• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Keislaman

Tak Ada Insan Sempurna, Saatnya Saling Menutupi Kekurangan

Tak Ada Insan Sempurna, Saatnya Saling Menutupi Kekurangan
Manusia sarat dengan kekurangan, harusnya saling menutupi aib. (Foto: NOJ/LKf)
Manusia sarat dengan kekurangan, harusnya saling menutupi aib. (Foto: NOJ/LKf)

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, ada kegandrungan baru yang mengemuka saat ini. Yakni kegemaran mengumbar aib atau kekurangan orang lain. Hal itu berlaku bagi sebagian insan media, dan diperparah dengan perilaku manusia kebanyakan.


Dengan demikian betapa mudahnya seseorang membuka aib sesama, melempar tudingan, mencari-cari kesalahan orang lain, menyebarluaskannya dan bahkan menjadikannya sebagai lelucon, tanpa menyadari akan bahayanya. Mereka berbicara tanpa mengindahkan larangan agama, berbicara tanpa fakta nyata dan hanya mengikuti hawa nafsunya saja. Mereka tidak menyadari bahwa semua perkataan yang diucapkan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.   


Salah satu bahaya lisan yang sedang merebak luas adalah tentang ghibah. Ini terjadi di mana saja, baik di media sosial, pasar, warung, halaman rumah, dapur, ruang tamu, tempat kerja, dan bahkan di masjid dan mushala. Ironisnya, hal ini sudah dianggap biasa dan menjadi hidangan keseharian dalam pergaulan. Juga tak kalah serunya dengan adanya acara-acara infotainmen tentang ghibah di berbagai media massa, yang kerapkali menyebut keburukan orang lain. 


Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT memberikan peringatan dalam Al-Qur’an: 


   يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ   


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan aib orang lain dan janganlah kamu menggunjing (ghibah) sebagian yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh karena itu, jauhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hujurat: Ayat 12)   


Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini (QS al-Hujurat: 12) turun berkenaan dengan peristiwa salah seorang sahabat Rasul SAW, Salman al-Farisi yang bila selesai makan, suka terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang menggunjing perbuatannya. Maka turunlah QS al-Hujurat ayat 12 yang melarang seseorang mengumpat dan menceritakan aib orang lain.   


Selaras dengan larangan Allah SWT tersebut, Rasulullah SAW juga melarang mengumbar aib orang lain. Sebagaimana sabdanya: 


   إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا   


Artinya: Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara. (HR al-Bukhari).   

 

Makna Aib
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata aib itu memiliki arti malu, cela, noda, salah ataupun keliru. Menurut Al-Fairuz Abadzi dalam Al-Qamus al-Muhith, secara bahasa, aib (العيب) bermakna cacat atau kekurangan. Bentuk jamaknya adalah uyub. Adapun sesuatu yang memiliki aib, dalam bahasa Arab disebut ma’ib


Sementara itu dalam kitab ¬ad-Dur al-Mukhtar, Al-Hasfaki menyampaikan bahwa sebagian ulama mazhab Hanafi menjelaskan aib dengan pengertian: 


   مَا يَخْلُو عَنْهُ أَصْل الْفِطْرَةِ السَّلِيمَةِ مِمَّا يُعَدُّ بِهِ نَاقِصًا   


Artinya: Suatu bagian yang tidak ada dari asal penciptaannya dan hal itu dianggap sebagai bentuk kekurangan.  

  

Secara psikologis, jika mendengar suatu informasi dari orang lain lalu menjadikan hati kita merasa tidak enak, maka hal ini dapat disebut aib. Aib dapat berupa peristiwa, keadaan, atau suatu penjelasan. Seringkali aib sendiri maupun orang lain diumbar secara sadar/tidak sadar kita sebarkan ke orang lain, bahkan diviralkan ke media massa atau media sosial. 


Aib merupakan sesuatu yang digambarkan buruk, tidak terpuji, dan negatif. Aib adalah suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang jika diketahui oleh orang lain akan membuat rasa malu yang membawa kepada efek psikologi yang negatif. Korban akan merasa terzalimi, disudutkan, dan bahkan dilemahkan jatidirinya.   


Aib terbagi menjadi dua, yaitu aib khalqiyah yang bersifat kodrati dan aib khuluqiyah yang berkenaan dengan perilaku. Aib khalqiyah merupakan aib karena terdapat cacat di salah satu organ tubuh atau penyakit yang membuatnya malu jika diketahui oleh orang lain. Sedangkan yang kedua yaitu aib khuluqiyah yang bersifat fi’li atau perilaku merupakan aib dari perbuatan maksiat, baik yang dilakukan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.   


Rasulullah bersabda: 


   وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ   


Artinya: Barang siapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. (HR Muslim).   


Anjuran Menutup Aib
Menutup aib orang lain tidak hanya memiliki keutamaan akan menutup aib kita di dunia dan akhirat, tapi juga seperti menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup. Hal ini sebagaimana yang disinyalir oleh hadits Nabi: Siapa melihat aurat (aib orang lain) lalu menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup. (HR Abu Daud).   


Untuk itu, mari jauhi ghibah, dusta, prasangka, dan mencari-cari kesalahan orang lain serta menyebarluaskan aib sesama. Jagalah aib orang lain sebagaimana kita menjaga aib pribadi. Dan mari amalkan doa yang biasa dibaca Rasulullah pada pagi dan petang, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Umar RA: 


   اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ اللّٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِيْ دِينِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِيْ   


Artinya: Yaa Allah sesungguhnya aku meminta kepada Mu ‘afiyah di dunia dan akhirat. Ya Allah aku memohon kepada Mu afwaa dan ‘afiyah pada urusan agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Yaa Allah tutupi auratku (aib-aibku).

 

Apalagi kita akan memasuki bulan Ramadhan, sudah selayaknya mulai mengurangi dan menghentikan kegandrungan mengumbar kekurangan orang lain. Yakinlah, tidak ada manusia sempurna, termasuk kita. Karenanya, mari berlomba menutupi kekurangan orang lain. 
 


Keislaman Terbaru