• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Keislaman

Yang Harus Dilakukan saat Menyambut Ramadlan

Yang Harus Dilakukan saat Menyambut Ramadlan
Sejumlah amalan yang dapat dilakukan jelang Ramadlan. (Foto: NOJ/TNk)
Sejumlah amalan yang dapat dilakukan jelang Ramadlan. (Foto: NOJ/TNk)

Tidak terasa bulan Sya’ban telah bergulir hampir separuh perjalanan. Itu artinya waktu semakin mendekati bulan Ramadlan. Sudah maklum bagi kita semua keistimewaan bulan Ramadlan. Hal ini bisa terasakan pada kehidupan di sekitar kita.

 

Tidak hanya harga sembako yang secara perlahan tapi pasti mulai beranjak naik, tetapi juga semangat beribadah semua orang dari anak-anak hingga nenek-nenek pun semakin bertambah. Bahkan masjid dan mushala mulai berbenah diri untuk menyambut, tarawih, tadarrus dan buka bersama. Lantas apa amalan-amalan yang sebaiknya dilakukan dalam rangka menyambut bulan Ramadlan ini?

 

Pertama, Niat dan Lapang Hati

Amalan terpenting itu adalah amalan hati, yaitu niat menyambut bulan Ramadlan dengan lapang hati (ikhlas) dan gembira. Karena hal itu dapat menjauhkan diri dari api nereka.

 

Artikel diambil dariAmalan Menyambut Ramadhan

 

Sebuah hadits yang termaktub dalam Durratun Nasihin menjelaskan:

 

 مَنْ فَرِحَ بِدُخُولِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلىَ النِّيْرَانِ

 

Artinya: Siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadlan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka.

 

Begitu mulianya bulan Ramadlan sehingga untuk menyambutnya saja, Allah telah menggaransi kita selamat dari api neraka.

 

Oleh karena itu wajar jika para ulama salaf terdahulu selalu mengucapkan doa:

 

 اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ

 

Artinya: Ya Allah sampaikanlah aku dengan selamat ke Ramadlan, selamatkan Ramadlan untukku dan selamatkan aku hingga selesai Ramadlan.

 

Sampai kepada Ramadlan adalah kebahagiaan yang luar biasa, karena hanya di bulan itu bisa mendapatkan nikmat dan karunia Allah yang tidak terkira. Tidak mengherankan jika kemudian Nabi SAW dan para sahabat menyambut Ramadlan dengan senyum dan tahmid, dan melepas kepergian Ramadlan dengan tangis.

 

Kedua, Mendoakan Orang Tua

Hal tersebut dapat dilakukan dengan berziarah ke makam orang tua. Yakni mengirim doa untuk mereka yang oleh sebagian daerah dikenal dengan istilah kirim dongo poso. Berupa mengirim doa untuk para leluhur dan sekaligus bertawasul kepada mereka semoga diberi keselamatan dan berkah dalam menjalankan puasa selama sebulan mendatang.

 

Tawasul dalam berdoa merupakan anjuran dalam Islam. Sebagaimana termaktub dalam surat al-Maidah ayat 35:

 

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS al-Maidah: 35).

 

Diriwayatkan pula dari sahabat Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulallah Muhammad SAW ketika menguburkan Fatimah binti Asad, ibu dari sahabat Ali bin Abi Thalib berdoa:

 

  اَللَّهُمَّ بٍحَقٍّيْ وَحَقِّ الأنْبٍيَاءِ مِنْ قَبْلِيْ اغْفِرْلأُمِّيْ بَعْدَ أُمِّيْ

 

Artinya: Ya Allah dengan hakku dan hak-hak para nabi sebelumku, ampunilah dosa ibuku setelah Engkau ampuni ibu kandungku. (HRThabrani, Abu Naim, dan al-Haitsami) dan lain-lain.

 

Ketiga, Saling Memaafkan

Mengingat bulan Ramadlan adalah bulan suci, maka tradisi bersuci pun menjadi sangat seseuai ketika menghadapi bulan Ramadlan. Baik bersuci secar lahir seperti membersihkan rumah dan pekarangannya dan mengecat kembali mushala, maupun bersuci secara batin yang biasanya diterjemahkan dengan saling memaafkan antar sesama umat muslim. Terutama keluarga, tetangga dan kawan-kawan.

 

Hal ini sesuai dengan anjuran Islam dalam al-Baqarah ayat 178:

 

 ...فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ  

 

Artinya: Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (dia) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.(QS. 2:178)

 

Menurut sebuah hadits shahih, Nabi Muhammad SAW pernah menganjurkan agar siapa yang mempunyai tanggung jawab terhadap orang lain, baiknya itu menyangkut kehormatan atau apa saja, segera menyelesaikannya di dunia ini, sehingga tanggung jawab itu menjadi bebas (bisa dengan menebus, bisa dengan meminta halal, atau meminta maaf).

 

Sebab nanti di akhirat sudah tidak ada lagi uang untuk tebus menebus. Orang yang mempunyai tanggungan dan belum meminta halal ketika dunia, kelak akan diperhitungkan dengan amalnya: apabila dia punya amal saleh, dari amal salehnya itulah tanggungannya akan ditebus; bila tidak memiliki, maka dosa atas orang yang disalahinya akan ditimpakan kepadanya, dengan ukuran tanggungannya. (Lihat misalnya, Jawahir al-Bukhari, halaman 275, hadits nomor: 353 dan Shahih Muslim, II/430).

 

Dengan kata lain, jika seseorang ingin bebas dari kesalahan sesama manusia, hendaklah meminta maaf kepada yang bersangkutan. Begitu pula jika seseorang menginginkan kesucian diri guna menyambut bulan yang suci maka hendaklah saling memaafkan.


Editor:

Keislaman Terbaru