekali di kalangan ulama, menyusun shalawat dan mengumpulkannya dalam kitab karangannya. Sebut saja Syaikh Yusuf An-Nabhany dalam kitab أفضل الصلاة على النبي dan سعادة الدارين; Syaikh Ibnu Qayyim dalam kitab جلاء الأفهام; dan masih banyak lagi ulama lainnya.

 

Adapun teks shalawat tidak ada ketentuan yang paten dari Rasulullah SAW. Karena shalawat termasuk ibadah yang tidak mengikat. Hanya saja saat ditanya oleh sahabat Nabi. "Bagaimana kami akan membaca shalawat kepadamu wahai Nabi Muhammad?" Beliau bersabda قل اللهم صلى على محمد.

 

Oleh karena itu, sahabat Hassan bin Tsabit mengubah shalawat dalam bentuk syair pujian kepada Rasulullah SAW, hingga ulama lainnya pun mengikutinya. Sejak itulah lahir shalawat Syifa', Dhiba', Barzanji, Fatih, dan lain sebagainya.

 

Shalawat Nariyah yang biasa disebut sebagai shalawat تفريجية (shalawat agar dilepaskan dari kesusahan). Menurut pendapat Al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa, dikarang oleh Syaikh Ibrahim at-Tazy al-Maghribi, ulama sufi dari Kota Taza Maroko. Di kalangan penduduk Maroko, shalawat ini dinamai نارية dari kata نار yang berarti api, karena kemustajabannya yang cepat.

 

Penduduk Maroko banyak membuktikan bahwa ketika mereka menginginkan apa yang mereka cari atau sedang dalam kesulitan, mereka membaca shalawat Nariyah sebanyak 4444 kali. Dan dengan cepat keinginan mereka segera tercapai. (Lihat: خزينة الإسرار: ص ١٧٩)

 

Pendapat lainnya, shalawat Nariyah merupakan صلاوة مجربة (shalawat yang banyak faidah). Syaikh Muhammad Haqqi mendapat ijazah shalawat Nariyah dari Syaikh Muhammad at-Tunisy, Syaikh al-Maghriby, Syaikh as-Sayyid Zain Makki, dan Syaikh as-Sayyid Muhmmad as-Sanusi.

 

Shalawat Nariyah dikenal shalawat Tafrijiyah Qurthubiyah. Orang Maroko menyebut shalawat Nariyah karena saat mereka mengharapkan apa yang dicita-citakan atau menolak yang tidak disukai. Mereka berkumpul dalam suatu majelis untuk membaca shalawat Nariyah sebanyak 4444 kali. Dengan cepat apa yang dikehendaki tercapai atas izin Allah. (Lihat: تفسير الطبري: ج ١٠، ص ٢٩٠)

 

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa membaca shalawat Nariyah tidaklah bid'ah. Karena membaca shalawat adalah perintah Allah Swt dalam firman-Nya QS Al-Ahzab ayat 56.

 

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا

 

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

 

Dengan demikian, para ulama sepakat bahwa membaca shalawat merupakan kewajiban sekali seumur hidup. Imam al-Qurthuby menyatakan bahwa kewajiban itu sebagai ijma ulama.

 

Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalawat itu merupakan syiar yang di peruntukkan kepada para Nabi dan Rasul. Tidak boleh secara khusus yang di peruntukkan kepada selain Nabi dan Rasul.

 

Al-Allamah Abus Su'ud menambahkan, bershalawat kepada selain Nabi adalah boleh, jika sebelumnya didahului shalawat kepada Nabi. Misalnya dikatakan اللهم صلى على محمد وعلى اله. Jika bershalawat secara استقلال (secara mandiri) kepada selain Nabi adalah makruh. Namun Syaikh as-Sakhawy dalam القول البديع فى الصلاة على النبي الشفيع mengutip Abul Yumni bin 'Asakir dengan menyandarkan kepada Imam al-Bukhari yang menyatakan bahwa membaca shalawat kepada selain Nabi adalah boleh secara mutlak. (Lihat: صريح البيان، ص ٣٦٦)


Keislaman Terbaru